15 Tahun Kematian Munir: Seperti Ini 'Tingkah' Munir Sebelum Jadi Aktivis HAM di Mata Guru dan Temannya

Tatik Ariyani

Penulis

Aktivis yang sering menyerukan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat tersebut meninggal di udara saat menumpang pesawat Garuda GA-974.

Intisari-Online.com -Lima belas tahun yang lalu, Munir Said Thalib atau lebih dikenal dengan Munir meninggal dunia dengan misterius.

Hingga kini kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) masih dipertanyakan siapa dalangnya.

Munir meninggal dalam penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004.

Pria asal Batu, Malangmengembuskan nafas terakhir dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol Amsterdam.

Baca Juga: Munir Juga Manusia Biasa yang Penakut: Bicara Soal Cinta

Hasil penyelidikan polisi Belanda dan Indonesia menemukan bahwa Munir meninggal akibat diracun.

Terdapat racun arsenik yang berada di tubuh Munir ketika diotopsi.

Munir berangkat dari Indonesia ke Belanda adalah untuk menimba ilmu atau melanjutkan studi S-2 nya di negara kincir angin.

Namun, ternyata perjalanan tersebut adalah perjalanan yang terakhir baginya dan harus menghembuskan nafas terakhir.

Baca Juga: Munir Juga Manusia Biasa yang Penakut: Enggak Berani Sama Bapak

Aktivis yang sering menyerukan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat tersebut meninggal di udara saat menumpang pesawat Garuda GA-974.

Menjadi aktivis yang menyerukan kebenaran adalah sebuah jalan panjang yang dilewati oleh Munir.

Ternyata hobi dan kebiasaan sejak kecil yang dilakukan oleh Munir Said Thalib inilah yang membentuk karakternya sebagai aktivis.

Munir adalah anak dari pasangan Said Thalib dan Jamilah yang tinggal di Batu, Malang, jawa Timur.

Baca Juga: Curhat Cak Munir tentang Maling yang Kembalikan Motornya Setelah Tahu Ia Pembela Rakyat Kecil

Munir memang dikenal anak yang aktif walaupun memiliki badan yang kecil dibanding kawan-kawan sebayanya.

Dilansir dari Film Dokumenter yang berjudul Kiri Hijau Kanan Merah, di dalamnya menceritakan kisah kehidupan Munir dari kecil hingga dewasa dan menjadi aktivis HAM.

Munir kecil masuk menjadi siswa di Sekolah Dasar (SD) Muhamadiyah Batu tahun 1967 silam.

Menurut Farida, guru Munir kala itu, Munir memang tak berbeda dengan murid yang lain.

Namun ia tergolong siswa yang cerdas di kelas tersebut.

Baca Juga: Aktivis Anti Kekerasan Munir Thalib Ternyata Ketularan Suka Musik Klasik Gara-gara si Kecil

Tak sampai disitu saja, Munir memiliki sifat yang kelak membentuknya menjadi sosok pemberani dan kuat.

Menurut Farida dalam film dokumenter Kiri Hijau Kanan Merah, pernah satu ketika Munir diganggu oleh kawan sekelasnya ketika ia sedang konsentrasi mengerjakan soal.

Kawannya tersebut sudah diperingati oleh Munir namun tetap nekat mengganggunya.

Walau berbadan kecil, ia tak segan menempeleng kawannya tersebut kata Farida, guru yang menjadi saksi mata kejadian tersebut.

Baca Juga: Terpidana Kasus Pembunuhan Aktivis Munir Jadi Anggota Partai Berkarya ‘Besutan’ Tommy Soeharto

"Kengeyelan" Munir sudah terlihat sejak jaman SD, yang mungkin terbawa hingga dewasa menjadi seorang aktivis pemberani saat memperjuangkan kebenaran.

Beranjak SMP, Munir masih tetap seperti saat Sekolah Dasar, namun di tingkat inilah ia belajar menjadi orang yang suka bersosialisasi.

Bukan tergolong orang yang cerdas, bahkan menurut Alimah, salah satu guru SMP Munir kala itu.

Munir bahkan sempat menempati peringkat 180 dari 200 siswa di SMPN 1 Batu.

Bahkan penguasaan bahasa Inggrisnya bisa dikatakan dibawah rata-rata nilai sekolah kala itu.

Dalam film dokumenter tersebut, Alimah juga menuturkan bagaimana kelebihan Munir dibanding teman-temannya yang lain.

Munir sangat suka berdiskusi baik dengan teman sebaya maupun dengan guru atau orang yang lebih tua darinya, tutur Sugiono, kawan Munir waktu SMP.

Karna hobinya berdiskusi tersebut ternyata sangat berguna bagi Munir di jenjang pendidikan selanjutnya seperti kala SMA.

Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir: Kapan Hukum Benar-benar Menguak Kebenaran?

Munir yang menimba ilmu di SMA 1 Batu tercatat juga sebagai anggota OSIS di sekolahnya.

Sundjojo, seorang kakak dari kawan Munir waktu SMA mengatakan bahwa Munir muda sering mengadakan diskusi dan rapat OSIS di rumah kawannya tersebut.

Menginjak bangku perkuliahan, Munir adalah salah satu mahasiswa jurusan Hukum di Universitas Brawijaya Malang.

Ia menimba ilmu di sana lebih mengenai HAM.

Saking sukanya berdiskusi, si kecil Munir datang ke ruang dosen untuk mengajak dosennya berdialog dan berdiskusi mengenai apa yang diajarkan dosen tersebut di kelas sebelumnya.

Munir juga tercatat pernah menjabat senat kampus di Universitas Brawijaya kala itu.

Hobinya berdiskusi dan dibarengi dengan beberapa sifat kerasnya membuat karakter Munir terbentuk hingga ia terjun dalam yayasan bantuan hukum setelah lulus kuliah.

Dari sepak terjangnya di beberapa lembaga bantuan hukum inilah yang membuat nama Munir semakin lama semakin dikenal sebagai aktivis HAM.

Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ahli Forensik Mun'im Idries: Kasus Belum Tuntas, Tapi Dipaksa Tuntas

Sampai ketika Munir menginisiasi terbentuknya Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KONTRAS) pada Maret 1998.

Hobi lain yang tak berhubungan dengan rutinitasnya sebagai seorang aktivis adalah ia pecinta ikan.

Terbukti dalam film dokumenter tersebut, Munir pernah beberapa kali membeli ikan hias untuk dipelihara baik dirumah maupun di kantornya. (Andreas Chris)

Artikelini telah tayang di Sosok.ID dengan judulSebelum Jadi Pejuang HAM, Munir Rupanya Dikenal Suka Ngeyel dan Pandai Berdiskusi di Mata Guru dan Teman-temannya

Artikel Terkait