10 Mitos Perkawinan yang Mungkin Masih Dipercaya, Apa Saja?

Adrie Saputra

Penulis

Berdasarkan hasil penelitian, angka perceraian semakin meningkat. Ternyata banyak mitos perkawinan yang masih dipercaya hingga kini.

Intisari-Online.com – Berdasarkan hasil penelitian, angka perceraian terus saja meningkat. Tak sedikit pula pasangan yang mulai mengevaluasi ulang hubungan mereka.

Nah,sebelum Anda mulai melakukan analisa, sebaiknya simak kenyataan akan mitos mengenai perkawinan berikut ini seperti pernah dimuat di Tabloid NOVA dengan judul 10 Mitos Perkawinan, pada edisi Desember 2005.

Mitos 1.

Perkawinan Iebih menguntungkan pria daripada wanita.

Kenyataannya:

Penelitian membuktikan, pria dan wanita memperoleh keuntungan yang sama dari sebuah perkawinan walaupun dari cara yang berbeda.

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Ini Usia Perkawinan yang Rawan Perceraian

Dengan menikah, baik wanita maupun pria merasa panjang umur, Iebih bahagia, Iebih sehat, dan Iebih kaya.

Suami Iebih sehat sementara istri lebih beruntung dari sisi keuangan.

Mitos 2.

Kehadiran anak meningkatkan kebahagiaan suami-istri. Hubungan jadi lebih dekat.

Kenyataannya:

Baca Juga : Tiga Rahasia yang Tidak Dikatakan Pria Pada Malam Pertama Perkawinan

Penelitian menunjukkan, kelahiran anak pertama justru bisa merenggangkan hubungan suami-suami, serta menimbulkan stres karena sibuknya sang istri mengurus bayi sementara suami merasa tidak diperhatikan.

Namun demikian, angka perceraian tetap Iebih rendah pada pasangan yang mempunyai anak dibandingkan pada pasangan yang tidak memiliki anak.

Mitos 3.

Cinta yang romantis dan keberuntungan merupakan kunci suksesnya sebuah perkawinan.

Kenyataannya:

Baca Juga : 'Putri Diana Terlalu Membesar-besarkan Perkawinannya yang Tanpa Cinta'

Selain keberuntungan dan cinta, alasan yang paling umum bagi suksesnya sebuah perkawinan adalah komitmen dan persahabatan.

Perkawinan merupakan hasil kerja keras, dedikasi, serta komitmen.

Pasangan yang paling berbahagia adalah pasangan yang merupakan sahabat di dalam suka dan duka.

Mitos 4.

Semakin berpendidikan seorang wanita, semakin kecil kemungkinan baginya untuk menikah.

Baca Juga : Gadis-gadis Swedia Diminta Selipkan Sendok di Celana Dalamnya untuk Hindari Perkawinan Paksa

Kenyataannya:

Penelitian lagi-lagi menunjukkan, wanita yang berpendidikan tinggi tetap berminat untuk menikah walaupun pernikahan tersebut terjadi di usia mereka yang tidak muda.

Mitos 5.

Pasangan yang hidup bersama sebelum menikah, pernikahannya bakal lebih langgeng daripada pasangan yang menikah tanpa melakukan hidup bersama terlebih dahulu.

Kenyataannya:

Baca Juga : Rumah Tangga Tidak Bahagia? Ini 5 Tanda Anda Pengacau Perkawinan

Dari penelitian didapat kenyataan, angka perceraian justru lebih tinggi pada pasangan yang hidup bersama sebelum menikah dibandingkan pada pasangan menikah tetapi tidak hidup bersama sebelum menikah.

Hal ini mungkin disebabkan karena mereka sudah terbiasa untuk tidak terikat pada suatu komitmen sehingga pada saat ada masalah, mereka terbiasa untuk melepaskan diri dari permasalahan.

Mitos 6.

Kita tidak dapat mengharapkan perkawinan seumur hidup seperti yang terjadi pada beberapa generasi sebelum ini.

Kenyataannya:

Baca Juga : Sule Digugat Cerai Istri, Yuk Kenali Gangguan Neurosis yang Bikin Perkawinan Tidak Harmonis

Kecuali kita tidak membandingkannya pada apa yang terjadi seratus tahun yang lalu, tidak ada dasarnya untuk mempercayai mitos tersebut.

Manakala orang dewasa masa kini dapat hidup lebih lama daripada kakek/neneknya, mereka juga menikah terlambat.

Kehidupan berkisar antara perceraian-hidup bersama, oleh karena itu kehidupan perkawinan tidak terlalu banyak berubah dalam 50 tahun belakangan ini.

Selain itu,banyak pasangan yang "pergi", jauh hari sebelum hari ulang tahun pernikahan mereka yang ke-10.

Separuh dari seluruh jumlah perceraian terjadi di usia ke-7 perkawinan.

Baca Juga : Perkawinan Balita Ala India, Si Suami Masih Menyusu ke Ibunya

Mitos 7.

Risiko mendapat kekerasan di dalam rumah tangga lebih tinggi pada wanita menikah dibandingkan dengan wanita tidak menikah.

Kenyataannya:

Bertentangan dengan anggapan sebagian pria bahwa "menikah berarti pria bebas untuk melakukan apa saja terhadap istrinya, termasuk memukul", penelitian menunjukkan, dengan tidak menikah - dan terutama tinggal satu rumah dengan pria tanpa menikah - merupakan risiko tinggi bagi wanita untuk mengalami tindak kekerasan di dalam rumah tangga dibandingkan dengan wanita yang menikah.

Tambahan lagi, para wanita tidak akan menikahi pria yang kasar dan kalaupun kekasaran terjadi sesudah pernikahan, para wanita akan meminta cerai.

Baca Juga : R.A Kartini: Benci Peraturan Perkawinan yang Hanya Menguntungkan Pihak Suami

Para pria menikah cenderung tidak melakukan kekerasan karena istri yang sehat dan bahagia merupakan investasi bagi mereka dan terlebih lagi karena alasan keluarga besar dan masyarakat.

Kekuatan sosial merupakan rem bagi para pria untuk melakukan kekerasan.

Mitos 8.

Angka kepuasan seks dan hubungan seks lebih tinggi pada orang yang tidak menikah dibandingkan dengan orang yang menikah.

Kenyataannya:

Baca Juga : Perceraian Makin Marak, Mari Kita Kenali Gangguan Neurosis Yang Bikin Perkawinan Tak Harmonis

Dibandingkan dengan pasangan yang tidak menikah, pasangan yang menikah lebih banyak melakukan dan menikmati hubungan seks.

Mereka merasakan kenikmatan seks baik secara fisik maupun mental.

Mitos 9.

Hidup bersama dan menikah tidak jauh berbeda. Bedanya hanya di secarik kertas.

Kenyataannya:

Baca Juga : Sebelum Bunuh Diri, Hitler Tulis Wasiat: Saya Tidak Sanggup Memikul Tanggung Jawab Perkawinan

Dibandingkan dengan menikah, hidup bersama tidak memberi keuntungan. Baik dari segi kesehatan, finansial,maupun kebahagiaan emosi.

Pada dasarnya, hidup bersama (tanpa menikah) tidak jauh berbeda dengan hidup lajang karena pasangan yang melakukan hidup bersama cenderung untuk tidak mempunyai komitmen seperti yang dilakukan oleh pasangan yang menikah dan mereka lebih mementingkan kebebasan pribadi daripada memperhatikan kebahagiaan pasangannya.

Mitos 10.

Karena angka perceraian tinggi yang disebabkan oleh perkawinan yang tidak bahagia,orang yang memilih untuk tidak bercerai memiliki perkawinan yang bahagia dibandingkan dengan yang dilakukan oleh orang-orang pada generasi sebelum ini di mana mereka tidak dapat berbuat apa-apa walau sedemikian parahnya perkawinannya.

Baca Juga : Romantis, Pasangan Kakek Nenek Ini Rayakan Perkawinannya yang ke-85. Ini Resepnya

Kenyataannya:

Berdasar hasil penelitian, secara umum tingkatan perkawinan yang bahagia tidak bertambah dan bahkan agak menurun.

Beberapa penelitian menunjukkan, perkawinan masa kini, dibandingkan dengan 20 atau 30 tahun yang lalu, menunjukkan lebih banyak stres karena pekerjaan, lebih banyak konflik rumah tangga, dan kurangnya interaksi antara suami dan istri. (Aline)

Artikel Terkait