Advertorial
Intisari-Online.com - AS pernah memiliki kapal penumpang mewah bernama RMS Lusitania yang dari sisi ketenaran mirip kapal pesiar Titanic.
Sebelum dihantam torpedo Nazi Jerman dan karam bersama ribuan penumpangnya pada tanggal 7 Mei 1915, Lusitania merupakan kapal yang rutin menempuh rute Liverpool-New York dan sebaliknya.
Pelayaran perdana Liverpool-New York yang spektakuler berlangsung pada tanggal 7-13 September 1907.
Keberhasilan Lusitania menempuh jalur laut Liverpool-New York selama enam hari menjadi berita besar yang menggemparkan dunia.
(Baca juga: Eli Cohen, Agen Rahasia Andalan Mossad yang Dihukum Gantung di Depan Puluhan Ribu Rakyat Suriah)
Kemampuan jelajah Lusitania yang sanggup menempuh perjalanan laut lebih cepat itu bahkan berhasil menumbangkan rekor kecepatan di Laut Utara dan Atlantik yang pada saat itu disandang oleh kapal-kapal penumpang buatan Jerman.
Tak hanya mampu berlayar cepat, Lusitania juga sanggup membawa penumpang sebanyak 2.198 orang.
Jumlah itu belum termasuk kru kapal yang terdiri dari 850 orang. Kapal berbobot 44.060 ton ini memiliki panjang badan 239,88 m dan tinggi 26,52m.
Selain Lusitania, Inggris juga memiliki kapal serupa yang merupakan saudaranya, Mauretania.
Kendati merupakan kapal yang besar, ukuran Lusitania dan Mauretania masih jauh lebih kecil dibandingkan kapal-kapal penumpang atau pesiar raksasa yang sudah ada saat itu.
Khususnya kapal Olympic, Britannic, dan Titanic. Tapi dari sisi horor dan jumlah korban yang tewas, tragedi tenggelamnya Lusitania sebanding dengan kisah tenggelamnya Titanic.
Ketika PD I meletus dan Jerman mengumumkan bahwa kapal-kapal komersial akan menjadi sasaran U-Boat saat melintasi Laut Utara, pemerintah Inggris dan AS yakin Lusitania tidak akan jadi korban.
Sebab selain Lusitania mampu berlayar lebih cepat (39 km/jam) dibandingkan kapal selam (18,5 km/jam), pelayaran Lusitania juga selalu dikawal oleh dua kapa perang jenis perusak (destroyer) Inggris.
(Baca juga: Kenapa Tiba-tiba Banyak Anak 'Zaman Now' Pakai Kaus Bergambar Pisang? Benarkah Gara-gara 'Minion'?)
Namun demikian saat Lusitania tiba di New York pada 6 Maret 1915, pemerintah AS telah memberikan peringatan kepada warganya agar tidak menaiki Lusitania untuk pelayaran menuju Inggris pada jadwal berikutnya.
Peringatan itu menjadi semakin serius ketika pada tanggal 1 Mei 1915, Washington menerima kawat dari Jerman yang isinya tentang risiko dan potensi besar kapal-kapal penumpang yang melintas Atlantik dan Laut Utara diserang torpedo U-Boat.
Surat yang kemudian dicetak itu lalu diserahkan kepada kapten kapal Lusitania untuk dijadikan bahan pertimbangan.
Kapten kapal Lusitania William Thomas Turner yang sudah sangat berpengalaman menekankan, Lusitania akan aman berlayar.
Sebab selain bukan merupakan kapal penumpang militer, Lusitania yang memiliki kecepatan tinggi akan mudah menghindari ancaman U-Boat.
Dengan pertimbangan itu, Lusitania pun siap berlayar lagi menuju Liverpool dan para penumpangnya yang terdiri dari orang-orang penting segera bergegas masuk ke kamar-kamar VIP.
Penumpang yang merupakan tokoh berpengaruh saat itu antara lain pebisnis dan politikus Kanada, diplomat Belgia, staf ahli dari universitas ternama di AS, aktris populer, politikus, ahli filsafat ternama, dan lainnya.
Jumlah total penumpang untuk pelayaran terakhir kalinya, New York-Liverpool sebanyak 1.959 orang.
Lusitania berangkat dari New York pada tanggal 1 Mei 1915. Firasat akan munculnya bencana sebenarnya sudah terasa saat keberangkatannya tertunda dua jam karena menunggu penumpang yang transit dari kapal Cameronia.
Pelayaran Lusitania lalu dikawal oleh destroyer bernama Juno.
Selama empat hari mengarungi Laut Atlantik yang tenang, Lusitania berlayar tanpa masalah.
Tapi ketika rutenya memasuki perairan Laut Utara, ketegangan mulai timbul karena perairan itu lokasi berkeliarannya U-boat Jerman.
Apalagi Lusitania memasuki perairan Fastnet Rock, selatan Irlandia, lokasi yang menjadi favorit U-boat menyergap mangsanya.
Keganasan U-boat di perairan itu bahkan baru saja terjadi.
Pada tanggal 5 dan 6 Mei, Inggris melaporkan tiga kapal dagangnya ditenggelamkan oleh U-boat Jerman, U-20.
Angkatan Laut Inggris lalu mengirim berita radio ke Lusitania dan mendapat tanggapan serius dari Kapten Turner.
Pada tanggal 6 Mei malam sekoci pun dipasang pada posisi siap pakai dan lampu-lampu luar kapal dipadamkan agar tak terdeteksi oleh kapal-kapal selam Jerman.
Esok harinya, Jumat 7 Mei, Kapten Turner yang baru saja merasa lega karena malam sebelumnya tak ada kejadian yang membahayakan, tiba-tiba menjadi tegang.
Turner mendapat peringatan dari AL Inggris bahwa sebuah kapal U-boat tampak berlayar tak jauh dari posisi Lusitania.
U-20 dikomandani oleh Kapten Walter Schwieger itu sebenarnya sedang dalam perjalan pulang untuk mengisi bahan bakar dan amunisi serta logistik setelah dua hari sebelumnya sukses menenggelamkan tiga kapal dagang Inggris.
Posisi U-20 yang berada 10 mil dari pantai Irlandia kebetulan sedang berada di permukaan laut untuk mengisi baterai.
Jadi ketika Schwieger melihat sosok Lusitania yang melintas di kejauhan juga karena kebetulan saja.
Setelah menghhitung jarak, Schwieger menyimpulkan, Lusitania bisa dikejar dan diserang meskipun saat itu U-20 tinggal memiliki tiga torpedo.
U-20 pun memacu kecepatan sambil menyiapkan torpedo mautnya.
Saat jarak antara U-20 dan Lusitania berada pada posisi 700m, salah satu torpedo dilepaskan.
Hantaman torpedo tepat mengenai bagian tengah Lusitania yang merupakan tempat turbin empat mesin uap kapal bekerja.
Akibatnya terjadi ledakan hebat hingga kapal oleng dan posisinya menjadi miring.
Dalam kondisi kapal nyaris tenggelam dan perintah untuk meninggalkan kapal diumumkan, U-20 meluncurkan satu torpedo lagi.
Alhasil Lusitania makin cepat tenggelam bersama 1.198 penumpang yang tak bisa menyelamatkan diri.
Beruntung kapal-kapal nelayan Irlandia segera datangdan menyelamatkan penumpang Lusitania lainnya yang berada di permukaan laut.
Sedangkan destroyer HMS Juno yang bertugas mengawal Lusitania justru sudah berada di dekat pelabuhan setelah usai bertugas mendeteksi ranjau laut.
Dunia mengutuk tragedi Lusitania yang kemudian memicu AS untuk terjun ke PD I.
Namun Jerman yang ikut menyesal atas kejadian itu punya alasan kuat, Lusitania jadi sasaran U-boat karena walaupun kapal sipil, Lusitania juga memuat amunisi perang untuk Inggris.
Ledakan kedua setelah torpedo dilepaskan membuktikan bahwa Lusitania secara rahasia mengangkut sekitar 5.000 peluru meriam, puluhan senapan mesin berat, dan bahan peledak lainnya.
Amunisi itu berhasil ditemukan oleh para penyelam dari Cork Sub Aqua Club pada tahun 2006.
Dalam hal ini, blokade Inggris, Cruiser Rule, telah menjadi senjata makan tuan.
Inggris memperingatkan akan menangkap atau menenggelamkan kapal dagang yang memuat logistik untuk kepentingan Jerman.
Oleh karena itu, Jerman juga berhak secara legal, menyerang kapal-kapal komersil yang mengangkut logistik militer bagi Inggris.
Lusitania yang secara diam-diam membawa persenjataan bagi Inggris ternyata telah menjadi korban U-Boat meskipun hanya secara kebetulan.
(Baca juga: Kisah Windi, Anak 'Bodoh' yang Bisa Menggambar dengan Sangat Indah. Karena Kecerdasan Bukan Hanya Soal IQ!)