Find Us On Social Media :

Kisah Pembunuh Terkeji di Dunia, Jadi Petani Sayur Tapi Telah Membunuh 500 orang

By Afif Khoirul M, Senin, 29 April 2019 | 18:00 WIB

Ilustrasi-pembunuh bayaran.

Santan mencengkeram senapannya, dan menatap lurus ke arah dada Yellow ketika dia berdiri di atas perahu kayu di tanah terbuka dekat sungai.

Dia tahu bahwa hanya dalam jarak 40 yard, dia tidak mungkin melewatkan sasarannya.

Ketika tembakan akhirnya terdengar di keheningan hutan, Santana sempat melihat ekspresi teror yang sekilas melintasi wajah korbannya sebelum dia jatuh mati ke dasar kapalnya.

Kemudian Santana menyingkirkan mayat itu, membakar dan melemparkannya ke sungai, di mana piranha-pirahan sudah siap melahap sisa-sisa jasadnya.

“Tidak pernah dalam hidupku aku akan membunuh siapa pun, Tuhan,” katanya. “Tidak akan lagi.”

Santana akan mengingat pembunuhan pertama itu sepanjang sisa kariernya yang berlumuran darah.

Bahkan setelah dia mengambil nyawa hampir 500 nyawa dan menjadi pembunuh bayaran paling produktif di dunia, raut wajah Yellow sesaat sebelum dia meninggal akan menghantui mimpinya selama beberapa dekade.

Baca Juga : Ibu di Cilacap Bunuh Diri Pascamelahirkan: Kenali Sebab dan Ciri Baby Blues Syndrome

Santana sebenarnya memiliki sedikit aspirasi dalam hidup.

Seperti kebanyakan pria muda di pedalaman Brasil, dia tampaknya “ditakdirkan untuk menjadi nelayan yang damai yang tinggal di kedalaman hutan hujan," tulis wartawan Brasil pemenang penghargaan, Klester Cavalcanti, dalam buku barunya The Name of Death yang mengisahkan karier Santana.

Di Brasil, buku ini juga telah diadaptasi sebagai film layar lebar.

Cavalcanti mengatakan dia menemukan Santana dalam perjalanan pelaporan ke Amazon 10 tahun yang lalu untuk menyelidiki perbudakan modern.

“Seorang perwira polisi federal mengatakan kepada saya bahwa sangat umum di wilayah itu para peternak mengontrak para pembunuh bayaran untuk membunuh budak buron," kata Cavalcanti, 49, kepada The Post.

“Saya mengatakan kepada petugas bahwa saya benar-benar ingin mewawancarai pembunuh bayaran dan dia memberi saya nomor untuk telepon umum dan mengatakan kepada saya untuk meneleponnya pada tanggal dan waktu tertentu.”

Ketika Santana menjawab telepon di Porto Franco, kota kecil di pedalaman negara bagian Maranhao, Brasil, tempat dia tinggal saat itu, dia enggan berbicara dengan wartawan itu.

“Saya menghabiskan tujuh tahun meyakinkan dia untuk berbicara kepada saya tentang hidupnya," kata Cavalcanti.

“Kami berbicara tentang segalanya dan bukan hanya tentang pekerjaannya. Dia berbicara tentang masa kecilnya, hubungannya dengan orangtuanya dan saudara-saudaranya dan kehidupan yang tenang yang dia jalani di hutan serta drama internal yang dia hadapi ketika dia mulai bekerja sebagai pembunuh bayaran.”

Baca Juga : Termasuk Masalah Komunikasi, Ini 7 Kondisi yang Membuat Wanita Mudah Tergoda untuk Selingkuh