Find Us On Social Media :

Kisruh PKS vs Fahri Hamzah: Semua Berawal Gara-gara Papa Minta Saham yang Sekarang Sedang ‘Mondok’ di KPK

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 15 Desember 2017 | 10:30 WIB

Intisari-Online.com - Kisruh antara Fahri Hamzah dengan partai yang membesarkan namanya, PKS, terus berlanjut. PKS ingin politikus lulusan Universitas Indonesia itu lengser dari kursi Wakil Ketua DPR.

Yang paling baru, PKS kembali mengirim surat kepada DPR yang isinya soal pergantian Wakil Ketua DPR.

Hal itu terungkap dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/12).

Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin sidang menyebut adanya surat dari DPP PKS tertanggal 11 Desember 2017.

(Baca juga: Fahri Hamzah: Kalau Ada yang Berani Jemput Paksa Setya Novanto, Itu Pasti Perintah Orang Kuat)

(Baca juga: Hanya Dapat Dua Suara, Caleg PKS Minta Dana Politik Uang Dikembalikan)

Meski begitu, Fadli tak mengungkapkan detail isi surat—dan itu membuat anggota PKS langsung protes.

“Pimpinan tadi kurang jelas tadi, surat dari PKS tadi kurang jelas, itu surat pergantian pimpinan Saudara Fahri Hamzah,” kata salah seorang Anggota Fraksi PKS.

Jika ditarik ke belakang, kisruh keduanya sejatinya sudah berlangsung sejak awal 2016 lalu.

Waktu itu PKS memecat Fahri sebagai kader partainya.

Namun, hingga saat ini, PKS tak mampu menumbangkan Fahri dari jajaran pimpinan DPR.

Dan setelah digali lebih dalam lagi, semua perselisihan itu bermula dari kasus Papa Minta Saham yang menyeret nama Setya Novanto yang sekarang sedang mondok di KPK.

Berikut rangkuman kronologi kisruh PKS Vs Fahri:

Evaluasi BPDO PKS.

Kisruh PKS dengan Fahri berawal dari evaluasi Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) PKS terhadap kinerja Fahri sebagai pimpinan DPR.

Evaluasi itu dilakukan setelah beberapa kader PKS mengadu ke BPDO.

Mereka merasa terganggu atas sikap Fahri yang dinilai cenderung membela politisi Partai Golkar Setya Novanto selama tersandung kasus “Papa minta saham”.

Sejumlah kader PKS mendesak politisi dari dapil Nusa Tenggara Barat itu untuk mundur sebagai pimpinan DPR.

(Baca juga: Soal Kisruh Jual Beli Senjata yang Dilakukan Institusi Nonmiliter, Begini Pernyataan PT Pindad)

(Baca juga: Ada 3 Nama Politikus PDI-P Terkait Korupsi E-KTP yang Hilang dalam Dakwaan Setya Novanto, Ini Penjelasan KPK Kenapa Bisa Begitu)

Ditegur.

Fahri mengakui dirinya sempat ditegur oleh Ketua Fraksi PKS di DPR, Jazuli Juwaini karena terlalu banyak bicara tentang Novanto di media.

Menurut Fahri, masalah ini sudah selesai.

Ia sudah menjelaskan kepada Jazuli bahwa rekaman pernyataannya soal kasus Novanto diputar berkali-kali oleh sebuah stasiun televisi swasta.

Oleh karena itu, timbul kesan bahwa dia terlalu banya bicara di media.

Dipecat PKS.

Majelis Tahkim PKS pada 11 Maret 2016 memutuskan memecat Fahri dari seluruh jenjang jabatan di kepartaian.

Pada 1 April 2016, Presiden PKS Sohibul Iman menandatangani SK DPP terkait keputusan Majelis Tahkim tersebut.

Jadi, Fahri dipecat sebagai kader PKS yang berimbas pada statusnya sebagai anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.

Ada sejumlah 'dosa' Fahri menurut PKS.

Sejumlah pernyataan Fahri dianggap kontroversial oleh DPP PKS, di antaranya:

- Fahri menyebut anggota DPR "rada-rada beloon" yang berujung pada dijatuhkannya sanksi ringan kepada Fahri oleh MKD.

- Fahri mengatasnamakan DPR dan menyatakan sepakat untuk membubarkan KPK, serta pasang badan untuk tujuh megaproyek DPR yang bukan merupakan arahan DPP.

- Ada kesan silang pendapat antara Fahri selaku Wakil Ketua DPR dan pimpinan PKS lainnya.

Silang pendapat itu di antaranya terkait wacana kenaikan gaji dan tunjangan anggota dan pimpinan DPR, serta revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

(Baca juga: Kata Politikus Senior Golkar, Ketua DPR Harus Benar-benar Bersih dari Persoalan Korupsi)

Melawan.

Fahri tidak terima atas keputusan PKS. Pria kelahiran Sumbawa 1971 itu melawan lewat jalur hukum.

Fahri mengakui, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), pimpinan dan anggota DPR diberhentikan apabila dipecat dari partai yang mengusungnya.

Namun, Fahri melakukan upaya hukum sehingga pemecatannya itu belum bisa dieksekusi.

Fahri mengatakan, sebenarnya dia tak masalah dipecat dari partai jika tidak sedang memegang jabatan publik.

Namun, dengan jabatannya sebagai anggota dan pimpinan DPR, dia merasa bertanggung jawab dengan konstituen yang telah memilihnya.

Dalam gugatannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Fahri menuntut PKS membayar ganti rugi materiil Rp1,6 juta dan imateriil senilai lebih dari Rp500 miliar.

Mereka yang digugat adalah Presiden PKS Shohibul Iman, Ketua Dewan Syariah Surahman Hidayat, Wakil Ketua Dewan Syuro Hidayat Nur Wahid, Abdul Muis dan Abi Sumaid.

Fahri juga menuntut PKS untuk mengembalikan nama baiknya.

PKS tunjuk Ledia Hanifa.

DPP PKS memutuskan menunjuk politisi perempuan Ledia Hanifa sebagai pengganti Fahri di jajaran pimpinan DPR.

Namun, putusan PKS tersebut tidak langsung dieksekusi.

Pimpinan DPR lain menganggap keputusan PKS tersebut belum bisa ditindaklanjuti karena Fahri tengah menempuh jalur hukum.

Dalam Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tata Tertib DPR diatur, jika anggota diberhentikan oleh partai politiknya dan mengajukan keberatan melalui pengadilan, pemberhentiannya baru sah setelah ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

PKS desak pergantian pimpinan DPR.

PKS terus mendesak agar DPR mengganti Fahri sebagai Wakil Ketua DPR tanpa menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Menurut PKS, putusan berkekuatan hukum tetap hanya untuk memastikan apakah Fahri tetap menjadi anggota DPR atau tidak.

Namun, Fahri merasa masih menjadi anggota DPR. Ia tetap memimpin rapat-rapat paripurna DPR.

Menang di pengadilan.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan sebagian gugatan Fahri.

Semua putusan dari DPP PKS dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Jadi, Fahri masih sah sebagai kader PKS, anggota DPR dan Wakil Ketua DPR.

Majelis hakim juga memerintahkan tergugat agar membayar ganti rugi imateril sebesar Rp30 miliar.

DPP PKS kemudian mengajukan banding. PKS menganggap pemecatan Fahri Hamzah di internal partai sudah final. Fahri tetap tidak dianggap sebagai kader PKS.

F-PKS Walkout.

Sejumlah anggota F-PKS sempat walk out atau keluar dari Ruang Sidang Paripurna, Selasa (30/5), lantaran Fahri yang memimpin rapat.

Fahri yang telah dipecat PKS dianggap tak memiliki legitimasi untuk memimpin rapat.

Para anggota F-PKS mengaku akan terus walkout jika Fahri yang memimpin sidang.

Terakhir, F-PKS kembali menyampaikan usulan pencopotan Fahri Hamzah dari kursi Wakil Ketua DPR.

Usulan itu disampaikan pada rapat Badan Musyawarah, Senin (11/12), kemudian dibawa ke rapat paripurna pada yang sama.

Namun, pimpinan DPR menyebut bahwa surat PKS tersebut baru akan diproses setelah masa reses berakhir.

Adapun Fahri meminta PKS tunduk pada putusan pengadilan yang memenangkannya.

Ia meminta PKS dan semua pihak menunggu putusan banding tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.

(Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Kontroversi Fahri Hamzah Vs PKS, Berawal Kasus Papa Minta Saham")