Find Us On Social Media :

Gisel Gugat Cerai Gading: Siapa yang Lebih Berhak Atas Hak Asuh Anak Setelah Perceraian di Mata Hukum?

By Mentari DP, Kamis, 22 November 2018 | 09:00 WIB

Keputusan akhir jatuh pada siapa hak asuh atas anak sepenuhnya ada di tangan hakim, didasarkan pada beberapa pertimbangan, mislanya aspek psikologi dan sosial.

Pendekatan psikologi dimaksudkan agar hakim memahami kondisi anak, bukan sekedar dari umurnya melainkan juga kematangan psikologinya.

Jika anak dirasa sudah matang secara psikologi, ia termasuk mumayyiz.

Ikatan emosional antara anak dan orangtua juga menjadi pertimbangan bagi hakim untuk menentukan hak asuh anak.

Apabila kondisi orangtu tidak baik, jelas tidak akan mampu untuk merawat anaknya.

Dikhawatirkan kondisi tersebut akan memperburuk kondisi anaknya yang telah lebih dulu terguncang dengan perceraian orangtuanya.

Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), sebagaimana dalam Pasal 105 menetapkan 3 hal mengenai hak asuh anak jika terjadi perceraian.

1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;

3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading: Perceraian Orangtua Akan Berdampak pada Hubungan Cinta Anak di Masa Depan