Find Us On Social Media :

Tidak Hanya Menghibur, Radio Juga Dapat Menyelamatkan Korban dalam Kecelakaan di Laut

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 6 Maret 2018 | 21:00 WIB

Namun fisikawan kelahira Kanada Reginald A. Fessendenlah yang  pertama kali mentransmisikan suara manusia via radio ketika pada 1906, ia berbicara melalui radio dari  Brant Rock, Massachusetts, AS, kepada kapal-kapal di lepas pantai Samudera Atlantik.

Sejak itu radio terus berkembang makin sempurna, didukung oleh pelbagai temuan secara bertahap.

Di awal abad XX, para ilmuwan mengembangkan tabung hampa udara yang bisa melacak dan memperkuat sinyal radio.

Penemu AS Lee De Forest mematenkan trioda atau audion-nya tahun 1907, yang kemudian menjadi elemen penting dalam penerimaan sinyal radio.

Kemampuan penerimaan ini ditingkatkan lagi dengan temuan Edwin H. Armstrong, yang menciptakan sirkuit superheterodyne tahun 1918.

Sirkuit yang masih dipakai hingga sekarang ini punya kemampuan seleksi yang tinggi. Armstrong pula yang mengembangkan sistem siaran FM pada 1933.

Radio bekerja dengan mengubah suara atau sinyal lain menjadi gelombang elektromagnet atau gelombang radio.

(Baca juga: Luar Biasa, Wanita Asal Indonesia Ini Pernah Meraih 12 Beasiswa ke Luar Negeri, Apa Rahasianya?)

Gelombang ini bergerak melalui udara dan angkasa, menembus benda padat. Gelombang radio bergerak dengan ukuran kecepatan cahaya, 299,792 km/detik. Saat sinyal diterima receiver, ia segera diubah ke bentuk semula yaitu suara.

Bagian penting dalam radio adalah antena, tuner, amplifier, dan pengeras suara. Antena untuk menangkap gelombang radio, tuner berfungsi mencari gelombang dengan angka-angka frekuensi tertentu.

Sedangkan amplifier memperkuat sinyal program yang dipilih tuner. Di radio, amplifier berupa sirkuit superheterodyne.

Pada radio buatan setelah tahun 1960 bagian sirkuit ini berupa transistor dan IC (integrated circuit). Sedangkan radio dari tahun sebelum itu menggunakan tabung hampa udara.