Penulis
“Are you fine to ride the scooter with me?” tanya Neeraj, tuan rumah sekaligus instruktur yoga saya, sebelum kami berencana pergi ke Rishikesh.
“Absolutely!” jawab saya sigap.
Yoga shala tempat saya tinggal dan berlatih yoga terletak kurang lebih 10 km dari Kota Rishikesh yang ramai.
Sungai Gangga mengalir hanya beberapa meter dari tempat saya tinggal.
Lokasi yoga shala ini sangat jauh dari keramaian kehidupan sebuah kota.
Dengan membonceng skuter milik Neeraj, saya antusias untuk melihat Rishikesh.
Selama ini, informasi tentang Rishikesh hanya saya dapat dari buku-buku.
Saling mengklakson
Rishikesh, kota yang dikenal sebagai pusat yoga dunia, terletak di negara bagian Uttarakhand, di utara India.
Kota ini di kaki Pegunungan Himalaya, tepi Sungai Gangga.
Karena itu, Rishikesh dikenal juga sebagai salah satu kota suci bagi umat Hindu, tempat menimba ilmu yang terkait dengan spiritual dan yoga.
Pura dan juga perguruan banyak didirikan di tepian Sungai Gangga.
Guru-guru spiritual dan yoga yang terkenal mulai dari Guru Vashishta hingga Sri Sri Ravi Shankar dan Swami Sukhdevanand pernah berguru di Rishikesh.
Baca Juga: Kumbh Mela, Ritual Suci di Mana 30 Juta Orang Mandi di Sungai Gangga demi Capai Keabadian
Jalan raya yang kami lalui lebar dan lengang hingga kami sampai di sebuah perempatan jalan yang menjadi penghubung antara Rishikesh dan kota-kota tetangganya, seperti Haridwar dan Dehradun.
Lalu-lintas kendaraan sangat padat.
Bus, mobil, motor, sepeda, bajaj, dan gerobak sapi berjejal di jalan dua arah yang tidak terlalu lebar itu.
Sementara itu, di kiri-kanan jalan terdapat pertokoan, kantor-kantor, dan tempat usaha.
Kesemrawutan di jalan kian menjadi, sebab banyak orang dari kota-kota di sekitar, termasuk New Delhi yang cukup jauh, datang menuju Rishikesh.
Maklum, hari itu Minggu dan kebetulan sedang libur panjang di India.
“Seharusnya kita jangan pergi di akhir pekan, saya salah perhitungan,” ujar Neeraj yang tidak menyangka akan terperangkap di lalu lintas yang sesak ini.
Saya yang diboncengi, meski agak was-was dengan keselamatan, tetap mencoba menikmati perjalanan.
Kekhawatiran saya dipicu oleh para pengemudi yang memotong jalan seenaknya dengan hanya membunyikan klakson.
Suasana sangat riuh-rendah, sahut-sahutan bunyi klakson terdengar dari berbagai penjuru.
Bagi yang tidak terbiasa suasana seperti itu bisa membuat pusing.
Setelah sedikit sport jantung, akhirnya, Neeraj memutuskan untuk memarkir skuter di penitipan motor di Jalan Haridwar Rishikesh Badrinath dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Tentu saja saya merasa lega karena tidak khawatir lagi berpapasan dengan mobil atau motor di kiri-kanan saya.
Di atas Sungai Gangga
Jalan raya itu juga sangat padat dengan bus wisata, mobil, dan pejalan kaki.
Kami lalu berjalan kaki dengan tujuan Raam Jhula, jembatan gantung yang menghubungkan Rishikesh yang dibelah oleh Sungai Gangga.
Saat menyusuri jalan raya menuju Raam Jhula, di sepanjang jalan saya melihat bangunan-bangunan penginapan dari yang kelas biasa hingga yang cukup mewah.
Sekali-sekali saya berpapasan dengan warga non-India yang mengenakan baju pelajar atau pendeta Hindu berwarna kuning safron.
Para pelajar itu dan wisatawan berbaur di jalanan.
Kami mulai memasuki jalan sempit yang turun-naik dan berkelok-kelok.
Di sepanjang jalan terdapat segala rupa toko mulai dari toko perhiasan, baju, buku, pernak-pernik; restoran, kedai kopi, ditambah lagi penginapan dan sekolah yoga.
Setiap beberapa meter melangkah, saya pasti menemukan papan nama sekolah yoga.
Saya merasa berada di kota yang punya banyak sekolah yoga.
Namun, seandainya saya menginap dan belajar yoga di daerah ini, pasti saya tersasar mencari-cari alamatnya untuk pertama kali.
Hari itu jalan-jalan sangat penuh dengan wisatawan dari dalam dan luar India.
Kami sampai di awal jembatan Raam Jhula yang susah untuk dilalui karena rapat dengan orang.
Jembatan yang lebarnya kurang lebih 1,5 m itu dilalui para pejalan kaki dan sepeda motor dari dua arah.
Selain itu, jembatan di atas Sungai Gangga itu menjadi tempat favorit orang untuk berswafoto.
Perjalanan kami pun menjadi tersendat-sendat.
Sungai Gangga terlihat elok dari Raam Jhula, airnya berwarna kehijauan, di tepinya berdiri kuil atau ashram yang beberapa di antaranya sudah berusia ratusan tahun.
Musim kering membuat permukaan air sungai terlihat sedikit surut dengan bebatuan di pinggirannya.
Baca Juga: Ajaib, 70 Tahun Kering dan Mati, Sungai yang Hilang Ini 'Lahir' Kembali, Kok Bisa?
Namun, di bagian tengah terlihat kelompok-kelompok orang yang sedang rafting.
Beberapa perahu rafting tampak dikayuh di tengah ombak sungai yang cukup deras.
Teriakan sahutan-sahutan mereka yang berada di perahu-perahu karet itu terdengar menggaung.
Setelah berjalan pelan-pelan akhirnya kami sampai juga di ujung jembatan Raam Jhula.
Lega rasanya terbebas dari kerumunan.
“Kamu tidak apa-apa berjalan kaki lagi?” tanya Neeraj dengan sedikit ragu kepada saya.
“Tentu tidak,” jawab saya.
Suasana yang sangat menarik dan berbeda membuat saya tidak merasakan kelelahan kaki.
Para pendeta memakai atribut yang berbeda, bergantung pada aliran atau pun sekte mereka.
Mereka terlihat lalu-lalang Saya melihat bahwa di situlah kekuatan India, keragaman dan perbedaan tidak menyebabkan friksi, malah menjadi sumber kekayaan.
Kami berhenti sejenak untuk minum.
Neeraj membeli minuman dingin di warung pinggir jalan untuk menghalau rasa haus setelah kami berjalan kaki di bawah terik matahari.
Kemudian kami melanjutkan perjalanan.
Jalan-jalan yang kami lalui tidak bersih benar, tapi dapat ditolerir.
Saya berkali-kali berpapasan dengan wisatawan asing, dari kelas pelajar hingga wisatawan backpacker.
Seperti di kebanyakan kota lain di India, hewan seperti sapi dan anjing bebas berkeliaran di jalan.
Meskipun demikian, anjing-anjing itu sangat jinak dan tidak pernah menyalak.
The Beatles dan Rishikesh
Baca Juga: Jadi Perdebatan, Misteri Konspirasi Kematian Anggota The Beatles Ini Pernah 'Booming'
Banyak cerita menarik yang disampaikan Neeraj tentang Rishikesh dan juga keadaan India pada umumnya.
Rishkesh sebelumnya adalah sebuah desa kecil yang terletak di tepi Sungai Gangga.
Hanya orang-orang tertentu mendatanginya untuk berguru pada resi atau pun guru spiritual.
Kedatangan kelompok musik The Beatles, 5o tahun lalu, di Rishikesh membuat kota ini terkenal.
Anggota band asal Inggris itu diundang oleh Maharishi Mahesh Yogi, seorang guru yang mengembangkan transcendental meditation.
Baca Juga: Perjuangan Sutopo Purwo Nugroho Lawan Kanker dan Skoliosis, Tak Bisa Tidur Hingga Ikut Yoga
Anggota The Beatles itu pun datang dan tinggal di Ashram Mahesh Yogi.
Salah seorang anggota The Beatles, George Harrison, bahkan terpincut untuk tinggal lebih lama, mempelajari lebih jauh tentang Hinduisme, dan menulis lagu di sana.
Setelah kedatangan The Beatles, beberapa aktris Barat lain juga mengikuti jejak itu.
Selanjutnya, Rishikesh ramai didatangi dengan tujuan rata-rata hanya untuk The Beatles, bahkan setelah Mahareshi Mahesh Yoga meninggal dan ashram tidak digunakan lagi.
Rishikesh menjadi semacam pilgrimage bagi kalangan Flower Generation.
“Ada yang tinggal berbulan-bulan di penginapan super murah, bukan untuk belajar yoga atau ilmu lainnya, tapi sekadar untuk bersenang-senang,” kata Neeraj yang juga menimba ilmu tentang yoga di Rishikesh.
Kita satu keluarga
Sekarang, wajah Rishkesh memang sudah banyak berubah dibandingkan dengan keadaan 50 atau 60 tahun lalu.
Sekarang, wisatawan asing berdatangan ke Rishikesh untuk rafting, bungee jumping, atau pun kayaking.
Kedai kopi dan penginapan-penginapan bertaburan.
Rishikesh, di satu sisi, menjadi tidak berbeda dengan kota-kota lain yang banyak dikunjungi wisatawan.
Namun, dengan keberadaan 10 ashram besar dan sekolah-sekolah yoga, Rishikesh tetap menjadi daya tarik sebagai tempat untuk merasakan kehidupan di ashram sekaligus tempat untuk menimba ilmu spiritual dan yoga.
Baca Juga: Rasakan 5 Manfaat Ini Jika Anda Mau Lakukan Yoga Secara Teratur
Salah satu ashram yang besar di Rishikesh adalah Parmath Niketan Ashram yang letaknya tidak jauh dari Sungai Gangga.
Tempatnya tertata rapih dan bersih dan bangunanannya dicat berwarna oranye cerah.
Setiap hari saat pagi dan petang, upacara Gangga aarti dilaksanakan di depan ashram ini yang tepat berada di tepi Sungai Gangga.
Tidak hanya di Parmath Niketan Ashram, beberapa kuil atau pun ashram yang letaknya di tepi Sungai Gangga juga mengadakan Gangga aarti ini pasa petang hari.
Pesan yang disampaikan menyentuh tentang kebersamaan, yang diperlukan untuk memelihara dan menjaga Sungai Gangga, apa pun latar belakang orangnya.
“We are family, “ demikian pesan yang disampaikan. (Wahyuni Kamah di Jakarta)
Tulisan ini telah tayang di Intisari dengan judul “Rishikesh, Ibu Kota Yoga Dunia”.