Find Us On Social Media :

Melihat Kembali Keputusan MK pada Sengketa Pilpres 2014: Dari Kecurangan yang Tak Terbukti Hingga Soal Nol Suara di Papua

By Ade S, Minggu, 23 Juni 2019 | 14:45 WIB

Pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla mengikuti acara debat di Balai Sarbini, Jakarta, Senin (9/6/2014). Debat capres dan cawapres rencananya akan dilakukan sebanyak lima kali selama masa kampanye.

 

Butuh tiga kali skorsing dan sekitar tujuh jam bagi sembilan Majelis Hakim MK untuk membacakan 300 halaman secara bergantian dalam sidang yang berlangsung di ruang sidang Pleno, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2014).

Sidang pun berlangsung dari siang hingga malam hari.Secara garis besar, MK mengelompokkan penolakannya menjadi beberapa bagian. Ini penjabarannya:

1. Klaim Hitungan Kemenangan

Prabowo-Hatta meminta MK agar menetapkan mereka sebagai pemenang pilpres berdasarkan perhitungan suara yang mereka lakukan sendiri.

Pasangan nomor urut 1 itu mengklaim telah mendapatkan 67.139.153 suara sementara Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya mendapatkan 66.435.124 suara.

Mereka menilai, hitung-hitungan Komisi Pemilihan Umum yang memenangkan pasangan Jokowi-JK tidak sah karena telah terjadi kecurangan yang terstruktur sistemais dan masif dalam pilpres.

KPU menetapkan Prabowo-Hatta mendapatkan 62.576.444 dan Jokowi-JK mendapatkan 70.997.833.

Namun, menurut Mahkamah, pemohon tidak menguraikan dengan jelas dan rinci pada tingkat mana dan dimana terjadinya kesalahan hasil penghitungan suara yang berakibat berkurangnya perolehan suara pemohon dan bertambahnya perolehan suara pihak terkait.

Bukti dan saksi dalam persidangan juga tak mampu menjelaskan hal itu.

"Justru sebaliknya keterangan saksi yang diajukan oleh termohon dan pihak terkait membuktikan bahwa tidak ada keberatan dari semua saksi pasangan calon dalam proses rekapitulasi mengenai perolehan suara," kata Hakim MK Muhammad Alim.

Baca Juga: Hasil Resmi Pilpres 2019: KPU Tetapkan Jokowi-Ma'ruf Menang Atas Prabowo Sandi