Find Us On Social Media :

Wayang Golek: dari Pesanan Cinderamata Presiden Soekarno Hingga Bom Bali yang Bikin Penjualan Menyusut

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 29 Agustus 2019 | 13:15 WIB

Ruhiyat pun kerap diundang ke luar negeri untuk mengisi workshop wayang golek. Terakhir, sang ayah menjadi salah satu pengisi acara di Den Haag, Belanda, tahun 1986.

Baca Juga: Pernah Diundang ke Istana Negara Pada Era Soekarno, Begini Kisah Wayang Orang Sriwedari Saat Ini

Selain di dalam negeri, wayang golek juga memang dikenal amat diminati warga asing.

Tepatnya di tahun 1974 saat seorang wartawan Jerman membuat buku petunjuk wisata Indonesia bagi orang-orang Eropa.

Saat itu, banyak orang Eropa yang akhirnya mengenal wayang golek produksi ayahnya. Begitu pun warga Amerika Serikat yang melihat buku panduan wisata Indonesia dalam penerbangannya.

“Buku panduannya beda. Kalau yang Amerika ini, buku panduannya dibuat orang Australia. Bisa dilihat di penerbangan Indonesia tahun 1978an,” ucapnya.

Baca Juga: Clare Wolfowitz, ‘Wong Ndeso Amerika’ yang Cinta Mati dengan Tokoh Wayang Bima

Bom Bali

Seiring berkembangnya teknologi informasi, pembeli wayang di galeri miliknya didominasi wisatawan asing.

Pada Mei-Oktober, rombongan wisatawan asing datang ke tempatnya dan membeli wayang.

Hingga bom Bali terjadi pada tahun 2002, kemudian disusul bom Bali II tahun 2005. Penjualan wayang di galerinya merosot drastis.

Orang Eropa, Amerika, dan Australia yang kerap datang ke galerinya mendadak menghilang.

Baca Juga: Cerita Wayang Sasak Ciptaan Amaq Darwilis yang Menembus Pasar Amerika dan Eropa

Hal itu terjadi seiring terbitnya travel warning yang diterapkan banyak negara untuk tidak memasuki Indonesia.

“Wisatawan asing ini lebih menyukai wayang golek dibanding pribumi. Makanya saat bom Bali terjadi, nyaris tak ada pemasukan,” ucap dia.

Setelah travel warning dicabut, penjualan wayang golek di galerinya berangsur membaik, meskipun tidak sepenuhnya normal.

Ditambah perdagangan bebas, membuat penjualan menurun. Waktu kunjungan wisatawan asing ke Bandung pun semakin berkurang. Jika dulu bisa 4-7 hari, sekarang kurang dari itu.

Baca Juga: Tradisi Jawa Ruwatan dengan Pergelaran Wayang Kulit

“Berbeda dengan Bali yang sangat hidup karena pusat kebudayaannya," kata Tatang. "Bandung sekarang susah mau nonton wayang golek, belum lagi macet, jadi waktu kunjungannya makin menurun,” tutup dia.( Reni Susanti)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Wayang Golek: Dakwah, Soekarno, hingga Bom Bali..."