Penulis
Intisari-Online.com – Menjadi seorang wanita yang kemudian bisa hamil dan memiliki anak merupakan sebuah anugerah.
Menjaga kehamilan tentunya dilakukan oleh ibu yang ingin janin yang dikandungnya sehat sehingga lahir sehat tanpa suatu apa pun.
Namun, ada sejumlah kondisi yang menyebabkan seorang ibu hamil termasuk dalam kelompok kehamilan beresiko tinggi. Dengan penanganan yang tepat, ibu dan bayi bisa tetap sehat.
Kondisi kesehatan yang menyebabkan kehamilan seorang ibu masuk dalam kategori beresiko tinggi antara lain memiliki penyakit penyerta, seperti asma, diabetes, hipertensi, hingga kelainan jantung.
Baca Juga: Waspada, Konsumsi Antibiotik Tertentu Selama Kehamilan Dapat Tingkatkan Risiko Keguguran
Selain itu, kehamilan dengan kondisi penyulit (pre-eklamsia, eklamsia, infeksi, dan masalah rahim), juga membahayakan kondisi kehamilan.
Ibu dengan riwayat operasi terdahulu, dan hamil di usia rentan juga berpotensi memiliki kehamilan dengan risiko tinggi.
Di Indonesia, fakta kesehatan termasuk kekurangan zat gizi makro dan mikro yang masih dihadapi oleh ibu hamil, yang bisa memperburuk kehamilan beresiko tinggi.
Menurut data Riskesdas 2018, sekitar 48,9 persen ibu hamil di Indonesia mengalami anemia atau kekurangan darah, dan sebanyak 1 dari 5 ibu hamil tercatat mengalami Kekurangan Energi Kronis alias terlalu kurus.
Baca Juga: Aman atau Tidak Minum Soda Saat Kehamilan? Ini Jawaban para Ahli
Tak hanya itu, sekitar 1 dari 2 ibu hamil mengalami kekurangan asupan protein (SKMI 2014), sementara lebih dari 50 persen ibu hamil mengalami kekurangan asupan zat besi, zinc, kalsium, serta vitamin A & C.
Dr. Ali Sungkar Sp.OG(K) mengatakan, kehamilan berisiko tinggi dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak bila tidak ditangani dengan baik.
“Kehamilan risiko tinggi yang tidak ditangani dengan baik berpotensi memiliki pengaruh terhadap anak di dalam kandungan; seperti perkembangan janin tidak sempurna, berat janin kurang, kelahiran prematur, maupun bayi berat badan lahir rendah,” ujar Ali dalam acara Bicara Gizi yang digagas Danone.
Indonesia menempati peringkat 5 di antara negara-negara dengan jumlah kelahiran prematur terbesar dengan angka 675.700 bayi di tahun 2010.
Berbagai faktor risiko kehamilan risiko tinggi masih banyak ditemui di Indonesia. Untuk itu, ibu hamil harus mengenali dan menangani kehamilan risiko tinggi.
Untuk meminimalisir risiko, ibu hamil dianjurkan memeriksakan kandungannya di fasilitas kesehatan di awal kehamilan, rutin kontrol dan mengkonsumsi nutrisi tambahan apabila diperlukan.
Dalam paparannya, Ali menjelaskan, salah satu cara penting penanganan kehamilan risiko tinggi adalah dengan memenuhi kebutuhan nutrisi makro dan mikro yang bervariasi di tiap tahapan mulai dari prakehamilan, trimester 1, 2, dan 3, serta masa menyusui.
“Ibu perlu memastikan asupan makanan mereka mengandung zat-zat gizi penting seperti protein, karbohidrat, lemak, kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin D, vitamin B12, asam folat, dan iodine,” katanya.
Baca Juga: Jangan Ragu Konsumsi Aprikot Selama Kehamilan, Salah Satu Cegah Bayi Terlahir Cacat
Dengan menjaga asupan nutrisi yang baik, kondisi kehamilan resiko tinggi seperti pre-eklampsia (tekanan darah tinggi saat hamil) dapat dicegah.
Selain perlu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung antioksidan seperti buah dan sayuran, ibu hamil juga perlu mengonsumsi protein dengan cukup.
“Selain membantu mencegah resiko komplikasi persalinan, asupan nutrisi yang baik pada masa kehamilan bermanfaat bagi anak secara jangka panjang. Kelak dapat menurunkan resiko sejumlah penyakit kronis di masa dewasa kelak seperti hipertensi, diabetes, atau jantung,” jelas Ali.
Dukungan Ibu dengan kehamilan risiko tinggi perlu mendapatkan dukungan mental dari orang-orang di sekitarnya.
Putu Andani, psikolog dari Tiga Generasi memaparkan, dalam kondisi hamil normal saja, ibu sudah dihadapkan dengan berbagai tantangan dan perubahan psikologis seperti tingkat stress yang lebih tinggi.
Kehamilan berisiko tinggi tentunya akan melipatgandakan stres ibu dan memberikan dampak negatif pada diri ibu dan janin.
“Untuk mencegahnya, dibutuhkan cara penanggulangan stres yang tepat melalui dukungan support system yang dapat membantu ibu mengelola tekanan secara sehat. Mulai dari diri ibu sendiri, suami, serta keluarga dan teman dekat,” katanya.
Dimulai dari diri sendiri, ibu bisa mengenali mana masalah yang sumbernya ada di dalam kendali dan mana yang tidak.
Apabila masalah tersebut berada di dalam kendalinya, ibu dapat melakukan strategi problem focus, yaitu fokus pada penyelesaian masalah dan pencarian jalan keluar.
Sedangkan untuk masalah yang ada di luar kendali, strategi emotional fokus dapat diterapkan, dimana ibu akan mengelola emosi seperti mencari distraksi dan membuka diri ke orang lain.
Putu melanjutkan, selain diri sendiri, dukungan suami, keluarga dan teman bisa membantu meningkatkan kondisi kehamilan ibu agar ia tidak merasa sendirian saat menjalani kehamilan berisiko tinggi.
“Dukungan lain juga bisa ditunjukkan dengan membicarakan hal-hal menyenangkan, menciptakan suasana positif, dan memberikan perhatian-perhatian sederhana.” (Kahfi Dirga Cahya)
Baca Juga: Leher Menghitam Selama Kehamilan Tanda Hamil Anak Laki-laki, Benarkah?
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mencegah Komplikasi akibat Kehamilan Beresiko Tinggi"