Advertorial
Intisari-Online.com -Pada akhir Desember 2018 lalu, pemerintah Indonesia melalui PT Inalum (Persero) secara resmi menjadi pemilik PT Freeport Indonesia (PTFI).
Hal ini terjadi setelah pemerintah berhasil meningkatkan kepemilikan saham Indonesia atas PTFI yang melonjak dari 9 persen menjadi 51 persen.
Dengan meningkatnya kepemilikan saham tersebut, diharapkan pendapatan negara dari hasil tambang PTFI akan meningkat.
Baca Juga: Laba Bersih Inalum Melonjak67,6% Jadi Rp8,28 Triliun, Divestasi Saham Freeport Kuncinya
Namun sebuah kabar terbaru menyebutkan bahwa produksi PTFI justru akan berkurang hingga 50% pada 2019 hingga 2020. Loh, kok, bisa?
TernyataPTFIsaat ini tengah mengembangkan dua tambang bawah yakni Grasberg Block Cave (GBC) dan Deep Mill Level Zone (DMLZ).
Pasalnya open pit Grasberg akan selesai penambangannya pada tahun ini.
Baca Juga: Jalan Panjang Indonesia Kembalikan Freeport ke Pangkuan Ibu Pertiwi
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas menyampaikan dalam masa transisi dari penambangan terbuka ke underground mining akan berpengaruh terhadap produksi.
Ia memperkirakan penurunan produksi tahun ini dan tahun depan akan berkisar 40% sampai 50% dari kondisi normal.
"Open pit harusnya selesai dulu baru undergroundnya bisa sepenuhnya dikembangkan, sehingga memang ada penurunan produksi," ujarnya di Tembagapura, Sabtu (27/7).
Baca Juga: Sah! Indonesia Kini Kuasai 51,2% Saham Freeport, Ini Jumlah 'Mahar' yang Dibayarkan
"Dari segi keuangan, sebenarnya kami masih profitable tetapi cash flow kami untuk membiayai tambang bawah tanah."
Tahun ini, Ia menyebut perusahaan mengalokasikan dana belanja modal sebesar US$ 1 miliar untuk pengembangan tambang tersebut.
Asal tahu saja, penambangan bawah tanah bukan hal baru bagi Freeport sebelumnya perusahaan sudah menambang dua tambang bawah tanah lainnya.
Baca Juga: Ada di Tengah Hutan Papua, Begitu Canggih dan Mewahnya Kota Kuala Kencana Milik PT Freeport
"Tahun ini dan tahun depan pendapatan kami akan berkurang karena produksinya berkurang, tetapi tahun 2021 akan menanjak kembali dan tahun 2022 kembali normal," lanjutnya.
Tahun 2022 perusahaan akan bisa menambang 200.000 ton ore per harinya, sedangkan tahun ini dan tahun depan hanya 120.000 ton ore per hari.
Yang jelas, saat ini kontributor produksi terbesar berasal dari tambang bawah tanah, sedangkan Grasberg akan berakhir masa penambangannya tahun ini.
"Tahun 2022 sudah bisa sampai 200.0000 ton ore, 2021 mungkin hanya 60juta ton per tahun. Sedangkan tahun 2020 masih rendah sekitar 40 jutaan ton per tahun," tutupnya.
(Andy Dwijayanto)
Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Produksi Freeport Indonesia tahun 2019 dan 2020 akan turun hingga 50%".
Baca Juga: BPK Temukan Kerugian Rp185 Triliun, Proses Divestasi Saham Freeport Terancam Gagal