Find Us On Social Media :

Dirty Bomb, Turunan Bom Nuklir yang Bikin Warga AS Ketakutan, Meski Tidak Mematikan Tetapi Melumpuhkan

By Mentari DP, Selasa, 6 Maret 2018 | 11:15 WIB

Intisari-Online.com - Saat ini, dengan kekuatan nuklirnya, tak ada yang menyangkal kalau AS telah menjadi salah satu negara yang paling disegani di dunia.

Tumbangnya Uni Soviet dalam rivalitas ketat semasa Perang Dingin telah menjadi semacam legitimasi dalam dominasi skala global ini.

Tetapi ironisnya, AS kini justru menjadi negara yang paling dicekam ketakutan.

Ketakutan ini dipicu oleh banyaknya temuan yang mengarah pada adanya teror bom murah penebar bahan radioaktif.

(Baca juga: Bukan di Pearl Harbour, Serangan Inilah yang Sebenarnya Memicu Amerika Serikat Terlibat dalam Perang Dunia II)

(Baca juga: (Foto) Ternyata Amerika Serikat Pernah Mengalami Krisis Ekonomi yang Sangat Parah, 7 Foto Ini Buktinya)

Temuan ini paling tidak telah menjadi berita utama harian dan televisi lokal mulai tahun 2000-an.

Teror ini seperti digambarkan Gilbert King dalam buku Dirty Bomb (2004), telah membuat rakyat dan aparat AS amat cemas.

Terlebih karena CIA maupun FBI masih kesulitan menangkap para pelaku utamanya.

Kedua badan intelijen terkuat di dunia ini biasa menyebut bom tersebut sebagai dirty bomb.

Seperti halnya dirty war, kata “dirty” dicantumkan karena bom ini memang cenderung digunakan untuk perang kotor dan tindakan terorisme.

Tak diperlukan fasilitas mahal dan rumit untuk membuatnya. Beratnya hanya beberapa kilo, cukup dikemas dalam boks sederhana, dan bisa dibawa   kemana-mana dengan ransel.

Bom ini menggunakan peledak konvensional (seperti dinamit atau TNT) sebagai medium penebar bahan radioaktif yang ada dalam kemasan kompak.

Efek yang ditimbulkan tak sedahsyat bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima.

Bom ini tak menimbulkan efek panas yang mematikan. Ledakannya paling hanya membunuh  beberapa orang dalam radius kecil.

(Baca juga: Habiskan Dana Triliunan Rupiah, Satellit Mata-mata Zuma Milik Amerika Serikat Malah Gagal Diluncurkan)

Namun seperti dicemaskan Departemen Energi AS, uap radioaktif yang tersebar akan segera terbawa angin, menempel di mana saja, dan berpengaruh buruk terhadap kesehatan makhluk hidup di sebuah kota.

“Tiupan angin bahkan dapat membuat sebarannya jauh lebih luas dari yang dipicu oleh efek peledak konvensional yang dipakai,” ujar Tom Harris, editor pada situs howstuffworks.com.

“Bom ini tak membunuh sampai ribuan orang, namun seluruh gedung dan seluruh tempat akan terkontaminasi,” tambah Mark Thompson, koresponden Time di Pentagon.

Lebih lanjut Harris mengungkap, efek radioaktif terhadap fisiologi tubuh korban uniknya juga tak akan langsung terdeteksi dan terjadi.

Efek buruknya baru muncul dalam beberapa tahun.

Radiasi nuklir tersebut dapat memicu mutasi DNA dalam struktur kromosom korban dan menurunkan daya kekebalan tubuh. Radiasi juga dapat memicu kanker serius.

Maka ketika disadari bahwa untuk membuat bom nuklir diperlukan unsur Uranium-235 atau Plutonium-239.

Selain sulit didapat juga diperlukan biaya mahal untuk membuatnya (mencapai ratusan juta dollar untuk mempersiapkan fasilitas pengolahnya).

Oleh karena itu, sejumlah psikopat kemudian mencari jalan termudah untuk bisa memanfaatkan reesidu bahan radioaktif sebagai media penebar teror.

(Baca juga: Menolak Keras Protokol Kyoto, Amerika Serikat Benar-benar Tak Mau Ambil Pusing untuk Merawat Bumi)

Pers Barat umumnya menunjuk kelompok Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden sebagai pihak yang paling berminat dalam membuat dan menyebarkan bom ini khusus untuk beberapa negara Barat yang mereka musuhi.

Dalam bukunya, Al Qaeda : Brotherhood of Terror, Paul L Williams menulis, indikasi penggunaan dirty bomb bahkan  sudah muncul sejak tahun 1990-an.

Yakni dengan disewanya ratusan ilmuwan dari bekas negara Uni Soviet dengan bayaran 2.000 dollar AS per bulan.

Istilah “dirty bomb” sendiri baru muncul pada tahun 2000-an. Yang pertama kali mempopulerkannya adalah wartawan Tony Karon dari majalah Time.

Pada edisi November 2001, ia lebih kurang menulis: “Bukan rahasia lagi kalau Osama bin Laden tengah mempersiapkan senjata nuklir, biologi, dan kimia, untuk menyerang Barat.

Namun nuklir yang digunakan hanyalah dalam jumlah terbatas, yang akan disebar dengan peledak konvensional.”

Laporan tersebut lalu dikait-kaitkan dengan berbagai berita lenyapnya material nuklir dari bekas negara Uni Soviet.

Selain soal eksodus ilmuwan Soviet, dalam harian Al-Hayat (8/2/2004) terbitan Inggris, juga disebutkan bahwa pada 1998 Al Qaeda telah membeli material nuklir dari Ukraina yang dikirim dalam 20 tas.

Karena yang menjadi target adalah negara-negara Barat, Gedung Putih dan Downing Street pun bereaksi.

(Baca juga: Mail Baby, Layanan Mengirim Bayi Menggunakan Pos yang Pernah Legal di Amerika Serikat)

Pada Desember 2002, Presiden George W.Bush dan PM Inggris Tony Blair segera bertemu dan mendiskusikan ancaman yang tengah berkembang.

Mereka menuduh sejumlah mantan anggota KGB telah meloloskan kedua puluh kantung nuklir.

Yang mencengangkan, berita kehilangan material radioaktif juga merebak di AS, Inggris, Kanada, dan Spanyol.

Pada Februari 2004, misalnya, Newswise – sebuah media lokal di AS menurunkan berita yang membuat Kantor Cabang Departemen Energi di New York tersentak.

Pada suatu hari tanpa sengaja, dalam sebuah bagasi taksi ditemukan satu kotak Yttrium-90.

Pemilik material berbahaya yang terbungkus rapi tak pernah diketahui hingga sekarang.

Pemerintah AS mulai kebakaran jenggot tatkala Komisi Pengatur  Nuklir menyiarkan bahwa sejak 1997 Pemerintah Federal telah kehilangan sampai 1.500 peralatan radioaktif.

(Baca juga: Gara-Gara Pesawatnya Tertembak Jatuh, Presiden Amerika Serikat ke-41 Nyaris Dimakan Pasukan Jepang yang Kelaparan)

Di lain pihak, berita penangkapan Jose Padilla pada 11 Juni 2002 tak ayal ikut menambah kepanikan di seluruh negeri.

Meski tertangkap tangan pada 2002 tanpa bukti berarti, CIA mencurigainya sebagai salah seorang kaki tangan Al Qaeda yang tengah merencanakan serangan dirty bomb di AS.

Kecurigaan tersebut muncul mengingat ada sejumlah kejanggalan dalam kegiatannya.

Bagaimana mungkin sebagai mantan penjahat di Brooklyn, ia mampu melakukan kunjungan ke Pakistan, Mesir dan Swiss, dengan begitu mudah?

Dengan kenyataan itu hingga saat ini,  rakyat AS pun merasa selalu terancam oleh serangan dirty bomb.

Ancaman tersebut bahkan masih bersifat nyata dan sewaktu-waktu bisa terjadi (Clear and Present Danger}.

(Baca juga: Biasanya, Inilah Alasan Pejabat Tinggi TNI Di-‘Black List’ Masuk Amerika Serikat)