Find Us On Social Media :

Begini Sosok Muso di Mata Seorang Wartawan Antara: Lebih Cocok Jadi Tukang Kepruk

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 23 September 2017 | 10:00 WIB

Tidak lama konferensi pers yang diadakan oleh Muso dengan para wartawan Ibukota itu.

Di konferensi itulah saya untuk kali pertama melihat dan berhadapan dengan Muso, gembong komunis Indonesia yang sekaligus juga merupakan tokoh komunis internasional.

Kesan saya: serba kampungan. Inteligensinya kurang. Isi kepalanya tidak banyak. Patutnya memang tukang gontok; atau tukang gelut. Atau tukang pukul.

(Baca juga: Sangar! Umur 14 Tahun Semaun Sudah Anggota Sarekat Islam dan Memimpin Pemogokan Petani)

Kalimat-kalimat yang diucapkannya tidak diplomatis, dan ya, seperti yang sudah saya katakan di atas: kampungan.

Tidak menimbulkan rasa simpati; Iebih-lebih setelah dia mengutarakan dengan sinisme tentang keuangan RI kita; tentang niatnya hendak menggantikan Kepala Negara (pada waktu revolusi sedang berkecamuknya itu).

Ada yang juga harus saya catat di sini. Pada waktu itu di antara para pengawalnya ada seorang anak muda. Sikapnya masih agak kaku dan malu-malu. Dalam konferensi pers itu dia mencari  tempat pinggir.

Rambutnya berombak, kulitnya kuning, tampannya memang ngganteng. Saya ingat-ingat kemudian. Saya ingat-ingat….

Namanya: Aidit. Dipa Nusantara Aidit, yang kemudian dalam perkembangan sejarah Indonesia juga mengalami nasib seperti Muso sendiri, mati sia-sia karena (dianggap) berkhianat kepada negara dan bangsa.

Itulah "perkenalan" saya untuk kali pertama dengan Muso. Perkenalan kedua kalinya terjadi  sewaktu para mahasiswa Gadjah Mada mengadakan malam ceramah; sedangkan yang memberikan ceramah adalah para tokoh-tokoh politik pada waktu itu.

Salah seorang di antara para tokoh yang diminta memberi ceramah ini ialah Muso ini. Tempat ceramah di pagelaran Alun-alun Lor.

Mula-mula yang hadir cukup banyak. Ruang ceramah penuh dengan mahasiswa-mahasiswi. Tetapi, entah memang disengaja entah tidak, bertambah lama jumlah pengunjungnya menjadi susut, menjadi berkurang sehingga ruangan hampir-hampir menjadi kosong.