Penulis
Intisari-Online.com - Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita dengar saran agar ibu tidak memberi telur terlalu banyak pada anaknya.
Berbagai alasan biasanya menyertai pendapat ini. Salah satunya, anak akan bisulan karena terlalu banyak makan telur. Betulkah?
Telur telah lama dikenal masyarakat sebagai bahan makanan sumber protein hewani berkualitas baik.
Pendapat itu tidak salah. Telur ayam, misalnya, per 100g mengandung 162 kalori, protein 12,8 g, lemak 11,5 g, zat kapur (Ca) 54 mg, zat besi 2,7 mg, vitamin B1 0,1 mg.
Mengacu pada angka kecukupan gizi (AKG) Indonesia 1998, AKG anak usia 1-3 tahun memerlukan energi 1.250 kalori, protein 23 g, dan zat besi 8 mg.
Dari sini dapat dipahami bahwa pemberian telur pada kelompok anak usia tersebut sangat bermanfaat dalam pemenuhan kecukupan gizinya.
Namun, telur dikenal pula sebagai salah satu bahan makanan yang paling sering menimbulkan alergi.
Jenis makanan lain yang juga sering menimbulkan alergi adalah susu sapi atau kambing, kacang-kacangan, ikan laut, kedelai, dan gandum.
Alergi merupakan reaksi abnormal terhadap suatu zat asing yang masuk ke dalam tubuh. Zat asing ini disebut alergen.
Alergi makanan dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung alergen.
Reaksi dapat terjadi pada anak di semua golongan umur, terutama di bawah 5 tahun. Setelah 5 tahun, kejadian terkena alergi makanan akan berkurang.
Telur ayam merupakan alergen yang penting bagi anak, terutama yang menderita dermatitis atopik (eksem).
Kuning telur dianggap kurang alergenik dibandingkan dengan putih telur. Anak yang alergi terhadap telur ayam belum tentu alergi terhadap daging ayam maupun bulu ayam.
Namun, dapat timbul reaksi alergi bila diberikan vaksin yang ditanam pada kuning telur, seperti misalnya vaksin campak.
Gejala akibat alergi makanan dapat berupa bengkak dan gatal di bibir maupun di lidah.
Baca Juga: Hati-hati, Cara Memasak Ternyata Berpengaruh Terhadap Kandungan Nutrisi pada Telur
Selain itu, dapat menyebabkan muntah dan diare. Alergen makanan dapat melewati saluran cerna masuk ke dalam sirkulasi, selanjutnya mencetuskan reaksi pada organ lain.
Hipersensitif terhadap makanan diperkirakan merupakan penyebab sekitar sepertiga penderita dermatitis atopik.
Selain itu, pada kulit dapat timbul gejala berupa urtikaria akut (biduran).
Jadi, benarkah banyak makan telur dapat menimbulkan bisul? Hal itu terjadi jika si anak memang alergi terhadap telur.
Jangankan kebanyakan, sedikit saja bila alergi, tetap dapat menimbulkan reaksi.
Eksem akibat alergi telur dapat menimbulkan komplikasi infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Bisul sendiri biasanya disebabkan bakteri itu.
Lalu, untuk anak yang tidak alergi, apakah boleh mengonsumsi telur dalam jumlah banyak?
Baca Juga: Mengonsumsi Telur Rebus Memang Menyehatkan, Namun Jangan Lakukan Kesalahan Ini Saat Merebusnya
Seyogianya, anak tidak dibiasakan makan telur dalam jumlah berlebihan, cukup 2 butir sehari.
Soalnya, jika berlebihan telur, menu makan anak menjadi tidak seimbang. Proporsi protein dan lemaknya jadi berlebihan.
Umumnya, alergi makanan akan hilang dalam jangka waktu tertentu, kecuali alergi terhadap kacang tanah dan sejenisnya, serta hidangan laut.
Pengobatan paling penting pada alergi makanan ialah eliminasi (menghindari) makanan yang bersifat alergen.
Dengan terapi diet ketat selama beberapa tahun, alergi makanan dapat hilang saja.
Namun bukan berarti tidak akan timbul masalah malnutrisi atau gangguan makanan yang lain. Karena itu, perlu diusahakan untuk memberi makanan pengganti yang tepat.
Apabila mencurigai anak Anda menderita alergi makanan tertentu, berkonsultasilah pada dokter anak.
Baca Juga: Benarkah Makan Telur Rebus Dengan Kuning Telur yang Kehijauan Berbahaya Bagi Kesehatan?
Ditulis ulang dari buku Advis Medis Intisari, tulisan Savitri Sayogo, Sp.G, Spesialis Gizi, Jakarta.