Advertorial

Ketika Tommy Soeharto yang Waktu Itu Masih Lajang Memberi Wejangan tentang Perkawinan dan Balapan

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Intisari-Online.com -Lahir pada urutan ke lima, Hutomo Mandala Putra atau Tommy, menganggap dirinya biasa saja.

“Sama seperti manusia lainnya,” kata sosok yang saat itu masih berusia 26 tahun, kepada Tabloid Nova yang terbit pada 5 Maret 1989 lalu.

Waktu itu, Tommy menjadi satu-satunya putra-putri Presiden Soeharto yang belum menikah.

Padahal, “Seandainya untuk hidup sendiri, saya kira saya sudah lebih dari cukup. Saya tidak butuh uang bermilyar dolar kok,” katanya 29 tahun yang lalu itu.

Jadi, apalagi yang ditunggu Tommy waktu itu, sebelum menjatuhkan pilihan calon pasangan hidupnya?

Dengan gayanya yang khas dan selalu tersenyum, waktu itu ia berujar, “Saya ingin membuktikan pada generasi muda atau mereka yang sebaya saya, jangan karena faktor umur lalu cepat-cepat kawin. Untuk menuju ke perkawinan, sebaiknya sudah siap mental.”

Baca juga:[Arsip] Ketika Eva Arnaz Lebih Memilih 'Berondong': Usia yang Lebih Tua Tak Menjamin Rumah Tangga Harmonis

Lebih dari itu, tambahnya, kita harus melihat lebih dalam lagi dengan pandangan yang lebih luas.

“Janganlah menikah hanya untuk kepentingan diri sendiri dan akhirnya menyulitkan keluarga sendiri di kemudian hari. Buntutnya pasti tidak baik.”

Apalagi, sambung Tommy, kalau nantinya memiliki anak.

“Itu kan berarti kita harus benar-benar mengajarkan anak sampai mereka bisa mandiri,” lanjutnya.

Karena itu, bagi Tommy saat itu, umur bukan men jadi patokan! Jangan mentang-mentang materi ada serta hidup cukup bahagia lalu bisa menjamin seseorang harus cepat-cepat menikah. Tidak!

“Bagi saya, dengan usia yang makin dewasa, berarti makin matang dalam segala hal,” tegasnya.

Dan itu, menurut Tommy, “Secara tidak langsung saya ikut membantu pembangunan nasional. Bagaimana pembangunan nasional bisa berhasil kalau pertumbuhan penduduk jauh lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi? Akhirnya malah kemajuan ekonomi tidak dirasakan manfaatnya.”

Selain sibuk dengan perusahaannya, Tommy yang waktu itu masih tergolong anak muda juga kerap terlihat di arena balap dan reli mobil.

Baca juga:Tommy Soeharto Ingin Bangun Gedung 'Supertall' 80 Lantai

Bagaimana tidak, waktu itu ia sudah menjabat sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) DKI. Menurutnya, keterlibatannya sebagai ketua olahraga bermotor itu bukan lantaran ia anak presiden.

“Bukan karena saya anak Presiden! Anggapan itu tidak relevan. Janganlah orang hanya menghubung-hubungkan dengan anak residen atau apa pun. Lebih baik, kita mencari segi positifnya saja,” katanya tegas.

Selain itu, waktu itu ia juga tak sependapat dengan anggapan sebagian orang, bahwa olahraga bermotor merupakan olahraga elite.

Sambil membenahi letak topinya yang bertuliskan HUMPUSS, Tommy berujar, “Sesuatu perubahan, biasanya selalu menimbulkan pro dan kontra. Atau ada yang senang, juga tak suka.”

“Tetapi hal itu sudah umum kok. Di mana saja di dunia ini, pasti mengalami hal itu. Bukan saja di negeri kita," ujarnya kalem.

Soal pro dan kontra, ia pun memberi contoh.

“Dalam hal membuat dan memproduksi pesawat terbang pun, masih ada nada sumbang. Tapi orang lupa, tanpa disadari, hasil teknologi canggih itu pun akhirnya dinikmati masyarakat umum,” katanya sambil memberi contoh pesawat Boeing, Airbus.

Begitu juga di oiahraga bermotor.

Baca juga:Sandyakalaning Cendana, Saat Soeharto Ditinggalkan Semua Orang Kepercayaan

“Artinya, kita sebagai pionir, memang tidak luput dari tantangan berupa suara sumbang.”

Misalnya yang mengatakan, masyarakat masih banyak yang prihatin, masih banyak yang tidak mampu lalu kenapa justru harus pamer kekayaan.

Tapi, lanjutnya, “Semua itu bukan pamer kekayaan. Saya lihat, olahraga yang satu ini merupakan suatu sarana di mana masyarakat bisa ikut berpartisipasi.”

Manfaat lainnya, tambah Tommy waktu itu, “Masyarakat yang ingin memiliki kendaraan, bisa mengetahui langsung mutu dari salah satu merek produk. Bagaimana masyarakat tahu bahwa mutu kendaraan A atau B itu baik kalau tidak ada pengetesan?”

Tes yang dilakukan pabrik saja, lanjutnya, belum tentu merupakan suatu jaminan buat konsumen. Itu kan hanya promosi pabrik, bukan hasil nyata yang dilihat masyarakat secara langsung.

Baginya, dengan adanya balapan atau reli, "Masyarakat langsung bisa melihat dan menilai sendiri, kendaraan merek apa yang terbaik. Hingga kalau satu saat mereka mau membeli mobil, tak salah beli. Jangan mentang-mentang modelnya bagus, lantas dibeli tanpa mengetahui mutunya."

TAKDIR

Tommy juga menolak anggapan orang, olahraga ini menyerempet bahaya.

“Apakah olahraga cabang lain tidak berbahaya juga? Saya rasa kalau dibilang bahaya, kita harus melihat, dari kacamata yang mana. Rasanya kalau kita tahu apa yang kita perbuat, kemungkinan mengundang bahaya, kecil sekali,” tegasnya.

Seorang pereli atau pembalap, tambahnya, kan cepat menguasai dan menanggulangi hal-hal dalam keadaan darurat.

Baca juga:Seandainya Saja Seorang RA Kartini Ditakdirkan Menjadi Anggota DPR...

Waktu itu ia juga amat berharap, olahraga bermotor di Indonesia akan lebih maju. Minimal, setaraf dengan negara di kawasan Asia. Baik dari segi penyelenggaraan maupun prestasi pembalap.

“Dan yang lebih penting, oiahraga ini makin bisa diterima masyarakat luas. Soalnya oiahraga ini bisa diharapkan sebagai penarik wisatawan ke Indonesia,” katanya.

NAMA

Kalau Tommy sangat serius kala bicara mengenai oiahraga otomotif itu, maka ia menjadi tertawa-tawa ketika ditanyakan,apa arti nama Hutomo Mandala Putra itu.

“Wah, jangan tanya pada saya dong. Tanyakan saja pada yang memberi nama itu,” jawab Tommy yang enggan menyebut tanggal kelahirannya itu.

Tapi setelah merenung sejenak, ia berkata, “Kalau Mandala, itu mungkin waktu saya lahir bertepatan dengan Trikora di Irian Jaya. Karena saat itu Bapak (Presiden Soeharto, red) kalau tak salah menjabat sebagai Pangdam dan memimpin operasi tersebut. Saya tidak ingat lagi, waktu itu Bapak berpangkat apa. Nah, karena saya lahir bertepatan dengan itu, lalu diberi nama Mandala.”

Lalu, nama HUMPUSS kependekan dari nama Tommy sendiri?

"Ya, ya...Ya!" jawabnya sambil menganggukkan kepalanya dan tertawa berderai. (Yan Louhenapessy)

Baca juga:Bukan Soeharto, Inilah Daftar Presiden Terlama dan Tercepat di Dunia

Artikel ini pernah tayang di Tabloid Nova tahun 1989