Find Us On Social Media :

Sukses Diakuisisi, Freeport Malah Bikin Indonesia Kehilangan Pendapatan Rp1,8 Triliun, Ditjen Pajak Jadi Sorotan

By Ade S, Selasa, 24 September 2019 | 16:45 WIB

Ilustrasi Divestasi Freeport

Intisari-Online.com - Dua tahun menjelang pemilihan presiden 2019, pemerintah mengumumkan sukses 'merebut' PT Freeport Indonesia (PTFI).

Keberhasilan proses akuisisi PTFI tersebut diklaim mampu memaksimalkan pemasukan yang didapat Indonesia dari keberadaan Freeport di tanah Papua.

Namun, sebuah hasil audit yang diumumkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) pada 2019, justru menunjukan proses akuisisi tersebut merugikan Indonesia.

Baca Juga: Sudah Resmi Diambil Alih Indonesia, Produksi Freeport Indonesia Justru akan Turun Hingga 50%, Kok Bisa?

Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai triliunan.

Audit tersebut juga menunjukkan jika pada tahun anggaran 2018, masih terdapat penyimpangan dalam pelaksaaan aturan perpajakan oleh Kementerian Keuangan.

Total penyimpangan mencapai Rp2,72 triliun dengan lebih dari 60 persennya disumbang melalui nota kesepahaman antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan PTFI.

Baca Juga: Laba Bersih Inalum Melonjak 67,6% Jadi Rp8,28 Triliun, Divestasi Saham Freeport Kuncinya

BPK menemukan bahwa proses renegosiasi perpanjangan kontrak tak sesuai dengan tarif bea keluar yang ditetapkan oleh Kemkeu.

Ketidaksesuain inilah yang menimbulkan potensi restitusi atas ekspor konsentrat tembaga Freeport sebesar Rp1,82 triliun.

 

Sementara penyumbang terbesar kedua adalah status dan tanggal daluwarsa penagihan atas ketetapan pajak.

Baca Juga: Jalan Panjang Indonesia Kembalikan Freeport ke Pangkuan Ibu Pertiwi

Hal ini membuat pajak sebesar Rp 408,50 miliar tidak dapat diyakini kebenarannya.

Menanggapi temuan BPK tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama memastikan pihaknya akan menindaklanjuti temuan sesuai ketentuan.

Salah satunya dengan melakukan perbaikan terkait ketetapan pajak.

Baca Juga: Sah! Indonesia Kini Kuasai 51,2% Saham Freeport, Ini Jumlah 'Mahar' yang Dibayarkan

Hestu pun menegaskan bahwa Ditjen Pajak berupaya keras untuk mengurangi potensi kesalahan-kesalahan yang disampaikan oleh BPK.

"Sepanjang dimungkinkan dengan ketentuan perpajakan yang ada," kata Hestu, Rabu (18/9), seperti dilansir INTISARI dari kontan.co.id.

Pakar Perpajakan dari Universitas Pelita Harapan, Ronny Boko berpendapat, temuan BPK tersebut bukan terkait potential lost.

 

Baca Juga: Ada di Tengah Hutan Papua, Begitu Canggih dan Mewahnya Kota Kuala Kencana Milik PT Freeport

 "Ini masalah administrasi saja, sehingga Ditjen Pajak hanya perlu melanjutkan tugasnya sesuai aturan yang berlaku," terang Ronny, masih dari kontan.co.id.

Kembali pada akusisi PTFI, sebenarnya pada Juli 2019 juga sempat muncul kabar kurang sedap dari dampak akuisisi tersebut, yaitu bahwa PTFI kehilangan jumlah produksi sebesar 50% padda 2019 hingga 2020.

Namun, kabar ini dianggap tak terlalu buruk sebab penyebabnya adalah dua tambang bawah yakni Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Level Zone (DMLZ).

Pasalnya open pit Grasberg akan selesai penambangannya pada tahun ini.