Advertorial

Munir Juga Manusia Biasa yang Penakut: Bicara Soal Cinta

Natalia Mandiriani
T. Tjahjo Widyasmoro

Tim Redaksi

Masih ingat Munir? Aktivis hak asasi manusia sekaligus pendiri KontraS? Menyebut namanya niscaya akan membawa
Masih ingat Munir? Aktivis hak asasi manusia sekaligus pendiri KontraS? Menyebut namanya niscaya akan membawa

Intisari-Online.com - Masih ingat Munir? Aktivis hak asasi manusia sekaligus pendiri KontraS? Menyebut namanya niscaya akan membawa benak kita melayang ke kabin pesawat, tempat ia mati diracun dalam sebuah penerbangan menuju Belanda.

Membuat kita teringat pula akan rangkaian teror yang tak pernah mampu menghentikan keberaniannya. Melempar kita ke headliness koran-koran di masa lalu.

Sebagian dari kita tentu masih ingat betapa sering sepak terjangnya, yang membuat jantung berdegup kencang itu, masuk halaman utama surat kabar.

KontraS, lembaga yang dipimpinnya saat itu punya lawan yang sungguh tak main-main: Presiden Soeharto. Sebuah bom yang diletakkan di bawah jendela kamar ibunya sekalipun tak mampu membungkam pria bertubuh ringkih itu.

Baca Juga: Aktivis Anti Kekerasan Munir Thalib Ternyata Ketularan Suka Musik Klasik Gara-gara si Kecil

Dengan reputasi seperti itu, tak heran banyak orang menganggapnya sebagai manusia langka, pemberaninya enggak keru-keruan, nekat bin ngawur. Benarkah?

Saya beruntung sempat mewawancarainya untuk keperluan membuat makalah kuliah. Dalam perbincangan di kantor KontraS, ia menekankan bahwa persepsi masyarakat tentang keberaniannya perlu dikoreksi.

"Aku itu penakut," kata dia berterus terang.

Kalimat-kalimatnya terpotong oleh panggilan telepon sebanyak dua kali. Isi salah satu di antaranya ia ceritakan seusai telepon ditutup.

Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir: Kapan Hukum Benar-benar Menguak Kebenaran?

"Di Surabaya, ada orang ngumpulin dana dari masyarakat atas namaku dan Nabi Muhammad buat bikin Partai Buruh," begitu tutur dia.

Munir berbicara dengan gaya cuek, iramanya datar dan bahkan saat menggunakan pilihan kata yang cukup keras, ia tetap saja berbicara dengan intonasi rata.

Sah-sah saja untuk tidak setuju dengan pengakuannya bahwa ia adalah seorang penakut. Namun Munir bersikeras bahwa ia bukanlah seorang pemberani.

"Takut ya takut. Namun takut harus dirasionalisasi," ujarnya. "Aku itu penakut, istriku yang pemberani, tuh," tutur dia menyebut-nyebut nama Suciwati yang memberinya dua orang anak, Alif dan Diva.

Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir: Jemputan Terakhir untuk Munir yang Tak Kunjung Datang

Kiranya akan sangat menarik jika kita melihat bagaimana dua orang pemberani bersama-sama mengolah rasa.

Hellen Keller melukiskan cinta dengan kalimat yang amat menyentuh, "The most beautiful thing in the world that can neither be seen nor touched".

Terjemahannya: cinta adalah hal terindah sejagad yang tak bisa dilihat ataupun disentuh.

Mungkin karena itulah saat membicarakan cinta, Munir yang terkesan garang dan berhasil membuat panik rezim Orde Baru itu bisa tiba-tiba menjadi puitis.

Baca Juga: 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ahli Forensik Mun'im Idries: Kasus Belum Tuntas, Tapi Dipaksa Tuntas

Simak saja pendapatnya tentang cinta dan pernikahan yang ia ungkapkan kepada seorang temannya melalui fasilitas chatting:

Kawin itu bukan cita-cita, tapi sesuatu yang datang sendiri dan nggak bisa dihindari. Dia bagian tertua dari peradaban, ia bagian dari seni, dan biarlah dia datang menurut alurnya...

Kawin datang ketika cinta dan kontraktual untuk bersama ditemukan. Jadi ia akan datang sendiri dan kita temukandi mana dunia peradaban uang terencana itu dijalankan.

Kata-kata Gandhi tentang cinta: "Kalau orang masih berhasil menulis lewat huruf hirogrif, maka cinta akan menulis dalam pilihan ruang kebenaran yang tidak terjamah".

Nah, jadi cinta dan perkawinan itu bukan soal fisik (jamah) tapi kebenaran dalam kejujuran menemukan kesesuaian.

Baca Juga: Terpidana Kasus Pembunuhan Aktivis Munir Jadi Anggota Partai Berkarya ‘Besutan’ Tommy Soeharto

OK, jangan berdoa untuk dapat jodoh, tapi berdoalah untuk kebenaran. Karena di situ cinta akan ditemukan... Saya pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang hidup dalam latar belakang yang sama sekali berbeda.

Kini dia jadi istri tercinta, dan dia adalah kekuatan bagi kehidupan saya yang jauh lebih kuat dibanding jatuh bangun bangun saya untuk belajar ilmu pengetahuan atau lainnya.

Cinta itu hebat, bahkan lebih hebat dari dunia perkawinan itu sediri. Doa adalah bagian penuturan cinta pada sebuah cita-cita yang belum kita capai. Dia bukan urusan Tuhan, tapi urusan manusia.

Dan Tuhan ada pada berapa besar rasa cinta kita akan kebenaran itu. Nah, berdoalah dengan cinta, tapi jangan berdoa untuk cinta...".

Penjelasan "serius" tersebut uniknya berbanding terbalik dengan kesantaian Munir menjalani hidup sehari-hari.

Baca Juga: Kasus Munir Adalah Tantangan Bagi Jokowi

Artikel ini telah tayang di Majalah Intisari dengan judul "Manusia Biasa Itu Bernama Munir", ditulis oleh Meicky Shoreamanis Panggabean, Dosen Universitas Pelita Harapan Teachers College.

Artikel Terkait