Find Us On Social Media :

Des Alwi: Jadi Anak Revolusi Berkat Hatta & Sjahrir

By Ade Sulaeman, Sabtu, 30 September 2017 | 18:00 WIB

Film itu menghabiskan tak kurang dari Rp 200 juta dalam waktu 26 tahun untuk berburu nara sumber!

Kalau Anda berjumpa Des di dalam gelap, dari suaranya yang serak-serak bariton Anda sudah dapat membayangkan perawakannya yang tinggi besar.

Dengan saru nyala lilin, akan terlihat kedua matanya yang jeli lagi jenaka.

Dengan dua nyala lilin nampaklah hidungnya yang besar, dan dengan tiga lilin ... senyum lebarnya yang ramah.

Dua guru istimewa

la akrab, pemah dekat, atau pemah berurusan dengan nama-nama yang bagi kita umumnya cuma dikenal lewat buku sejarah atau media massa.

Bung Karno? Bung Hatta? Sutan Sjahrir? Tunku Abdulrahman? Tun Abdul Razak? Fidel Ramos? Corazon Aquino? Pangeran Bernhard dari Belanda? Jacques Cousteau? Sarah Fergusson?

Sebut lagi tokoh-tokoh pemerintahan kita sekarang, pastilah ia punya satu, dua, atau segudang cerita yang senantiasa disapaikan dengan penuh warna.

Apakah ia juga seorang tokoh? "Ha ha ha ..., saya adalah saya," katanya.

Di kantornya yang sederhana, di depan meja kerja yang padat dengan tebaran buku, makalah dan segala macam, duda dengan 4 anak dan 5 cucu ini memulai kisahnya.

"Saya lahir 17 November 1927. Ibu saya Halijah, ayah saya Abubakar. Ayah keturunan Ternate - Palembang, tetapi bagi masyarakat Banda, garis keturunan ibulah yang lebih penting.”

Begitulah. Halijah adalah putri seorang tokoh yang pernah besar di Banda dengan reputasi internasional, sehingga dengan bangga Des dapat mengatakan, “Saya adalah cucu Said Baadila.”