Find Us On Social Media :

Ketika Malaysia Masuk dalam 'Jebakan' China dan Tak Bisa Lepas Lagi

By Tatik Ariyani, Senin, 22 April 2019 | 10:30 WIB

Lalu, ada ketergantungan Malaysia pada China untuk ekspornya.

Tahun lalu, China adalah pasar ekspor terbesar untuk Malaysia ($ 42,5 miliar/sekitar Rp597 triliun), diikuti oleh Singapura ($ 35,7 miliar/sekitar Rp530 triliun), dan AS ($ 33,1 miliar/sekitar Rp465 triliun).

Itu memberi China pengaruh besar terhadap perilaku 'irasional' apa pun oleh Malaysia.

Secara kebetulan pula, belakangan ini ekspor Malaysia turun secara tak terduga, turun 5,3 persen setiap tahun ke MYR 66,6 miliar (sekitar Rp225,7 triliun) pada Februari 2019, setelah 3,1% pada Januari dan kehilangan konsensus pasar sebesar 1,4%, menurut Tradingeconomics.com.

Penjualan turun untuk produk berbasis minyak kelapa sawit dan minyak sawit (-13,4% menjadi MYR 4,7 miliar/sekitar Rp15,9 triliun), produk minyak sulingan (-30,9% menjadi MYR 3,6 miliar/sekitar Rp12,2 tirliun); minyak mentah (-21,8% menjadi MYR 1,9 miliar/sekitar Rp6,4 triliun); kayu & produk berbasis kayu (-1,7% menjadi MYR 1,4 miliar/Rp4,7 triliun) dan karet alam (-23,1% hingga MYR 0,2 miliar/Rp677,8 miliar).

Sementara itu, keputusan Mahathir untuk menghidupkan kembali Iskandar Waterfront Holdings dan China Railway Engineering Corp (CREC) datang beberapa jam setelah dia mengawasi penandatanganan perjanjian pertukaran mata uang dan rencana untuk meningkatkan impor durian dan minyak kelapa sawit beku Malaysia.

Baca Juga : Agar Tak Dehidrasi Saat Puasa, Ini Aturan Minum yang Patut Diikuti