Find Us On Social Media :

Buktikan Ramalan Einstein Seabad yang Lalu Bukan Omong Kosong, Tiga Ilmuwan Ini Diganjar Nobel Fisika 2017

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 8 Oktober 2017 | 18:20 WIB

Intisari-Online.com - Tiga ilmuwan dari Laser Interferometer Gravitational-Wafe Observatory (LIGO), Rainer Weiss, Barry C Barish, dan Kip S Thorne, baru saja diganjar Nobel Fisika 2017.

Mereka dianggap telah membuktikan ramalan Albert Einstein seabad yang lalu, tentang gelombang gravitasi yang dianggap bualan semata.

Hingga kemudian pada 2015 lalu, rumor menggelegak bahwa teori gelombang gravitasi mulai terbukti. Ketika rumor ini benar-benar menjadi nyata, kalangan ilmuwan pun gempar.

(Baca juga: Menciptakan Cahaya Biru Ramah Lingkungan, Tiga Ilmuwan Raih Nobel Fisika 2014)

Pada 14 September 2015, untuk pertama kalinya keberadaan gelombang gravitasi dapat dibuktikan. Para ilmuwan menyebutnya sebagai "kicauan" semesta, sekalipun gelombang gravitasi bukanlah gelombang suara.

Penemuan itu pun sontak mencuat sebagai kandidat kuat penerima Nobel Fisika 2016.

Namun, proyeksi kalangan ilmiah tersebut luput, karena Nobel Fisika 2016 diberikan untuk pembuktian keberadaan materi eksotis yang revolusioner untuk dunia elektronika dan ilmu material.

Barulah pada 2017, Nobel Fisika dianugerahkan kepada para penemu keberadaan gelombang gravitasi seperti yang sudah diramalkan Einstein pada 1916. Peraih Nobel Fisika 2017 diumumkan pada Selasa (3/10) di Swedia.

Sebentar, apa sih gelombang gravitasi ini? Apa pula pengaruhnya buat penduduk Bumi?

Pada 1916, Einstein menyatakan semesta sejatinya ibarat kain empat dimensi.

Hipotesa ini masih satu “paket” dalam teori relativitas umum Einsten, teori yang sudah lebih awal dikenal luas tetapi pembuktian setiap detailnya butuh waktu berdekade-dekade.

Gelombang gravitasi dalam teori tersebut digambarkan sebagai kerutan-kerutan yang muncul karena keberadaan benda yang melintasi kain empat dimensi itu.

(Baca juga: Kenapa Komite Nobel Tak Bisa Mencabut Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi?)

Andai kerutan ini dikonversi jadi suara, wujudnya kurang lebih serupa bunyi kresek-kresek alias noise yang biasa muncul saat pencarian gelombang radio.

Pemicu gelombang gravitasi ini adalah sembarang obyek di alam semesta yang mengalami perubahan kecepatan atau arah. Besar gelombang yang dihasilkan dari perubahan itu bervariasi, tergantung dari ukuran obyek pemicunya.

Karena Bumi juga bergerak mengelilingi matahari dengan kecepatan dan arah yang bervariasi sekalipun konstan, Bumi pun menghasilkan gelombang gravitasi ini.

Keberadaan gelombang gravitasi yang terjadi ketika obyek dengan bobot massa tertentu bergerak dengan variasi kecepatan dan arah tertentu akan membuat “jarak” di antara obyek itu dan benda lain di semesta pun menjadi relatif—bisa mengerut dan melar.

Pada 2016, Pilled Higher and Deeper (PHD) Comics mencoba membantu kalangan awam memahami gelombang gravitasi ini dengan membuat video animasi.

Mereka mengibaratkan semesta seperti selembar alas karet untuk lebih memudahkan penggambaran peristiwa dan efek gelombang gravitasi tersebut.

Dalam penelitiannya, para penerima Nobel Fisika 2017 mengamati gelombang gravitasi yang dihasilkan oleh dua lubang hitam (black hole) yang masing-masing berukuran 36 kali dan 29 kali massa matahari.

Dari waktu ke waktu, kedua lubang hitam ini ternyata saling mendekat, dengan kecepatan putar terhadap satu sama lain terus berubah pula.

Setelah sekian waktu, kedua lubang hitam ini akhirnya menyatu, menghasilkan lubang hitam baru berukuran 62 kali massa matahari.

Penyatuan dua lubang hitam itu berdasarkan hitungan fisika seharusnya menghasilkan ukuran lubang hitam baru sebesar 65 massa matahari.

Selisih 3 kali massa matahari tersebut merupakan besaran energi gelombang gravitasi dari pergerakan relatif kedua lubang hitam yang kemudian menyatu itu.

(Baca juga: Alice Munro, Peraih Nobel Sastra yang Setara Chekov)

Sebelumnya, Einstein menyatakan teori relativitas umum sebagai “perbaikan” atas hukum gravitasi Newton.

“Perbaikan” itu berbekal teori Einstein yang sudah lebih dulu muncul, yaitu teori relativitas khusus.

Dalam teori relativitas umum, gravitasi bukan lagi dilihat sebagai gaya melainkan manifestasi dari kelengkungan ruang dan waktu.

Dari situlah penggambaran Einstein mengenai semesta ibarat kain empat dimensi berasal. Kelengkungan ruang waktu, kata Einstein, berhubungan langsung dengan empat momentum—energi massa dan momentum linear—dari materi atau radiasi apa pun.

Wujud teori relativitas umum Einstein ini lalu digambarkan sebagai persamaan medan Einstein.

Teori relativitas umum Einstein antara lain berdampak pada prediksi relativitas waktu, geometri ruang, gerak benda saat jatuh bebas, dan perambatan cahaya.

Hingga saat ini, teori relativitas umum Einstein masih terus menjadi bahan penelitian para pakar fisika, terutama terkait pengembangan lebih lanjut teori gravitasi kuantum.

(Baca juga: Bocah Sembilan Tahun Ini Ingin Menjadi Astrofisikawan dan Membuktikan Wujud Tuhan)

Tantangan pembuktian teori relativitas umum banyak berkorelasi dengan pemahaman soal semesta.

Selain soal gelombang gravitasi, teori tersebut memprediksi pula keberadaan lubang hitam yang mendistorsi ruang, waktu, dan bahkan cahaya.

(Artikel ini sudah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukti Ramalan Einstein Seabad Lalu Raih Nobel Fisika 2017")