Find Us On Social Media :

Kisah ‘James Bond-nya CIA’: Saat Kepala Seorang Teroris Ingin Dibarter dengan Informasi Negara

By Ade Sulaeman, Jumat, 24 November 2017 | 13:30 WIB

Dari situ kemudian membuat penilaian dan kesimpulan mengenai trend politik, ekonomi, dan militer dunia. Evaluasi ini diberikan kepada presiden AS dan para pembuat keputusan, sehingga langkah atau kebijakan politik yang mereka putuskan benar-benar berdasarkan informasi lengkap.

Sebenarnya, keputusan ke bagian mana kita akan ditugaskan sudah dibuat berdasarkan hasil tes pendahuluan, latar belakang akademis, dan minat kita.

Buktinya, tanpa diajak rembukan sebelumnya, tahu-tahu saya harus masuk ke Clandestine Services atau Direktorat  Operasi. Sebulan setelah itu saya menjalani serangkaian tes uji kebohongan sebagai tahap akhir perekrutan.

Kandidat yang sebelumnya sudah memiliki gelar sarjana muda di lembaga ini diberi peringkat GS-5 (setingkat dengari letnan dua dalam militer); seorang master dihargai sebagai GS-7 dan seorang yang bergelar Ph.D peringkatnya GS-9. Tingkat yang lebih tinggi lagi setelah itu adalah GS-11, dan seterusnya.

Selama minggu-minggu orientasi, sebagian besar waktu kami dijejali dengan serangkaian pelajaran mengenai sejarah dan profil beberapa negara tertentu. Informasi itu diberikan oleh Direktordt Intelijen.

Terkadang kami diberi tugas kecil atau simulasi. Juga diajari bagaimana melakukan brifing intelijen dan yang sederhana sampai rumit. CIA kemudian memilah-milah kami untuk penugasan sesusi dengan keahlian akademis kami masing-masing.

Lantaran belum menjalani wajib militer, tahun 1950-an CIA  memberi pilihan kepada kami para calon anggotanya, menjalani wajib-militer di Angkatan Darat atau Angkatan Udara. Sesuai dengan peraturan yang ada, program di AU  dirasa lebih gampang.

Setelah menjalani latihan dasar, yang bersangkutan  masuk ke sekolah calon perwira (officer candidates school = OCS) dan berdinas di AU  selama 2 tahuh sebelum kemudian kembali bergabung ke CIA.

 Sementara itu program AD nampaknya lebih keras, namun seseorang hanya menjalani penugasan di pasukan selama 6 bulan setelah itu kembali ke  CIA, sekalipun Anda masih tercatat sebagai anggota pasukan sampai akhirnya menyelesaikan 2 tahun wajib militer.

Dari angkatan saya ada empat orang yang memilih wajib militer di  angkatan darat. Salah satu di antaranya adalah  John  Stein, seorang sarjana lulusan Yale, asal Rhode Island. Ia merupakan atlet olahraga dan pribadi yang menyenangkan.

Selama orientasi kami cepat menjadi akrab dan menjalin persahabatan erat. Untunglah, saya dari Stein ditempatkan di unit pelatihan yang sama, sebuah batalion artileri Airbone Division 101 yang terkenal itu.

Komandan kami seorang tentara senior agak curiga begitu melihat kami berdua. Penampilan kami yang amat berbeda dengan prajurit-prajurit yang lain barangkali menimbulkan dugaan bahwa kami ini spion yang diselundupkan di dalam tentara.