Tidak Hanya Menghibur, Radio Juga Dapat Menyelamatkan Korban dalam Kecelakaan di Laut

Moh Habib Asyhad

Penulis

Di awal abad XX, para ilmuwan mengembangkan tabung hampa udara yang bisa melacak dan memperkuat sinyal radio.

Intisari-Online.com – Tiga bulan berselang, melalui radio masing-masing banyak warga Jakarta memantau perkembangan situasi kota yang sedang dilanda kerusuhan.

Pentingnya peran radio saat itu mengingatkan kita pada kondisi di tahun 1920-an, ketika tiap malam jutaan keluarga di seluruh bagian dunia yang punya radio, berkutat di sekitar pesawat itu untuk mendengarkan berbagai hiburan dan program.

Tak melulu sebagai penyedia hiburan, sesungguhnya radio punya peran penting dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya, menyelamatkan korban dalam kecelakaan di laut, seperti tindakan operasi penyelamatan penumpang Titanic yang tenggelam pada 1912.

(Baca juga:Anjing Frida Menjadi Pahlawan dan Bintang di Media Sosial Berkat Upayanya Menyelamatkan Korban Gempa Meksiko)

Selama ini Guglielmo Marconi dianggap sebagai penemu radio. Padahal sebenarnya banyak orang berperan dalam pengembangannya.

Awal 1800-an secara terpisah Joseph Henry, profesor dari Princeton University, dan fisikawan Inggris Michael Faraday mengembangkan teori induksi.

Percobaan mereka terhadap elektromagnet membuktikan, arus listrik di sebatang kawat dapat menimbulkan arus di batang kawat lain, meski keduanya tidak berhubungan.

Tahun 1864 fisikawan Inggris lain James Clerk Maxwell, berteori bahwa arus listrik dapat menciptakan medan magnet dan bahwa gelombang elektromagnet bergerak dengan kecepatan cahaya.

Teori Maxwell itu belakangan dibuktikan kebenarannya oleh percobaan yang dilakukan fisikawan Jerman Heinrich Hertz, tahun 1880.

Baru kemudian Guglielmo Marconi pada 1895, berhasil mengirim sinyal komunikasi radio dengan gelombang elektromagnet sejauh ± 1,5 km.

(Baca juga:Misteri Lubang pada Danau Berryessa, Tahun 1997 Lubang Tersebut Telah Menelan Korban)

Tahun 1901, sinyal dari perangkat radio Marconi mampu melintasi Samudera Atlantik dari Inggris ke Newfoundland, Kanada.

Namun fisikawan kelahira Kanada Reginald A. Fessendenlah yang pertama kali mentransmisikan suara manusia via radio ketika pada 1906, ia berbicara melalui radio dari Brant Rock, Massachusetts, AS, kepada kapal-kapal di lepas pantai Samudera Atlantik.

Sejak itu radio terus berkembang makin sempurna, didukung oleh pelbagai temuan secara bertahap.

Di awal abad XX, para ilmuwan mengembangkan tabung hampa udara yang bisa melacak dan memperkuat sinyal radio.

Penemu AS Lee De Forest mematenkan trioda atau audion-nya tahun 1907, yang kemudian menjadi elemen penting dalam penerimaan sinyal radio.

Kemampuan penerimaan ini ditingkatkan lagi dengan temuan Edwin H. Armstrong, yang menciptakan sirkuit superheterodyne tahun 1918.

Sirkuit yang masih dipakai hingga sekarang ini punya kemampuan seleksi yang tinggi. Armstrong pula yang mengembangkan sistem siaran FM pada 1933.

Radio bekerja dengan mengubah suara atau sinyal lain menjadi gelombang elektromagnet atau gelombang radio.

(Baca juga:Luar Biasa, Wanita Asal Indonesia Ini Pernah Meraih 12 Beasiswa ke Luar Negeri, Apa Rahasianya?)

Gelombang ini bergerak melalui udara dan angkasa, menembus benda padat. Gelombang radio bergerak dengan ukuran kecepatan cahaya, 299,792 km/detik. Saat sinyal diterima receiver, ia segera diubah ke bentuk semula yaitu suara.

Bagian penting dalam radio adalah antena, tuner, amplifier, dan pengeras suara. Antena untuk menangkap gelombang radio, tuner berfungsi mencari gelombang dengan angka-angka frekuensi tertentu.

Sedangkan amplifier memperkuat sinyal program yang dipilih tuner. Di radio, amplifier berupa sirkuit superheterodyne.

Pada radio buatan setelah tahun 1960 bagian sirkuit ini berupa transistor dan IC (integrated circuit). Sedangkan radio dari tahun sebelum itu menggunakan tabung hampa udara.

Muara terakhir adalah speaker yang akan mengubah sinyal listrik menjadi suara asli.

Meski uji coba siaran radio pertama kali dilakukan tahun 1910, siaran radio yang sebenarnya di banyak negara baru dimulai pada 1920.

(Baca juga:Zona Del Silencio, Lokasi Favorit Pendaratan UFO dan Gelombang Radio Tidak Berfungsi Di Sini)

Saat TV merajai dunia, banyak orang berpikir, umur radio tinggal menghitung hari. Ternyata kecanggihan teknologi memungkinkan diproduksinya radio jinjing - bahkan yang cuma sebesar korek api - yang praktis dibawa-bawa.

Daya tarik lain, tak cuma program kuis interaktif yang melibatkan langsung pendengarnya, juga kualitas modulasi yang makin baik dengan adanya siaran FM membuat siaran musik kian disukai. (Dari pelbagai sumber/Sht)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1998)

Artikel Terkait