Intisari-Online.com - Masih ingat Munir? Aktivis hak asasi manusia sekaligus pendiri KontraS? Menyebut namanya niscaya akan membawa benak kita melayang ke kabin pesawat, tempat ia mati diracun dalam sebuah penerbangan menuju Belanda.
Membuat kita teringat pula akan rangkaian teror yang tak pernah mampu menghentikan keberaniannya. Melempar kita ke headliness koran-koran di masa lalu.
Sebagian dari kita tentu masih ingat betapa sering sepak terjangnya, yang membuat jantung berdegup kencang itu, masuk halaman utama surat kabar.
KontraS, lembaga yang dipimpinnya saat itu punya lawan yang sungguh tak main-main: Presiden Soeharto. Sebuah bom yang diletakkan di bawah jendela kamar ibunya sekalipun tak mampu membungkam pria bertubuh ringkih itu.
Baca Juga: Aktivis Anti Kekerasan Munir Thalib Ternyata Ketularan Suka Musik Klasik Gara-gara si Kecil
Dengan reputasi seperti itu, tak heran banyak orang menganggapnya sebagai manusia langka, pemberaninya enggak keru-keruan, nekat bin ngawur. Benarkah?
Saya beruntung sempat mewawancarainya untuk keperluan membuat makalah kuliah. Dalam perbincangan di kantor KontraS, ia menekankan bahwa persepsi masyarakat tentang keberaniannya perlu dikoreksi.
"Aku itu penakut," kata dia berterus terang.
Kalimat-kalimatnya terpotong oleh panggilan telepon sebanyak dua kali. Isi salah satu di antaranya ia ceritakan seusai telepon ditutup.
Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir: Kapan Hukum Benar-benar Menguak Kebenaran?
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Natalia Mandiriani |
Editor | : | T. Tjahjo Widyasmoro |
KOMENTAR