Unsur natrium tidak boleh terlalu tinggi, melebihi 200 mg/l air.
Komposisi mineral tidak boleh diubah, kecuali ditambah bikarbonat (kalau mau) atau dibuang besi dan belerangnya yang terlalu banyak.
Pembuangan zat besi ini semata-mata karena alasan estetika.
Sebab, air berisi besi memang agak berwarna coklat yang jelek. Pembuangan belerang dilakukan, karena baunya yang tidak enak.
Maka, air bebas besi dan belerang ini lalu bening bagus dan tidak berbau.
Menambah bikarbonat dibolehkan, karena gas CO2 yang lepas tidak mengganggu kesehatan.
Tetapi air mineral dari mata air tertentu kadang sudah mengandung bikarbonat alami tinggi sekali, (misalnya 374 mg/1 dalam Contrex), sehingga tidak perlu ditambahi bahan itu lagi.
Air akan berbusa sendiri kalau dituang dari botolnya ke dalam gelas minum, lalu dipromosikan sebagai natural sparkling mineral water.
Untuk apa?
Kalau table dan spring water dipakai sebagai air minum pada waktu makan, air mineral tidak untuk menggentor makanan, tapi lebih berperan sebagai semacam jamu.
Memang boleh saja minum air mineral sesudah makan, tapi sebenarnya bukan begitu acaranya.
Bergantung pada kadar mineralnya yang dominan, khasiat air itu berbeda-beda. Air yang kaya magnesium, misalnya, hanya cocok untuk memperbaiki tonus otot-otot tubuh, termasuk otot jantung.
Ia mampu menenangkan rasa pegal akibat kekejangan otot. Jenis air inilah yang paling laris di kalangan orang yang sehari-harinya hidup tegang.
Di pusat perbelanjaan Seibu, di Dcebukuro, Tokyo, sampai ada Aqua Bar Genryu, yang khusus menghidangkan 20 jenis merek air mineral dari seluruh dunia, dengan rasa khas masing-masing yang berbeda.
Ada yang minum karena alasan ingin melepas ketegangan. Ada yang karena gatal-gatal alergi, tapi juga ada yang sekadar ingin merasakan sensasi minum air berbusa.
Negeri yang memelopori penjualan air mineral ialah Jerman dan Prancis, yang sudah sejak abad yang lalu membotolkannya langsung dari mata air.
Sumber ini terbentuk gara-gara perubahan vulkanis pada kerak bumi di negeri itu, jutaan tahun yang lalu.
Air permukaan meresap ke berbagai lapisan batu-batuan selama berabad-abad, kemudian tersaring berlapis-lapis hingga menjadi air murni, dan akhirnya keluar sebagai mata air, setelah melarutkan berbagai mineral dari tanah yang dilaluinya.
Di beberapa pasar swalayan terkenal kota besar kita juga ada air mineral mancanegara yang dipajang, seperti Schwebbe dan Gerolsteiner dari Jerman, atau Vittel dan Evian dari Prancis.
Air soda
Dalam industri minuman, air mineral juga ditafsirkan sebagai air olahan (bukan murni dari sumber alami, tapi dari leding saringan), yang sengaja diberi natrium-bikarbonat.
Pada zaman Belanda dulu, pabrik yang menghasilkan air jenis ini disebut mineraalwater fabriek. Minumannya sama-sama disebut air mineral, tapi ujudnya berbeda.
Karena di Indonesia dulu dibuat pertama kali oleh perusahaan Belanda, air “mineral” buatan ini juga terkenal sebagai air belanda.
Dalam kamus bahasa Inggris – Indonesia, sparkling water juga diterjemahkan sebagai air belanda. Seharusnya diralat menjadi air soda.
Kalau diminum, air belanda ini seperti ada semutnya yang menggigit. Karena natrium-bikarbonat disebut soda kue, air “berisi semut” itu juga terkenal sebagai air soda. (Kuenya ditelan).
Belakangan ada air soda yang tidak diberi soda kue, tapi asam bikarbonat saja yang juga dapat melepaskan gas CO2 seperti soda kue.
Sebab, berdasarkan pengalaman minum air soda, residu natrium dari soda itu kalau sering terminum sampai banyak, bisa membuat ginjal jadi payah mengeluarkannya dari tubuh.
Industri air soda lalu beralih memakai bahan yang tidak ada natriumnya sama sekali. Airnya sudah tentu tetap disebut air soda, meskipun tidak mengandung soda lagi.
Itulah sebabnya, ada orang yang tetap ingin menyebut air soda ini "air mineral". Tidak makin jelas, tapi rancu. (Slamet Soeseno)
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 1993)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR