Find Us On Social Media :

Mengenal Konsep Restorative Justice yang Bikin Remaja Pengancam Jokowi Ini Bebas dari Kewajiban Jalani Hukuman

By Ade S, Rabu, 15 Mei 2019 | 16:45 WIB

Tangkapan layar penjelasan Divisi Humas Polri mengenai hoaks seputar video ancaman terhadap Jokowi

Prasyarat ”restorative justice

Dalam Pasal 9 Konvensi PBB tentang Keadilan Restorative Justice telah diupayakan diterapkan di sejumlah negara di dunia, seperti di Inggris, Austria, Finlandia, Jerman, AS, Kanada, Australia, Afrika Selatan, Gambia, Jamaika, dan Kolombia.

Pada umumnya prinsip dasar restorative justice yang lewat mediasi menentukan beberapa prasyarat terjadinya restorative justice, misalnya kekerasan dalam rumah tangga atau pelecehan seksual, yaitu (1) korban kejahatan harus menyetujui, (2) kekerasan harus dihentikan, (3) pelaku kejahatan harus mengambil tanggung jawab, (4) hanya pelaku kejahatan yang harus dipersalahkan bukan pada korban, (5) proses mediasi hanya dapat berlangsung dengan persetujuan korban.

 

Dari prasyarat mediasi penal tersebut terlihat bahwa martabat kemanusiaan korban kejahatan harus menjadi prioritas. Mediasi penal melibatkan proses spiritual untuk memulihkan dan membangkitkan rasa percaya diri korban. Urgensi dari mediasi penal menuju restorative justice merupakan upaya mencapai proses penyelesaian perkara yang berkualifikasi win-win solution.

Dari standar umum restorative justice tersebut, terhadap kejahatan korupsi tidak mungkin dilakukan mediasi penal karena korban kejahatan korupsi menyebar dalam kehidupan rakyat banyak yang hak sosial ekonominya dirampas oleh koruptor.

Beberapa alasan perlunya restorative justice melalui mediasi penal misalnya pada kasus kekerasan dalam rumah tangga: (1) mereka tidak ingin kasusnya sampai ke pengadilan (misalnya, karena akan malu), (2) mereka tidak melihat hukuman penjara merupakan jalan keluar, (3) mereka memerlukan hubungan berubah, (4) mereka menginginkan jalan keluar dari persoalan kekerasan rumah tangga.

Dari alasan yang menuntut adanya mediasi tersebut, tak diperlukan pola yang baku dalam mengupayakan mediasi penal. Indonesia bisa saja membuat prosedur berbeda dengan negara lain, misalnya mengambil nilai kearifan hukum lokal, seperti kearifan hukum lokal Papua, Aceh, dan lain sejenisnya.

Namun, yang harus dipedomani adalah adanya perlindungan bagi korban, prosedur-prosedur yang memberikan alternatif bagi upaya sukarela, pendekatan multiaspek, tersedianya dukungan pelayanan, sumber daya tenaga staf yang cukup, serta pelatihan dan pengawasan yang sungguh-sungguh.

Respons masyarakat pemangku kepentingan dan negara terhadap kejahatan merupakan prasyarat tegaknya keamanan, ketertiban, ketenteraman, dan keadilan.

Baca Juga : Bocah 10 Tahun Bunuh Diri Karena 'Bullying' di Sekolah, Bagaimana Cara Orangtua Mengatasinya?