Advertorial
Intisari-Online.com -Bagi almarhum Munir Thalib S.H, roda dua adalah pilihan utama. Begitu motornya disikat maling, 'kaki'-nya pun ikutan lumpuh.
Maklum, ketika masih hidup, aktivis pro orang kecil ini punyamobilitas yang tinggi.
Ada yang diculik, langsung kumis tebalnya mengendus yang enggak beres.
"Motor bersentuhan dengan masyarakat bawah. Bukan Cuma transportasi, tapi sekaligus alat komunikasi," ujar laki-laki kalem asal Malang itu kepada Motor Plus, Sabtu 16 Februari 2002.
Tapi tiba-tiba menggigit melihat ketidakadilan militer yang dianggap main “angkat”.
Baca Juga : Tak Pakai Kekerasan, Begini Cara Putri Diana Tanya Camila Soal Perselingkuhannya dengan Pangeran Charles
Nah, pada 22 Januari 2002, Honda Supra 1999 andalannya “dipinjam” manusia kurang ajar.
Motor itu raib dari halaman parkir KONTRAS, sebelum pindah ke Kwitang, di Jl. Mendut, No. 3, Menteng, Jakarta Pusat.
"Ini kehilangan yang ketiga," cetus lalaki yang akrab disapa Cak Munir dan kerap keluar masuk gang sempit demi tugasnya itu.
Sosok yang bikin gerah militer zaman ORBA ini, pertama kehilangan Astrea Star 1995 pada Oktober 2000.
Motor itu dicongkel di parkiran Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Saat itu, Cak Munir sedang dinas luar.
Pas pulang Magrib, motor telah lenyap. Padahal teman parkirnya, Astrea Star, masih ada.
Kejadian itu langsung ia dilaporkan ke polisi.
"Bukan berharap motor balik. Sekadar antisipasi jangan jadi tertuduh. Bahaya kalau sewaktu-waktu motor saya jadi alat kejahatan," bilang pria berkumis lebat itu.
Cak Munir pertama nyemplak kuda besi kelas 2 SMA.
Saking lebatnya kumis Cak Munir, kadang kumisnya saja yang bergerak.
Apalagi kalau ada mahasiswa atau rakyat dilaporkan diculik.
Baca Juga : 14 Tahun Pembunuhan Munir: Dibunuh Karena Dianggap Halangi Program Pemerintah
Tapi kali ini, kumis Cak Munir tak bisa berbuat banyak, karena motornya diculik orang tak dikenal.
Kembali Cak Munir membeli Mandra. Maksudnya, Supra 1999.
Pada September 2001, di lokasi yang sama (LBH Jakarta), motor itu diculik juga.
Supra ini diparkir lama lantaran ditinggal tugas ke Papua. Maklum, di Papua banyak orang lenyap tiba-tiba.
Iya, macam lenyapnya Supra Cak Munir.
"Padahal setang dan roda telah dikunci," cerita kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini.
Ajaibnya, Supra yang dicolong itu dikembalikan lagi oleh pencurinya.
Itu setelah diberitakan di koran, si maling yang masih anak muda, kembali sembari menyerahkan duit Rp100 ribu.
Duit ini pengganti kerusakan kunci pengaman yang dirusak paksa. Kebetulan si anak muda, tahu Cak Munir pembela rakyat kecil!
Cak Munir nggak langsung menerima motor dan uang tersebut.
Ia malah menyuruh si anak muda ke bengkel. Si anak muda diminta memperbaiki sendiri kerusakan.
"Eh, dia balik lagi membawa motor. Itu sudah berikut kunci pengaman baru yang rapi," kenang Cak Munir yang dikenal berani.
Lha, orang belum berani menyentuh ABRI, dia geber tindakan aparat yang berlebihan.
Empat bulan dari kejadian itu, motornya kembali diculik dan tidak pernah ketemu lagi.
Baca Juga : Seleksi CPNS Resmi Dibuka 19 September 2018, Ini Dokumen Persyaratan yang Harus Disiapkan
Ketika ditanya apakah mau beli motor lagi, ia menjawab, “He, he, he.., beberapa teman mengusulkan saya tak perlu pake motor.”
Tapi itulah sosok Munir. Walau saat itu di kantornya bertengger Toyota Kijang dinas, dia tetap bikers sejati.
Ia lebih senang naik ojek. Karena ojek lebih mudah menerobos sana-sini mengelak kemacetan.
Dari rumah kontrakannya saat itu di Tebet, tukang ojek setia di mulut gang, mengantarnya ke KONTRAS.
"Tukang ojek sudah kenal saya. Tiap pagi saya selalu naik rider langganan itu," bilang suami Suciwati ini.