Penulis
Intisari-Online.com – ‘Panjang umurnya… panjang umurnya… panjang umurnya serta mulia’
Lagu itu hampir setiap kali dinyanyikan ketika seseorang berulang tahun, berharap sehat dan panjang umur.
Lalu apa rahasianya panjang umur? Coba saja tanyakan kepada mereka yang sudah mengalaminya.
Mereka mungkin akan menjawab, segelas wiski setiap hari, menghindari laki-laki, atau pun menyantap makanan enak.
Baca Juga: Orang Tertua di Dunia yang Berusia 116 Tahun Ungkap Rahasia Hidupnya yang Panjang dan Bahagia
Tetapi sebuah penelitian terbaru menunjukkan, alasan-alasan itu mungkin berlebihan dan bisa jadi tidak benar.
Namun, setidaknya alasan tadi bisa menjelaskan kondisi di beberapa wilayah di dunia, yang dikenal sebagai "zona biru," di mana banyak penduduknya hidup melewati usia 100 tahun.
Sardinia di Italia, dan Okinawa di Japan, adalah dua di antara beberapa wilayah yang masuk kategori "blue zones".
Kedua wilayah ini memiliki kesamaan -selain sama-sama desa dengan pantai kuno - sejumlah besar supercentenarian ada di sana, -atau penduduk yang hidup lebih dari 110 tahun.
Anggapan yang muncul kemudian adalah, mereka yang menetap di sana memiliki angka harapan hidup yang lebih tinggi.
Pada kenyataannya, kenyataannya membuktikan sebaliknya. Daerah-daerah yang membanggakan keberadaan orang tertua di dunia tersebut juga menjadi wilayah dengan harapan hidup terendah.
Sebuah hasil penelitian terbaru mengungkap kesimpulan tersebut dan dipublikasikan dalam jurnal BioRXiv, 16 Juli lalu.
Belajar dari data di AS Untuk memahami apa yang mungkin menyebabkan perbedaan temuan tersebut, sebaiknya melihat Amerika Serikat sebagai studi kasus.
Baca Juga: Miyako Chiyo, Orang Tertua di Dunia, Meninggal Dunia di Usia 117 Tahun
Pada akhir abad ke-19, AS mengklaim, populasi supercentenarian mereka jauh lebih besar.
Namun yang terjadi kemudian, pada sekitar pergantian abad ke-20, jumlah itu terus menurun.
Pola itu pun tidak ada hubungannya dengan kemunduran kualitas kesehatan negara tersebut.
Bahkan, harapan angka hidup secara keseluruhan terus meningkat, tetapi jumlah supercentenarians turun.
Alih-alih, yang telah berubah adalah kebiasaan manusia dalam mencatat. Atau, lebih khusus, lagi metode pencatatan data usia yang menjadi jauh lebih baik.
Di AS, negara bagian mulai merekam informasi penting dengan merujuk pada akta kelahiran dan kematian, pada waktu yang berbeda.
Nah, setiap kali suatu negara bagian mulai secara resmi merekam data kelahiran, dan jumlah warga berumur di atas 110 tahun, secara misterius jumlah populasinya turun 69-82 persen.
Jika demikian, artinya untuk setiap 10 data supercentenarian, 7-8 orang ternyata lebih muda usianya dari yang mereka akui.
Baca Juga: Inilah Kehidupan Sehari-hari 'Kakek Legend', Orang Tertua di Dunia yang Masih Hidup!
Mungkin, itu tidak langsung berarti bahwa mereka berbohong. Mungkin, kenyataan itu mencerminkan adanya kesalahan pencatatan.
Sehingga, supercentenarian terasa lebih umum, terutama di daerah dengan catatan yang buruk.
Lalu, bagaimana dengan manusia- manusia tertua yang hidup di Italia dan Jepang? Salah data dan penipuan Penemuan di AS bisa menjadi contoh bagaimana pendataan yang akurat dapat mengurangi jumlah supercentenarian di dalam satu populasi.
Italia yang telah menyimpan catatan vital selama ratusan tahun pun tak bisa menjadi bukti bahwa Sardinia langsung pantas mendapat sebutan zona biru tadi.
Baca Juga: Ingin Berumur Sampai 100 Tahun? Simak Pola Makan dari Orang-orang Tertua di Dunia Ini
Sebab, para peneliti mengidentifikasi petunjuk bahwa ada sumber lain dari data dalam komunitas ini, yang kemungkinan tidak benar dari komunitas yang dianggap sudah sangat tua ini.
Salah satunya, para peneliti menemukan, mereka yang hidup di zona biru ada dalam pola yang mencurigakan -tidak ada dari mereka yang memiliki karakteristik lazim dari populasi yang menua dengan sehat.
Di wilayah ini, semakin banyak supercentenarian, namun ternuata harapan hidup pun rendah.
Ditemukan layanan perawatan kesehatan yang tak berkualitas baik, dan tidak ada populasi besar berusia 80 tahun dengan kualitas hidup yang tinggi.
Baca Juga: Inilah Rahasia Panjang Umur Orang-orang Tertua di Dunia
Juga, tingkat melek huruf yang rendah, tingkat kejahatan yang tinggi, dan hasil uji kesehatan yang buruk.
Faktor-faktor tersebut dapat menunjukkan bahwa ada sesuatu yang mencurigakan terjadi pada data.
Para peneliti berpendapat, kesalahan pelaporan mungkin bisa menjadi pangkalnya.
Namun, kemungkinan penipuan dalam urusan pensiun, atau mengklaim identitas orang lain untuk menerima pensiun, bukan tak mungkin terjadi.
Mugkin ini adalah klaim yang kontroversial - tetapi ini bukan pertama kalinya zona biru dipertanyakan.
Baca Juga: Gertrude Weaver Meninggal Dunia Setelah Enam hari Menjadi Orang Tertua di Dunia
Pada tahun 2010, sebuah investigasi terhadap catatan-catatan Jepang menemukan bahwa 238.000 orang yang berusia lebih dari 100 tahun benar-benar hilang atau mati.
BBC melaporkan hanya menyisakan 40.399 dengan alamat yang jelas. Pada saat itu, para pejabat melaporkan bahwa banyak orang yang seharusnya berusia seratus tahun benar-benar meninggal, atau meninggalkan negara itu setelah Perang Dunia II.
Penyelidikan lain awal tahun ini memberikan bukti bahwa Jeanne Calment, yang pada usia 122 tahun adalah wanita tertua yang usianya terdokumentasi dengan baik.
Lalu ada kecurigaan, sebenarnya dia adalah putrinya yang berusia 99 tahun, yang mengklaim identitas Clament untuk pensiun.
Penipuan ataupun keberadaan data yang keliru mungkin tampak tidak mungkin dalam kasus Calment, mengingat baiknya dokumentasi nagara. Namun, investigasi atas tuduhan penipuan pun tidak dikonfirmasi.
"Tetapi laporan itu terjadi setiap saat, bahkan di antara para manusia berusia 110 tahun berprofil tinggi," kata Saul Newman, seorang ilmuwan data di Australian National University dan penulis studi baru BioRXiv.
"Dua orang pertama yang mencapai 112 tahun divalidasi, kemudian ditarik kembali. Tiga orang pertama yang mencapai 113 tahun pun mengalami nasib yang sama," kata Newman kepada Live Science.
Kekeliruan terkait aspek pendataan memang mungkin terjadi. Dia mencontohkan kasusCarrie White.
Baca Juga: Catat, Nih! Puasa Tak Cuma Sehatkan Jiwa, Tapi Juga Bisa Bikin Panjang Umur
White telah "divalidasi" sebagai supercentenarian selama 23 tahun, sampai kesalahan tipografi diidentifikasi dalam catatan suakanya.
"Jujur saja, jika data kamu tergantung pada tulisan tangan dari rumah sakit tahun 1900, apakah kamu terkejut dengan dugaan bahwa data ini mungkin tidak bisa dipercaya?" kata dia.
Sangatlah sulit untuk membayangkan setiap supercentenarian dapat dipertanggungjawabkan dengan berlandaskan pada data yang mungkin dibuat dengan tak teliti, atau pun ada aspek penipuan.
Penelitian ini tak hendak mengungkap masalah penipuan, tetapi sebaliknya menyoroti masalah umum dalam sains.
Baca Juga: Studi: Minum Kopi 3 Hingga 8 Cangkir Bisa Bikin Panjang Umur
Ketika melihat populasi atau kondisi yang sangat langka, data -dan juga pemahaman kita, dapat dengan mudah cenderung mengikutinya.
Pikirkan seperti ini, bayangkan ada sebuah kelompok berisi 1.000 orang, semuanya berusia di atas 100 tahun.
Secara statistik, hanya satu yang dapat bertahan hingga 110 tahun. Sekarang bayangkan orang lain dalam kelompok yang sama ini, yang belum 110 namun berbohong, dan mengatakan dia sudah 110 tahun.
Mungkin tidak banyak kebohongan yang terjadi, - tetapi secara efektif mampu menggandakan jumlah supercentenarian yang akan dihitung.
Baca Juga: Ternyata Berciuman Bikin Wajah Kencang dan Panjang Umur
Jadi adakah rahasia untuk orang hidup melewati usia 100 tahun?
Jika berkiblat pada penelitian ini, maka mempelajari kondisi di Sardinia dan Okinawa, nampaknya tak akan mampu mengungkap rahasianya kepada kita. Bukan begitu? (Glori K. Wadrianto)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menarik, Orang-orang Tertua di Dunia Mungkin Sebenarnya Tak Setua Itu"
Baca Juga: Studi: Rutin Makan Tomat Diklaim Bisa Perpanjang Umur