Namun, pada awal penerapannya, senapan mesin dianggap sebagai bagian dari elemen artileri. Walau memang ukurannya lebih kecil.
Akibatnya aturan penggelarannya (rules of engagement) juga mesti sesuai dengan meriam-meriam lapangan (artileri medan).
Jadi bukan disertakan dalam taktik tempur pasukan infanteri. Tapi demi menghadapi serbuan massal senapan mesin akhirnya disatukan dalam pertempuran bertaktik infanteri.
Ada beberapa keampuhan yang membuat model ini bisa diadopsi dalam taktik tempur infanteri.
Pertama kemampuan menyemburkan peluru secara beruntun yang ketika itu belum dimiliki oleh senapan serbu.
Sementara jarak jangkau untuk menghantam target yang lebih jauh jadi alasan kedua. Selain itu mobilitasnya (gerak) juga bisa lebih cepat ketimbang meriam-meriam medan.
Kemunculan senapan mesin sebagai senjata penumpas juga melahirkan taktik baru. Dicetuskan oleh seorang Pewira Jerman, Von Hutier, senapan mesin dipakai sebagai bantuan tembakan bergerak (mobile firepower). Taktik seperti ini pertama kali digelar dalam Pertempuran Riga di Front Timur (PD I).
(Baca juga: Siapakah Sebenarnya si Pencabut Nyawa Dalang Penembakan Las Vegas Itu?)
Karena dianggap berhasil, Jerman kemudian menjadikan unit bantuan tembakan bergerak sebagai satuan mandiri.
Unit Stoss-truppen (shock troops) atau “pasukan penggertak” namanya.
Mereka bermodalkan senapan mesin Madsen hasil rampasan Rusia yang telah dimodifikasi, satuan ini kembali beraksi di Front Somme dan Verdun.
Masih berlatar belakang PD I, soal kedahsyatan senapan mesin memang tak sebatas isapan jempol.