Find Us On Social Media :

Perjanjian Giyanti, Perebutan Kekuasaan Kerajaan Mataram yang Melahirkan Kesultanan Yogyakarta

By Ade Sulaeman, Rabu, 21 Februari 2018 | 11:00 WIB

Tetapi sayang, karena sifat penaik darah R.M. Said, hubungan itu berakhir dalam suatu perpecahan yang menjadi sebab utama bagi kegagalan mereka berdua untuk memperoleh kemenangan total terhadap Kompeni.

Pada tanggal 1 Desember 1749, Paku Buwono II dalam menghadapi ayahnya, menyerahkan kerajaan Mataram kepada Kompeni. Latar belakang dan sebab daripada tindakan susuhunan itu tidak begitu jelas.

Ada dugaan , bahwa penyerahan itu adalah hasil daripada "permalnan" wakil Kompeni van Hohendorff yang pengaruhnya sangat besar didalam kalangan kraton. Pada hari mangkatnya Paku Buwono II, Pangeran Mangkubumi memaklumkan dirinya sebagai susuhunan dan mengadakan pendekatan kepada von Hohendorff untuk mengajak berunding.

Pendekatan itu ditolak oleh pihak Belanda dan berkobarlah Iagi pertempuran-pertempuran dengan sengitnya. Pada akhir tahun I749 situasi medan perang memang telah agak sunyi.

Mangkubumi mengadakan ofensif dan melancarkan suatu perang mobil yang mula-mula tidak mampu Kompeni menanggulanginya. Dengan demikian dimulailah fase kedua daripada Perang  Pembagian Negara.

Fase kedua ini ditandai oleh kemenangan-kemenangan taktis pada pihak Mangkubumi. Pasukan-pasukan Kompeni di daerah Yogyakarta diceraiberaikan, dan pada tanggal 12 Desember 1751 terjadinya ""Pertemparan ditepi kali Bogowonto" yang terkenal itu,  di mana Mangkubumi menghancurkan pasukan-pasukan Kompeni serta menewaskan komandannya.

Kemudian ia bergerak kentara dan memasuki daerah pendudukan Belanda. Pekalongan berhasil direbut dan para bupati Pekatongan, Batang, Wiradasa dan Pemalang bergabung kepada Mangkubumi.

Tetapi sayang, serangan terhadap Tegal mengalami kegagalan dan Mangkubumi ke daerah Mataram.

Fase ketiga daripada Perang ditandai oleh perpecahan antara Mangkubumi dan Said. Meskipun demikian, pasukan-pasukan Kompeni tidak berhasil membinasakan tentara Mangkubumi maupun pasukan-pasukan Said.

Dalam perang segitiga itu semua pihak tidak berhasil memaksakan suatu keputusan. Maka timbullah semacam "statemate" yang menyebabkan van Hohendorff berputus-asa dan meminta berhenti sebagai Gubernur dan Direktur urusan Jawa.

Ia diganti oleh Nicolaas Hartingh yang kemudian menandatangani Persetujuan Giyanti.

Menuju suatu kompromi