Find Us On Social Media :

Sangat Terobsesi pada Ketepatan Waktu, Begini Asal Muasal Kebiasaan Itu di Jepang

By Muflika Nur Fuaddah, Senin, 18 Maret 2019 | 06:30 WIB

Ketepatan waktu mungkin juga merupakan salah satu alasan utama mengapa Tokyo, terlepas dari dimensi dan status megalopolisnya sebagai salah satu kota paling padat di planet ini.

Dilansir dari Kompas.com, dalam sejarahnya, Jepang sebenarnya tidak selamanya menjadi tempat yang paling menghargai waktu.

Hingga akhir 1800-an, Jepang di masa pra-industrial masih bersikap amat santai.

Willem Huyssen van Kattendijke, seorang perwira AL Belanda yang datang ke Jepang pada 1850-an, menulis di catatan hariannya bahwa warga Jepang tidak pernah datang tepat waktu.

Saat itu, masih kata Willem, kereta api di Jepang bahkan kerap terlambat 20 menit dari jadwal seharusnya.

Di masa Restorasi Meiji (1868-1912), di saat Kaisar Meiji menghapus sistem feodal, menerapkan reformasi militer dan industrialisasi, ketepatan waktu menjadi norma bar.

Baca Juga : Biasanya Hanya Menjadi Hama Siapa Sangka Rumput Teki Punya Manfaat Bagi Kesehatan Kulit

Budaya baru ini dianggap menjadi kunci utama kemajuan pesat Jepang dari negeri agraris menjadi sebuah masyarakat industri modern.

Sekolah, perusahaan, dan jaringan kereta api, di mana ketepatan waktu diberlakukan ketat, menjadi institusi yang menjadi ujung tombak perubahan budaya ini.

Di masa inilah, jam tangan menjadi benda populer dan konsep 24 jam sehari menjadi hal yang familiar bagi warga biasa.

Di atas semua itu, menurut peneliti Ichiro Oda, saat itulah warga Jepang menyadari konsep "waktu adalah uang".

Pada 1920-an, ketepatan waktu dilembagakan dalam berbagai propaganda negara.

Berbagai poster soal ketepatan dan penghematan waktu disebar.

Misalnya bagaimana cara perempuan menata rambut dalam lima menit jika tak ada acara khusus.

Sejak saat itulah, ketepatan waktu dikaitkan dengan produktivitas di perusahaan dan organisasi.

Demikian penjelasan Makoto Watanabe, guru besar ilmu komunikasi dan media di Universitas Bunkyo Hokkaido.

Baca Juga : Kisah Robinson Sinurat, Anak Petani yang Berhasil Lulus S2 di Columbia Univesity dan Bertemu Barack Obama