Advertorial

Buah Naga, Buah Kaktus nan Eksotis yang (Belum) Terbukti Khasiatnya

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com – Dragon fruit, meski sekarang sedang tidak musim, yang ukurannya sebesar mangga gedong gincu, dengan warna merah menyala.

Kulitnya seperti sisik ular besar. Tetapi bukan karena itu ia disebut dragon fruit

Orang Cina kuno menganggap buah itu membawa berkah. Karena itu, ia selalu diletakkan di antara dua ekor patung naga berwarna hijau di atas meja altar.

Warna merah buah jadi mencolok sekali di antara warna naga-naga yang hijau.

Dari kebiasaan inilah buah itu di kalangan orang Vietnam yang menganut budaya Cina, lalu terkenal sebagai thang loy (buah naga).

Thang loynya orang Vietnam ini kemudian diinggriskan di Eropa dan negara lain yang berbahasa Inggris sebagai dragon fruit.

Dulu untuk bagus-bagusan

Ternyata buah itu cuma buah kaktus. Ah, kalau kaktus sih, memang sudah lama terkenal ada jenis yang dapat dimakan buahnya.

Tetapi dragon fruit ini bukan buah kaktus biasa yang kita kenal sebagai prickly pear, Opuntia ficus-indica itu. Tanaman penghasilnya ialah kaktus pemanjat Hylocereus undatus.

la disebut pemanjat karena batangnya memang memanjat batang tanaman lain ketika ia ditemukan pertama kali di tempat tumbuhnya yang asli di lingkungan hutan belantara yang teduh.

(Baca juga: Lewat Penelitian, Rahasia Kekuatan 'Mistis' Binahong Terungkap)

Kalau ia dicabut dari tanah, ia masih hidup terus sebagai epifit, menyerap air dan mineral melalui akar udara pada batangnya di daerah atasan.

Kaktus yang nyeleneh ini hidup asli di Meksiko (di sana disebut pitahaya), Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara. Di sini ia dipanggil pitaya roja (pitaya merah).

Sebagai hasil hutan, pitahaya dan pitaya sudah lama dimanfaatkan buahnya oleh orang Indian, tetapi selama itu tidak pernah diberitakan dalam media massa dunia.

Pada tahun 1870, tanaman itu dibawa orang Prancis dari Guyana, Amerika Selatan bagian utara, ke Vietnam sebagai tanaman hias untuk bagus-bagusan.

Pitahaya memang menarik. Batangnya saja sudah aneh, berbentuk segitiga. Mana ada tanaman yang berbatang segitiga? (Yang segi empat dan bulat banyak!)

Keanehan kedua ialah, durinya pendek sekali dan tidak mencolok, sampai mereka dianggap "kaktus tak berduri".

Tetapi yang paling aneh ialah bunganya. Mekarnya mulai senja, kalau kuncup bunga sudah sepanjang 30 cm.

Itulah saatnya kita mengundang para tetangga dan handai taulan pencinta bunga untuk menyaksikan mekarnya pitahaya.

Boleh dikata dengan cepat, mahkota bunga bagian luar yang krem itu mekar pada pukul 21.00 (kira-kira), lalu disusul mahkota bagian dalam yang putih bersih, meliputi sejumlah benangsari yang kuning.

Bunga seperti corong itu akhirnya terbuka penuh pada tengah malam. Itulah sebabnya ia tersiar luas ke seluruh dunia sebagai night blooming cereus. Sambil mekar penuh ini, ia menyebar bau yang harum.

Ternyata bau ini disebar ke seluruh penjuru angin malam, untuk menarik para kelelawar, agar sudi kiranya datang bertandang untuk menyerbuki bunga itu.

Dalam gelap gulitanya hutan belantara malam, mata kelelawar memang kurang awas, tetapi hidungnya "tajam".

Ternyata enak

Ofang Vietnam kemudian tahu, ternyata tanaman itu dapat dimakan buahnya seperti di Meksiko, lalu mengebunkannya khusus untuk dipanen buahnya.

Di sepanjang pantai timur, mulai dari Ho Chi Minh City di selatan, sampai ke Nha Trang di utara, kini muncul kebun kaktus itu, sampai ratusan hektar luasnya.

Walaupun usahanya komersial, namun cara bertanamnya masih secara tradisional seperti cara orang Indian Amerika Selatan (bagian utara).

Kaktus ditanam di antara pohon-pohon lain yang bertindak sebagai tempat panjatan yang murah.

Secara berkala, pohon panjatan ini dipangkas daunnya agar bisa leluasa meneruskan matahari ke batang kaktus. Para pekebun yakin bahwa dengan tindakan itu, produksi buah naga bisa meningkat.

Kalau sudah musim buah, antara Juli dan Oktober, buah thang loy memang melimpah sampai dihidangkan sebagai pencuci mulut di pesawat Vietnam Airlines ke Eropa.

Di Vietnam sendiri, buah dijajakan di kios buah-buahan wet market (pasar becek).

Secara sederhana, buah naga dimakan segar, setelah masak dan empuk. Buah dibelah jadi dua, lalu daging buahnya yang putih bertaburan biji hitam kecil-kecil disendoki.

Biji ini dapat dimakan tanpa menggangu kesehatan, seperti biji selasih. Baru kita tahu betapa menyegarkan daging buah itu, yang dipromosikan sebagai "lebih manis daripada semangka", tapi agak asam-asam sedikit.

Cara makan seperti ini kita tiru (alihteknologikan) dari orang Indian Amerika Selatan. Kulit buah belahan kita pegang sebagai semacam mangkuk.

Mereka yang enggan makan seperti orang Indian, mengolah buah menjadi pai saja. Ada pula yang menyantapnya sebagai dessert dalam bentuk es krim restoran modern.

Mitos khasiat penyembuhan

Dalam berbagai pameran buah-buahan tahun 1999 yang lalu, buah naga dipromosikan sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kolesterol tinggi, dan pencegah kanker usus.

Promosi yang berlebihan seperti ini harus dibaca dengan kacamata yang skeptis. Sebab, bukti khasiat yang dikemukakan bukan bukti hasil penelitian, tetapi hanya daftar kandungan nutrisi yang disusun para "promotor" sendiri.

Kita diajak menarik kesimpulan berdasarkan angka-angka kandungan nutrisi itu. Tentu saja ada yang tidak mau.

Jenis kaktus penghasil nopalitos yang sudah jelas berkhasiat ialah Opuntia ficusindica karena sudah jelas diteliti dengan sahih.

"Makan nopalitos dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes yang tidak tergantung pada insulin," tulis Yosef Mizrahi dan Avinoam Nerd dafi Ben Gurion University, Israel, dalam "Cacti as crops" di Horticultural Review 18 (1997): 291-320. "Selain itu, nopalitos juga menurunkan kadar lemak dan kolesterol darah."

Nopalitos ialah pucuk tunas cabang kaktus prickly pear, Opuntia ficus-indica yang masih pipih seperti daun, sampai disebut salah kaprah "daun kaktus".

Setelah dibuang duri dan tunas daunnya yang muda, sayur itu bisa dimasak macam-macam, termasuk sebagai salad dan sop daging.

Walaupun nilai gizinya sama dengan jenis-jenis sayuran lain seperti spinach dan daun selada (90% air, 3 - 7% karbohidrat, dan 1,3% mineral, terutama kalsium), namun ia merupakan sumber vitamin beta karoten (18 – 30 mg tiap 100 g bobot sayuran) dan vitamin C (10 - 18 mg tiap 100 g bobot sayuran).

Inilah yang menjaga kesehatan orang Indian Amerika Selatan dan Meksiko.

Tetapi baru tahun 1979, dunia kedokteran tahu bahwa nopalitos itu berkhasiat menurunkan kadar gula, sejak Doanez-Camacho dari Meksiko menelitinya.

Kemudian juga ternyata menurunkan kadar lemak dan kolesterol, setelah Fernandez dan kawan-kawannya meneliti buah prickly pear itu tahun 1992.

Dragon fruit belum ada yang meneliti khasiatnya secara sahih seperti itu, sehingga belum dapat dianggap sama khasiatnya dengan nopalitos kaktus Opuntia ficus-indica itu.

Khasiat Dragon fruit masih mitos.

Makin mendunia

Buah kaktus Opuntia itu juga sudah lama diperkebunkan di Amerika Serikat, Israel, Afrika Selatan, dan negara-negara Amerika Selatan. Di Meksiko, buah dijual sebagai tuna dan di Amerika Utara sebagai cactus pear atau prickly pear.

Baru pada tahun 1980, buah kaktus epifit semacam dragon fruit mulai ikut menyerbu pasar dunia.

Gara-gara merasakan sendiri betapa enaknya buah itu, seorang pengusaha Jepang minta dipasok beberapa ton buah pitaya amanlla, Selenicereus megalanthus untuk diekspor ke Jepang.

Di sana buah itu ternyata sangat disukai, sampai orang Kolombia yang diminta memasok beberapa ton buah itu mengebunkan tanamannya secara komersial.

Buah ini mirip dragon fruit yang kita kenal sekarang, tetapi warnanya kuning. Ketika masih setengah matang, buah pitaya kuning mencolok sekali duri-durinya yang bisa sampai 2 cm panjangnya.

Tetapi sesudah masak, duri itu luruh. Ketika dipanen sebelum buah masak benar, duri yang masih agak menempel tapi sudah loyo itu disikat sampai bersih dulu, baru buah dipak untuk dijual. Bercak bekas tempat duri masih tampak menonjol seperti bisul.

Di Kolombia, kaktus ini diperkebunkan dengan diberi trelli sebagai tempat memanjat.

Cara penanaman dengan trelli ini kemudian dialih teknologikan (ditiru) di Israel, dan pada akhir tahun 1994 dialihteknologikan pula ke beberapa pengusaha pekebun buah di Thailand, tetapi yang ditanam bibit dragon fruit yang merah buahnya. (Slamet Soeseno)

(Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2000)

Artikel Terkait