Find Us On Social Media :

Perjanjian Giyanti, Perebutan Kekuasaan Kerajaan Mataram yang Melahirkan Kesultanan Yogyakarta

By Ade Sulaeman, Rabu, 21 Februari 2018 | 11:00 WIB

Sekali lagi susuhuhan Mataram menaiki tahta dengan dukungan senjata Kompeni. Amangkurat IV tidak lama menduduki tahta karena mangkat dan Kompeni segera menobatkan putranya keatas tahta dengan nama Paku Buwono II.

(Baca juga: Saking Terisolasinya, Keluarga yang Tinggal di Wilayah Ini Tidak Tahu Jika Pernah Terjadi Perang Dunia II)

Untuk mengamankan penobatan itu Kompeni merasa perlu menduduki Sitihinggil dengan pasukan-pasukan bersenjata! Sejak itu kerajaan Mataram dalam kenyataannya sudah menjadi vasal Kompeni.

Paku Buwono II mempunyai kepribadian yang lemah, sehingga tidak tetap pendiriannya. Ketika Kompeni kewalahan menghadapi pemberontakan Cina, para bangsawan Mataram mendesak kepada Paku Buwono II untuk membebaskan diri dari Kompeni.

Sebagai ungkapan daripada sikap itu, garnisun Belanda di  ibukota Kartasura diserbu dan diduduki. Tetapi ketika pemberontakan Cina berhasil dipadamkan, Paku Buwono II membalik lagi dan minta maaf kepada Kompeni.

Karena sikapnya itu, para bangsawan yang pro kemerdekaan dari pihak Kompeni, berusaha menyingkirkan Paku Buwono II dan mengangkat seorang susuhunan lain yang dikenal dengan sebutan Sunan Kuning, yakni seorang cucu daripada Sunan Mas.

Sekali lagi senjata-senjata Kompeni bicara dan Sunan Kuning dikalahkan serta kemudian dibuang ke Sailan.

Demikianlah situasi kerajaan Mataram pada akhir abad 17. Susuhunan tidak mempunyai kewibawaan terhadap para bangsawan. Kerabatnya yang terdekat sekalipun banyak yang menentangnya, bahkan ada yang terang-terangan memberontak.

Wilayah kerajaannya terus-menerus digerogoti oleh Kompeni sebagai pembayaran atas bantuan bersenjata mereka.

Pecahnya perang pembagian negara

P«ran utama dalam Perang Pembagian Negara dimainkan oleh Pangeran Mangkubumi, seorang saudara Paku Buwono II dari lain ibu.