Penulis
Intisari-Online.com - Covid-19 menyerang berbagai negara, termasuk Inggris.
Bahkan, kasus covid-19 di Inggris meningkat cepat hingga mendorong Perdana Menteri, Boris Johnson untuk mengambil langkah drastis, memberikan berbagai himbauan untuk masyarakatnya.
Pemerintah Inggris memperkirakan akan lebih banyak orang tertular, yang mana covid-9 sejauh ini telah membunuh setidaknya 55 orang di negara tersebut.
Tak ayal, timbul kekhawatiran orang-orang Inggris tentang tertular virus ini, seperti yang juga terjadi di berbagai negara terdampak.
Di tengah situasi tersebut, seorang dokter umum di Lambeth, London Selatan, sekaligus mantan ketua Royal College of GPs, Dr Clare Gerada (60), membagikan pengalamannya menjadi pasien virus corona.
Melansir Dailymail (17/3/2020), Gerada telah dites covid-19 dan hasilnya positif pada pekan lalu, setelah tiga hari sebelumnya terbang kembali dari New York.
Ia pergi ke New York untuk menghadiri konferensi psikiatri.
Awalnya, wanita ini mengira bahwa apa yang dirasakannya hanyalah jetlag, gangguan yang timbul setelah melakukan perjalanan jauh dengan pesawat, melewati zona waktu yang berbeda.
Kebetulan, saat ia dalam perjalanan ke rumahnya, New York baru saja menyatakan keadaan darurat.
Ia pun merasa beruntung karena lebih dulu pulang, sehingga bisa lolos dari ancaman tertahan tidak bisa pulang.
"Saya tidak benar-benar tahu apa yang dimaksud dengan 'keadaan darurat', dan saya khawatir mereka akan menghentikan penerbangan," ungkapnya.
Usai tiba di rumah pada hari Minggu, keesokan harinya, pada Senin, Gerada memulai aktivitas seperti biasa, pergi bekerja.
Baru kemudian pada Selasa pagi, ia mulai merasakan hal aneh.
"Selain merasa agak lelah, saya mulai dengan batuk kering yang baru,
"Namun awalnya sangat ringan, saya nyaris tidak memikirkannya dan mengira bahwa batuk itu hanya yang kadang kita dapatkan setelah penerbangan panjang," ungkapnya.
Setelah batuk ringan itu, mulailah wanita ini mengalami rasa sakit lainnya yang lebih menyiksa, yaitu sakit tenggorokan.
"Namun, segera setelah itu, saya dengan cepat terserang sakit tenggorokan yang parah," katanya.
"Saya tahu beberapa orang mengatakan Anda tidak selalu sakit tenggorokan dengan korona, tetapi saya merasakannya,"
"Rasanya seperti seseorang telah memasukkan pisau ke tenggorokan saya," sambungnya.
Gerada menceritakan bahwa setelah sakit tenggorokan yang hebat itu, kemudian ia pun mengalami demam dan menggigil.
Barulah setelah mengalami demam, Gerada mulai berpikir tentang kemungkinan ia terinfeksi virus corona.
Meski begitu, ia mengaku tak merasa takut, sebab baginya kondisi kesehatannya cukup bugar.
"Anehnya, saya tidak merasa takut, karena saya tidak memiliki masalah kesehatan yang mendasarinya. Saya bugar dan sering berjalan," katanya.
Berpikir bahwa ada kemungkinan ia terinfeksi virus corona, ia pun menyadari tak mungkin pergi bekerja.
Hal yang ia lakukan adalah mencari informasi di internet karena menurutnya banyak hal yang telah berubah.
"Bahkan saya tidka yakin apa panduan terbaru itu," katanya.
Akhirnya, ia mengirim email ke 111, namun tak mendapat kabar apapun, sehingga ia pergi ke tempat pengujuan di rumah sakit setempat.
Ternyata, wanita ini hampir ditolak untuk melakukan tes.
"Awalnya mereka tidak akan mengirim saya untuk pengujian, karena pada saat itu A.S bukan salah satu negara yang disarankan untuk ini.
"Tetapi saya jelaskan bahwa New York telah menyatakan keadaan darurat dan endemik di sana," bebernya.
Hal yang membuat Gerada yakin bahwa itu adalah virus corona, karena biasanya ia tidak sakit, juga karena musim flu di sana sudah berakhir.
Gejala lainnya yang dirasakan wanita ini yaitu kesulitan makan.
"Saya dua hari tanpa makan sama sekali, karena saya tidak memiliki nafsu makan dan juga memiliki rasa logam yang mengerikan di mulut saya,
"Membuat makanan terasa tidak enak. Makan terasa seperti terlalu banyak usaha," katanya.
Jatuh dalam keadaan seperti itu, yang bisa ia lakukan hanya terbaring di tempat tidur dan tidur dengan gelisah karena suhu tubuhnya tinggi.
Meksi begitu, ia memaksakan diri untuk minum banyak.
"Saya memaksakan diri untuk minum banyak, limun dan lemon pahir. Saya tidak minum teh karena mulut dna tenggorokan saya sakit sekali," katanya.
Selain itu, ia juga menceritakan bahwa dalam beberapa jam hidungnya menjadi penuh bisul dan ia membayangkan bahwa hal yang sama terjadi di belakang mulutnya.
"Saya mempertimbangkan untuk membuat buku bahkan video, tetapi bahkan memikirkan memegang telepon pun terasa terlalu berat," sambungnya.
Ia pun meminum parasetamol detiap 8 jam, juga menelpon suaminya.
"Dia pulang kerja dan kami menjaga jarak aman satu sama lain. Dia tidur di kamar cadangan, saya menaruh semua barang pecah belah saya di mesin susi piring dan kami tidak berbagi handuk," katanya.
"Saya menderita fly 15 tahun lalu dan tidak seperti ini, saya hanya sakit setengah hari," ungkapnya.
"Memiliki coronavirus adalah yang terburuk yang pernah saya rasakan. Selama beberapa hari berikutnya, yang bisa saya lakukan hanyalah tidur, padahal saya tidak pernah tidur terlalu banyak," katanya.
Baru kemudian pada hari Jumat selanjutnya, Gerada mendapat telepon dari rumah sakit yang mengatakan bahwa ia positif terinfeksi covid-19.
"Saya tidak takut, karena pada titik ini saya sudah mulai merasa lebih baik, suhu tubuh saya sudah turun, batuknya sudah hilang dan saya tidak perlu parasetamol lagi,"," katanya.
Sementara itu, ia mengungkapkan bahwa sang suami baik-baik saja dan tidak ada orang lain yang dihubunginya jatuh sakit sejauh ini.
"Kebanyakan orang sangat simpatik tetapi terpesona ketika saya memberi tahu mereka bahwa saya menderita coronavirus,"
"Mereka telah mengajukan banyak pertanyaan kepada saya, karena belum ada yang bertemu dengan seseorang yang sebenarnya memilikinya," katanya.
Wanita yang berprofesi dokter ini pun membandingkan covid-19 yang telah dirasakannya dengan wabah lain.
"Selama 35 tahun saya sebagai dokter, saya telah melihat beberapa hal menakutkan, termasuk wabah meningitis dan kasus SARS. Tetapi korona lebih menakutkan dalam hal dampaknya terhadap masyarakat dan ekonomi," ungkapnya.
Meski Gerada diberi tahu bahwa ia bisa berhenti mengasingkan diri lima hari setelah mulai merasa lebih baik, tetapi ia memilih tteap tinggal di rumah sepanjang minggu ini untuk memastikan ia tidak menulari orang lain. Saya akan kembali bekerja Senin depan.
"Jelas, itu adalah penyakit yang suram dengan tingkat kematian yang lebih tinggi daripada flu biasa,
"Meskipun saya pernah mendengar beberapa orang yang mengalami penyakit ringan seperti itu, mereka bahkan tidak menyadari bahwa mereka menderita itu," katanya.
Meski Gerada telah merasakan sakitnya terinfeksi covid-19, namun ia membagikan optimisme kepada orang-orang.
Ia mengatakan bahwa baginya itu hanya 'penyakit tujuh hari' dan sebagian besar orang yang terinfeksi virus ini bisa menang melawannya.
Baca Juga: Selain Rasa Pusing, Ini Gejala Stroke Iskemik, Termasuk Jatuh Tanpa Sebab yang Tidak Disengaja
"Kita semua takut akan hal itu karena kita tidak tahu tentang apa itu. Tetapi bagi saya itu hanya penyakit tujuh hari, yang saya yakini adalah pengalaman kebanyakan orang.
"Tubuh saya yang berusia 60 tahun telah berjuang melawan virus baru. Itu telah memanggil antibodi saya - jika Anda mengambil sampel darah saya sekarang, itu akan penuh dengan mereka (amtibodi), dan melindungi paru-paru, jantung, dan ginjal saya dari serangan.
"Saya melaluinya, dan yang harus saya tunjukkan untuk itu adalah sakit tenggorokan dan beberapa bisul di hidung saya yang belum sembuh.
"Sebagian besar orang yang mendapatkan virus ini akan memenangkan pertempuran melawannya," katanya.
Menurutnya, mereka yang kesulitan atau tidak bisa melawan penyakit ini disebabkan karena ada kondisi kesehatan yang mendasarinya.
Namun, bagi sebagian besar, penyakit ini bisa dihadapi.
"Itu bukan sesuatu yang bagi sebagian besar kita perlu ditakuti," katanya.