Find Us On Social Media :

Sejarah Panjang Kekerasan di Sri Lanka, Serta Hubungannya dengan Aksi Pengeboman dan ISIS

By Mentari DP, Selasa, 30 April 2019 | 20:00 WIB

Sejarah panjang kekerasan di Sri Lanka.

Sejarah kerusuhan

Sebelum meraih kemerdekaan di tahun 1948, ketegangan etnis di Sri Lanka memang sudah tinggi.

Kemenangan Partai Freedom Party tahun 1956 di bawah Perdana Menteri Solomon Bandaranaike memperparah ketegangan etnis yang ada.

Bandaranaike menyebut dirinya sebagai “pembela budaya Sinhala yang terkepung” dan memprakarsai pembentukan Undang-Undang Sinhala.

Undang-undang tersebut mengistimewakan penduduk Sinhala sebagai mayoritas di negara tersebut dan menetapkan Buddha, sebagai agama mayoritas di atas minoritas Hindu dan Muslim Tamil.

Undang-undang ini berdampak pada pemaksaan Bandaranaike untuk mundur. Pada 1959, ia dibunuh oleh seorang biksu Buddha ekstremis.

Ketegangan antar-etnis berlanjut dengan banyaknya kekerasan yang melibatkan massa.

Pada 1962, terjadi percobaan kudeta militer, dan tahun 1964, sekitar 600.000 generasi ketiga “India” Tamil dipindahkan secara paksa ke India.

Pada 1972, dan sekali lagi pada 1987, partai berhaluan Marxis, Janatha Vimukthi Peramuna (JVP), yang didominasi orang Sinhala melancarkan pemberontakan berdarah. Bentrokan antara Sinhala dan Tamil pada 1983 menyebabkan serangan terhadap konvoi tentara Sri Lanka.

Bentrokan yang juga dikenal sebagai “Juli Kelam” ini memicu kemarahan warga Sinhala terhadap etnis Tamil, yang menewaskan sedikitnya 3.000 orang dan menandai dimulainya perang saudara.

Perang ini terkenal sebagai sejarah kelam Sri Lanka. Macan Tamil menggunakan bom bunuh diri sebagai senjata taktis untuk membunuh tokoh politik.

India turut ikut campur dalam perang sipil ini pada 1987.

Sebagai balasan, seorang pengebom bunuh diri Macan Tamil membunuh mantan Perdana Menteri India, Rajiv Gandhi, pada tahun 1991.

Baca Juga : Masih Ingat Pemuda 19 Tahun yang Retas Situs KPU Hanya dari Warnet? Ini Kabar Terbarunya