Advertorial
Intisari-Online.com – Nama Hermawan Susanto (25) menjadi pembicaraan hangat warga Indonesia setelah videonya menjadi viral.
Di mana dalam video viral tersebut, Hermawan melakukan pengancaman pembunuhan terhadap Presiden RI, Joko Widodo.
Pemuda berusia 25 tahun tersebut mengancam akan memenggal kepala Jokowi saat berdemonstrasi di depan Gedung Bawaslu beberapa waktu lalu.
Melihat video tersebut, seorang relawan Jokowi Mania melaporkan pria tersebut ke polisi menggunakan Pasal 27 ayat 4 jo Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 19/2016 tentang ITE.
Tak lama, aparat Subdit Jatanras Polda Metro Jaya membekuknya di Perumahan Metro, Parung, Kabupaten Bogor, Minggu (12/5/2019) pukul 08.00 pagi.
Ia juga langsung ditetapkan tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara dan tindak pidana ITE dengan modus pengancaman pembunuhan terhadap Presiden RI.
Hermawan juga sudah mengaku bersalah.
"Kalau yang kemaren di video itu, jelas itu memang saya. Disitu saya emosional, memang saya ngakuin salah sebenarnya," kataHermawanSusantodalam video yang didapat Warta Kota pada Minggu (12/5/2019).
Alhasil, kini Hermawan terancam hukuman mati.
Hal ini berdasarkan Pasal 104 KUHP tentang keamanan negara yang mengancam keselamatan presiden dan wakil presiden atau Pasal 27 ayat 4 junto pasal 45 ayat 1 UU RI nomot 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE.
Pasal 104 KUHP menyebutkan,makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Adapun pasal 27ayat 4 junto pasal 45 ayat 1 UU RI nomot 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI no 11 tahun 2008 tentang ITE mengatur ancaman pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan pidana penjara paling lama paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.
Di Indonesia sendiri, hukuman mati sudah dijatuhkan kepada beberapa terpidana yang terlibat kasus besar. Misalnya narkoba hingga terorisme. Bahkan sudah ada yang pada tahap eksekusi.
Baca Juga : Kasus Ibu Beri Pil KB Kepada 2 Anaknya Setelah Diperkosa Ayahnya: Ini Bahaya Pil KB Bagi Remaja Perempuan
Nah, untuk eksekusi hukuman mati, pemerintah Indonesia biasanya melalukannya di kompleks penjara di pulau Nusakambangan yang terletak dilepas pantai Cilacap di Jawa Tengah.
Penjara itu dapat menampung lebih dari 1.500 narapidana, termasuk mereka yang ditahan karena perdagangan narkoba dan terorisme.
Pulau Nusakambangan yang memiliki keamanan tingkat tinggi, yang dikenal oleh penduduk setempat sebagai Pulau Hantu.
Penjara di Pulau Nusakambangan sebenarnya memang sudah ada sejak zaman dahulu.
Saat ini, penjara-penjara kolonial itu sudah lama ditutup, namun masih bisa dilihat oleh para pengunjung di pulau itu.
Pulau tersebut masih memiliki hutan dengan binatang buas di dalamnya.
Ular kobra bahkan menyebar di sekitar hutan lima tahun yang lalu untuk mencegah narapidana mencoba melarikan diri.
Pulau 'penjara' ini berjarak 3 kilometer dari pusat kota Cilacap.
Orang-orang yang ingin mengunjungi pulau itu harus menaiki kapal resmi dari pelabuhan Wijaya Pura.
Namun hanya orang-orang terpilih yang telah diperiksa dengan ketat dapat mengakses penjara di Pulau Nusakambangan.
Ada tujuh penjara di pulau seluas 210 kilometer persegi itu.
Antara lain penjaraBesi, Batu, Kembang Kuning, Narkotika, Permisan, Pasir Putih dan Terbuka, yang terpisah satu sama lain.
Setiap kompleks dijaga ketat dan dibagi menjadi beberapa blok terpisah dengan dinding dan pagar tinggi.
Kebanyakan narapidana di pulau itu menjalani hukuman lebih dari lima tahun hingga hukuman mati.
Penjara ini juga terkenal akan eksekusi trio teroris terkenal yang bertanggung jawab atas bom Bali, Imam Samudra, Amrozi, dan Mukhlas pada tahun 2008.
Tempat eksekusi mungkin bisa dilakukan di beberapa wilayah sepi yang ada di pulau.
Akan tetapi yang paling terkenal adalah situs Nirbaya dan Li-musbuntu.
Baca Juga : Kisah Robinson Sinurat, Anak Petani yang Berhasil Lulus S2 di Columbia Univesity dan Bertemu Barack Obama
Ada beberapa urutan untuk proses eksekusi para terpidana hukuman mati.
Para terpidana mati biasannya ditempatkan di ruang isolasi terlebih dahulu.
Sebelum memasuki sel isolasi, mereka akan diberitahu kapan mereka akan dieksekusi dan diminta untuk menentukan 'tiga permintaan terakhir'.
Menurut hukum Indonesia, narapidana harus diberitahu kapan eksekusi mereka akan terjadi setidaknya 72 jam sebelum eksekusi hukuman matidilakukan.
Adapun tugas dari eksekusi itu sendiri dilakukan melalui regu tembak.
Menurut mantan algojo, urutan hukuman eksekusi mati adalah sebagai berikut:
1. Sebuah regu tembak berjumlah 12 orang yang terdiri dari penembak yang sangat terlatih dipilih, dengan dua orang tambahan siap siaga.
Mereka secara khusus yang dipilih memiliki usia 20-an, secara fisik dan mental juga harus cocok untuk tugas tersebut.
2. Para tahanan ditutup matanya dan kebanyakan mengarah ke salah satu dari dua bidang eksekusi: Nirbaya atau Li-musbuntu.
3. Narapidana diberikan pilihan untuk duduk, berdiri, atau berlututsebelum dieksekusi.
4. Para penembak kemudian akan menembak secara bersamaan pada narapidana, membidik lurus ke jantungnya.
Mereka jarang menembak meleset karena sebelumnya diberikan pelatihan tambahan untuk mengasah keterampilan menembak mereka.
Menurut beberapa sumber, hanya tiga senapan laras panjang yang diisi peluru, sementara sembilan senapan lain diisi peluru hampa.
5. Narapidana harus mati dalam satu menit.
6. Jika terpidana tidak langsung mati, seorang penembak dapat diminta untuk menembak kepala terpidana, tepat di atas telinganya.
Mantan algojo itu mengatakan bahwa terpidana mati ada yang menangis dan meminta penasihat agama.
Namun sebagian besar menerima nasib mereka dengan tenang. (Adrie P. Saputra)
Baca Juga : Tak Bikin Malu, Justru Kebiasaan Kentut di Depan Pasangan Bisa Buat Hubungan Lebih Bahagia