Find Us On Social Media :

‘James Bond’ Membuka Jalan ke Timur sehingga Terkuaklah Seperti Apa Pulau Jawa Itu

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 5 November 2017 | 13:30 WIB

Intisari-Online.com – Peta zaman dulu diperlakukan bak wasiat. Pembuatannya dikerjakan sambil sembunyi dan sesudah digunakan harus segera disimpan di tempat khusus.

Padahal peta ini bisa-bisa menyesatkan. Soalnya, Pulau Jawa digambar menyatu dengan Benua Australia dan bentuk daratan tak sesuai kenyataan.

Tanpa peta rasa-rasanya berlayar ke tempat jauh dan asing amat sulit dilakukan. Peta ibarat rambu penuntun bagi penggunanya untuk menemukan jalan ke tempat-tempat yang belum dikenal.

Sayang, karena keterbatasan pengetahuan para pembuatnya, penyediaan peta baru menjadi amat terbatas, termasuk peta Indonesia.

(Baca juga: ‘Benua yang Hilang’ 200 Juta Tahun yang Lalu Itu Ditemukan di Dasar Samudera Hindia)

(Baca juga: Ditemukan Jajaran Gunung Berapi Purba di Samudera Hindia)

Padahal posisi Indonesia dianggap penting dengan adanya bandar-bandara yang disinggahi oleh kapal-kapal dagang India, Arab, Persia, Cina, dll.

Di samping itu, Indonesia mempunyai rempah-rempah: lada, pala, dan cengkih yang dibutuhkan oleh bangsa Eropa sebagai bumbu penyedap makanan dan pengawet daging.

Sesudah Constantinopel (kini Istambul) jatuh ke tangan pasukan Turki tahun 1453, pedagang Eropa tidak bisa lagi mendapatkan rempah-rempah Indonesia dari pedagang Arab, Persia, maupun India.

Mereka terpaksa harus mencari jalan baru ke dunia Timur, yaitu India, Malaka, dan Indonesia demi memperoleh barang yang sangat dibutuhkan itu.

Bangsa Portugis dan Spanyol menjadi pionir dalam menemukan jalan laut ke Indonesia.

Sementara para pedagang Belanda dan bangsa Eropa lain yang juga menginginkan rempah-rempah dihantui rasa takut kepada armada Spanyol dan Portugis.

Kesempatan baru terbuka ketika pada akhir abad XVI kekuatan laut Spanyol dan Portugis memudar, terutama sesudah armada Spanyol dikalahkan oleh Inggris di Calais tahun 1588.

Belanda cepat menangkap peluang, mereka mencari jalan ke Kepulauan Mollucus (Maluku), tempat sumber rempah-rempah yang termasyur di dunia.

Cengkih cuma ada di Maluku, baru pada abad XVIII diselundupkan dan ditanam di Afrika Timur. Karena langka, nilai rempah-rempah jadi amat tinggi dan harganya tak kalah dengan emas.

Diancam hukuman mati

Belanda mulai berlayar melalui jalur selatan dan timur, menyusuri pantai Afrika dan India. Selama ini rute itu cuma dimonopoli oleh Spanyol dan Portugis.

Waktu itu usaha untuk Belanda untuk menemukan pulau rempah-rempah melalui Laut Utara gagal total.

Karena pelayaran jauh ke tempat yang belum dikenal diperlukan peta, dibuatlah peta dunia dan peta khusus Kepulauan Indonesia yang dikenal dengan India Orientalis.

Dapat dibayangkan bagaimana pentingnya peta-peta itu untuk menemukan jalur pelayaran baru ke Selatan dan Timur.

Hanya saja, informasi yang memuat soal jalur pelayaran tersebut sangat dirahasiakan oleh Spanyol dan Portugis.

Siapa saja yang berani membocorkan rahasia diancam hukuman mati.

Segera sesudah selesai dipakai peta-peta yang digunakan Portugis tadi harus dikembalikan dan disimpan di Casa da India, Lisbon, Spanyol.

Didorong oleh ambisi menemukan jalan ke Indonesia, pembuat peta kenamaan Belanda, Abraham Ortelius dan Gerard Mercator, sedikit demi sedikit berhasil mengumpulkan data yang akan digunakan untuk menyusun peta-peta India Orientalis.

Kebetulan, Belanda mempunyai "James Bond", Lindschoten, lantaran bisa mendapatkan informasi untuk melengkapi peta-peta tersebut.

Bisa jadi karena selama bertahun-tahun ia bekerja pada biara Portugis di Goa (India) yang memungkinkannya memperoleh informasi pelayaran yang amat rahasia sekalipun.

Apa yang didapatkan Lindschoten lalu dijadikan pegangan, membuka jalan ke dunia Timur.

Kanibalisme di Indonesia

Kala itu, dunia Timur masih dianggap misterius. Lautan yang harus diarungi penuh dengan binatang buas berbentuk aneh dan ajaib.

Sementara di daratan praktek kanibalisme menjadi hal biasa.

Bulan April 1595, untuk pertama kalinya Belanda melakukan ekspedisi pelayaran dipimpin oleh Cornelius de Houtman menuju India Orientalis lewat jalur selatan melalui pantai Afrika, dan jalur timur melalui Samudera Hindia.

Ekspedisi ini terdiri atas empat kapal: Mauritius, Holland, Amsterdam, dan Duyken dengan awak kapal sebanyak 247 orang.

Mereka berhasil mencapai Indonesia, malahan sempat mengelilingi Pulau Jawa sebelum kembali ke Eropa melalui jalan sebagaimana mereka datang.

Peristiwa itu merupakan awal pembentukan VOC dan dilukiskan dalam peta de Bry tahun 1598.

Pada waktu yang bersamaan ditemukan pula Benua Amerika oleh Columbus tahun 1492, di Italia diterbitkan suatu peta dunia oleh Francesco Rosselli di Florence.

Kemungkinan besar dalam peta inilah gambar Indonesia, pertama kalinya muncul.

Di situ bisa dilihat nama-nama: lava Maior dan lava Minor (Jawa Besar dan Jawa Kecil), Pulau Pevta (Bintan), Angama, Necyra, dsb.

Gambaran yang ditampilkan peta ini masih sangat sederhana. Bentuk pulau-pulau maupun letaknya amat berbeda dengan keadaan geografis sebenarnya.

Ini dapat dimaklumi karena pengetahuan manusia tentang dunia Timur belum memadai.

Nama-nama pulau dan kota pun berasal dan catatan Marcopolo saat melakukan perjalanan ke Asia  pada akhir abad XIII.

Peta yang khusus mengenai bagian dunia sekitar Indonesia dibuat oleh Waldseemuller dan diterbitkan bersama-sama peta negara-negara lain di Strassburg tahun 1522.

Dalam peta ini terlihat di sekitar Pulau Iava Maior dan Iava Minor ada unsur kanibalisme yang digambarkan oleh tubuh manusia sedang dipotong-potong dan dihidangkan sebagai santapan.

Ketika itu dunia Barat belum tahu apa-apa tentang kebudayaan dan kesenian Indonesia yang tinggi dan menganggap Kepulauan Indonesia dihuni oleh para kanibal.

Selanjutnya kepulauan Indonesia muncul kembali dalam penerbitan peta-peta oleh Sebastian Munster tahun 1540 yang dinamakan Geographia di Basel, Swis.

Di peta ini bentuk dan letak Kepulauan Indonesia lebih sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

Ada Pulau Sumatra, lava, Porne (Borneo), Molluca (Maluku), Gilolo (Halmahera), Ternate, dan Timos (Timor).

Yang jadi pertanyaan, apa yang dimaksud dengan Pulau lava Maior dan lava Minor?

Rupanya dari cerita saudagar-saudagar India dan Arab, Marcopolo menafsirkan bahwa Pulau Jawa sesungguhnya menjadi satu daratan luas di bagian selatan yang kemungkinan adalah Benua Australia.

Demikianlah pada masa itu Pulau Jawa dianggap pulau terbesar di dunia dan dinamakan lava Maior, sedangkan Pulau Sumatra dinamakan lava Minor.

Anggapan seperti itu masih terus berlanjut hingga pertengahan abad XVI misalnya dapat dilihat pada peta-peta P. Desceliers tahun 1545 yang disimpan di British Library.

Pada zaman itu Taprobana sering digunakan untuk menyebut Ceylon (Sri Lanka), namun kadang-kadang dipakai juga untuk Sumatra.

Kekacauan penyebutan itu mungkin mengingat letaknya yang berdekatan di dalam peta dan juga karena adanya binatang gajah di kedua pulau itu.

Dalam peta S. Munster  tahun 1540, Taprobana dipakai untuk Pulau Ceylon, namun pada peta tahun 1550 dia memakai nama Taprobana untuk Sumatra.

Tahun 1561 terbit di Basel kumpulan peta dengan nama De Cosmographia Rudymentis oleh J. Honterus yang memuat peta pulau-pulau di seluruh dunia.

Di antara peta-peta itu terdapat peta Pulau Jawa pertama yang dilukiskan secara khusus, terpisah dari pulau di sekelilingnya.

(Ditulis oleh Heru Sajuto. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1994)