Penulis
Intisari-Online.com -Presiden Joko Widodo terus didesak oleh banyak kalangan, khususnya dari para mahasiswa yang berdemonstrasi, untuk membatalkan Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Revisi UU KPK memang menjadi salah satu tuntutan utama para mahasiwa yang menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia, 23-24 September 2019.
Namun, Jokowi menolak untuk memenuhi keinginan tersebut dengan alasan revisi UU KPK adalah inisiatif DPR.
"Yang satu itu (KPK) inisiatif DPR. Ini (RUU lainnya) pemerintah aktif karena memang disiapkan oleh pemerintah," ujarnyadi Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019), seperti dilansir INTISARI darikompas.com.
Padahal, menurut Peneliti Kode Inisiatif Violla Reininda, meski merupakan inisiatif DPR, Jokowi memiliki wewenang untuk mengeluarkanperaturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Seperti yang pernah dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009,yakni Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Kalau kita lihat praktik ketatanegaraan terdahulu, Presiden SBY pernah mengeluarkan Perppu (tentang KPK)," kata Violla dalam diskusi Kode Inisiatif di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2019), seperti dilansir INTISARI darikompas.com.
Memang seperti apa Perppu yang dikeluarkan SBY untuk membatalkan Pilkada tak langsung tersebut?
SBYsecara resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada), Kamis (2/10/2014).
Perppu ini terkait mekanisme pelaksanaan pilkada yang sebelumnya telah disahkan DPR melalui RUU Pilkada pada 26 September 2014.
Namun, pengesahan RUU ini menimbulkan polemik karena bertentangan dengan keinginan masyarakat yang menghendaki pemilihan secara langsung.
Sementara itu, ketentuan RUU Pilkada mengubah mekanisme pemilihan menjadi tidak langsung, yaitu melalui DPRD.
Baca Juga: 'Yang Beli Polisi-polisi yang Jaga,' Rezeki Pedagang Asongan di Balik Riuh Demonstran di Gedung KPK
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, Presiden menghendaki pelaksanaan pilkada yang lebih baik dari sebelumnya.
Isi Perppu yang ditandatangani Presiden, kata dia, menjawab kritik dan masukan dari berbagai pihak terkait penyelenggaraan pilkada langsung.
"Presiden SBY menghendaki agar pelaksanaan pilkada ke depan lebih baik dari sebelumnya. Karena itu, substansi Perppu 1/2014 adalah jawaban atas kritik, masukan, dan hasil evaluasi yang selama ini banyak disuarakan berbagai pihak," ujar Denny, melalui keterangan pers yang diterima Kompas.com, Jumat pagi.
Sejak awal pembahasan, menurut Denny, Presiden menginginkan pelaksanaan pilkada secara langsung dengan sejumlah perbaikan.
Berikut garis besar isi Perppu yang diterbitkan Presiden.
1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2);2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205);3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya buruk dan kemampuannya rendah (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat (2), Pasal 5 ayat (3) huruf b, dan Pasal 7 huruf d);4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65 ayat (1) huruf c, d, e, dan f, serta ayat (2), dan Pasal 200);5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik horizontal (Pasal 69);6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76);7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak pada tindakan penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68 huruf c);9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang menyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak mendukung calon (Pasal 71);11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan terkait penyelesaian sengketa hasil pilkada (Bab XX Pasal 136 sd 159);12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung (Pasal 69 huruf g, Pasal 195);13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1);14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);15. Penyelesaian sengketa hanya dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung (Pasal 157);16. Larangan pemanfaatan program atau kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana (Pasal 71 ayat (3));17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke pengadilan tinggi/Mahkamah Agung hanya dapat diajukan apabila memengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikan (Pasal 156 ayat (2).
Denny mengatakan, agar regulasinya tidak saling bertentangan, Presiden juga menerbitkan Perppu No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Perppu Pemda).
Isi Perppu tersebut intinya berisi dua hal, yaitu pertama, menghapus tugas dan wewenang DPRD Provinsi untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur kepada presiden melalui menteri dalam negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal I angka 1).
Kedua, menghapus tugas dan wewenang DPRD Kabupaten/Kota untuk mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota dan/atau wakil bupati/wakil wali kota kepada menteri dalam negeri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (Pasal I angka 2).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini Isi Perppu Pilkada yang Dikeluarkan Presiden SBY".
Baca Juga: Tak Berkutik, Satu Keluarga Dijebloskan ke Penjara, Sejarah Baru Bagi KPK