Find Us On Social Media :

Begini Sosok Muso di Mata Seorang Wartawan Antara: Lebih Cocok Jadi Tukang Kepruk

By Moh Habib Asyhad, Sabtu, 23 September 2017 | 10:00 WIB

Setelah Muso dengan terengah-engah masuk ke ruang mencari tempat duduk dan minta maaf atas kelambatan kehadirannya, maka konferensi pers pun dimulailah.

Muso mengemukakan pandangannya mengenai situasi revolusi yang sudah begitu merosot nilainya; dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh presiden Soekarno terutama, selalu dikecam dan diejeknja dengan penuh sinisme.

“Kalau saya nanti jadi mendiami gedung di sana itu, maka segera akan saya lakukan perubahan-perubahan yang radikal. Keadaan akan saya sesuaikan dengan keadaan revolusi…,” demikian antara lain ujarnya.

Yang dimaksudkan dengan “gedung di sana” yaitu Istana atau Gedung Agung yang menjadi kediaman Kepala Negara RI pada masa itu; sebuah gedung bekas tempat kediaman gubernur-gubernur Belanda dan pembesar tertinggi Jepang untuk daerah Yogyakarta.

Seorang rekan (kalau tidak keliru Samawi dari KR) menanyakan, “Apakah dengan begitu Saudara Muso ingin menggantikan kedudukan Bung Karno?”

“Yyyy… yaaa… kalau rakyat menyetujui. Tetapi… tetapi… yaaaa, begitulah…”

Muso Ialu, berceritera tentang kesalahan persetujuan Linggarjati dan Renville, yang berarti suatu kegagalan total dari politik yang selama ini dijalankan oleh Amir Sjarifuddin, sesama orang komunis seperti dia.

Dia juga mengemukakan bahwa keadaan negeri Soviet sudah begitu majunya, sampai anak-anak sekolah tidak usah membayar uang kuliah, upah buruh dijamin, kesejahteraan sosialnya ditanggung negara, dan lain-lain tetek-bengek untuk propaganda.

“Lalu? Apa kita punya sekarang? Ini uang Uri apa Nuri apa apa namanya itu, … nilainya tambah hari tambah merosot…” Berkata begitu itu dia sembari menyeringai. Meringis mengejek.

“Ini saudara Muso. Kami kepingin tahu! Saudara Muso datang untuk konferensi pers, untuk apa harus dikawal dengan laskar satu truk lengkap dengan senjata segala?" demikian seorang rekan bertanya.

“Ooo… itu disebabkan… itu disebabkan… karena… karena… ya, kita harus waspada terhadap agen-agen kaum imperialis yang di mana-mana mempunyai antek-anteknya…”

Pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan kemudian berkisar kepada perundingan dengan Belanda, dengan persatuan nasional dan pokok-pokok persoalan yang  dewasa ini memang menjadi topik.