Informasi di atas perlu dipertanyakan karena buku Giebels sendiri menampilkan banyak kekeliruan fakta historis.
Lagi pula ia mengutip Abu Hanifah yang baru menerbitkan tulisan tahun 1972 (Tales of a Revolution). Abu Hanifah yang pernah tinggal di asrama mahasiswa Kramat Raya 106 itu kemudian menjadi pengurus Masyumi yang berseberangan dengan Bung Kamo.
Kedua, alasan yang lebih masuk akal adalah kesibukan Sukarno dalam mengembangkan partainya. Lagi pula dalam kongres itu sudah berperan tokoh PNI seperti Mr. Sunario dan Mr. Sartono.
Baca Juga: Beginilah Tulisan Tangan Bung Karno yang Luar Biasa, Isaratkan Masa Depan dengan Percaya Diri
Sukarno tampil di mana-mana. Rakyat terpesona dengan gaya berpidatonya yang penuh retorika.
"Matahari tidak terbit karena ayam berkokok. Tetapi ayam jantan berkokok karena Matahari terbit," ujar Sukarno.
"Penjajahan ialah upaya mengolah tanah, mengolah harta-harta di dalam tanah, mengolah tanam-tanaman, mengolah hewan-hewan dan terutama mengolah penduduk untuk keuntungan keperluan ekonomi dari bangsa yang menjajah."
Pada Oktober 1928 Sukarno berpidato di Semarang. Ketika sampai pada kalimat 'antitesis yang tidak mungkin diperdamaikan', ia distop berbicara oleh polisi. Peristiwa ini menghebohkan publik.