Tahun 1979, ia dipindahkan ke Puskesmas Ciledug, hanya beberapa kilometer dari Cipondoh.
Di Ciledug inilah Dedeh bak "ketemu jodoh". Bukan jodoh pasangan hidup (ia disunting Abdul Zafar sejak 1975), tapi jodoh rezeki.
Boleh dibilang, karma kesabaran, ketulusan, dan pengabdian yang dirintisnya sejak awal karier sebagai bidan bertuah di sini.
Sempat setahun tinggal di rumah kontrakan, tahun 1980 wanita kelahiran 5 Juli 1953 ini membeli tanah dan rumah sendiri, dari hasil wiraswasta suami, serta tabungan Dedeh sebagai pegawai negeri dan bidan keliling.
Di rumah baru seluas 300 m2 - terletak di Jln. Raden Saleh 10, Karang Tengah, Ciledug - itulah, kariernya sebagai bidan panggilan berganti menjadi bidan mangkal.
Pondok sederhana berpapan nama "Bidan Dedeh" itu baru menyediakan dua tempat tidur, dan mempekerjakan dua orang karyawan. Satu bertugas membantu proses persalinan, satunya lagi mengisi pos tukang cuci.
"Kalau mau lihat bekas rumah saya, yang juga cikal bakal rumah sakit, letaknya kira-kira di klinik bagian depan, dekat apotek, sampai bagian penerimaan pasien Bhakti Asih," Dedeh bernostalgia.
Berujung penghargaan
Tahun demi tahun berlalu,tak dinyana, keramahan dan kebaikan hati bidan Dedeh kian lekat di hati masyarakat Ciledug dan sekitarnya. Tak ayal, rezeki pun mengalir lancar.
Terbukti, lima tahun kemudian (1985), luas rumah tinggal sekaligus tempat praktik Dedeh memekar dari 300 m2 menjadi 1.500 m2.
Kapasitas layanan pun bertambah dari dua menjadi 15 tempat tidur, ditopang oleh 10 karyawan. "Perizinan pun harus diperbaharui, karena sudah masuk kategori rumah bersalin," terang Dedeh.
"Buat saya pribadi, sebenarnya terserah mau disebut rumah praktik atau rumah bersalin. Yang penting saya bisa melayani lebih banyak orang," Dedeh melanjutkan.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR