Advertorial
Intisari-Online.com – Sejak tahun 2015, tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Mari kita simak bagaimana pesantren mulai didirikan di Indonesia, salah satunya oleh Hasyim Asyari.
Tulisan ini diambil dari Majalah HAI edisi 24-X-1986, Hasyim Asyari Kakek Abdurachman Wahid yang Mendirikan Pesantren Tebuireng.
Kala saja Kyai Haji Hasyim Asyari sekarang masih hidup, pasti beliau bergembira melihat perkembangan terakhir organisasi Nahdatul Ulama (NU) yang kini dipimpin cucunya, Abdurachman Wahid.
Nama Kyai Hasyim Asyari, memang tidak lepas dari NU maupun sejarah perjuangan bangsa. Dia adalah salah satu perintis yang paling gigih terhadap pembentukan organisasi Jamiyah Nahdatul Ulama. Dia adalah pejuang gigih dalam melawan penjajah di bumi pertiwi.
Baca Juga : Mati Guyon Cara Pesantren: Belajar Keluguan dan Kesederhanaan dari Guyon NU
Terbentuknya NU tahun 1926, semata-mata bukan untuk menandingi organisasi-organisasi yang telah ada di tahun itu. Melainkan karena adanya undangan menghadiri kongres Islam di Mekah.
Kyai Hasyim Asyari meyarankan, untuk mengirim wakil-wakil ke kongres itu sebaiknya dibentuk dulu suatu wadah umat Islam. Ternyata saran itu disetujui, NU berdiri, dan Kyai Hasyim Asyari dipilih sebagai Raisul Akbar.
Mendirikan pesantren
Saran sang Kyai pada waktu itu memang pantas didengar. Ia telah banyak berbuat untuk umat Islam. Pengalamannya yang luas dan wawasannya yang kaya menyebabkan orang begitu hormat kepada Kyai Hasyim.
Baca Juga : Mati Guyon Cara Pesantren (Bag. 3 dari 3)
Bukti nyata ia luas dan kaya wawasan adalah kepergiannya ke tanah suci Mekah. Pada waktu itu ia telah dua kali pergi ke Mekah, ia pernah tinggal selama 7 tahun di sana. Suatu pengalaman yang langka dimiliki orang di saat itu.
Kyai Hasyim lahir dari keluarga yang lebih mengutamakan agama daripada hal-hal lain. Hari lahirnya, 20 April 1875. Ayahnya, As'ari, berasal dari Demak, ibunya Winih (Halimah) adalah putri Kyai Usman dari pesantren Duku Gedang, Tambak Boras.
Umur 13 tahun. Hasyim sudah mengajar agama pada teman-teman sebaya. Karena tidak puas dengan ilmu agama yang didapat dari ayahnya, Hasyim belajar ke pesantren lain. Dia belajar ke Madura, Sidoarjo dan beberapa pesantren lainnya.
Seteiah dua kali menunaikan ibadah haji, dia kemudian mengajar di pesantren kakeknya, di Kediri. Tahun 1906, timbul niatnya mendirikan pesantren, agar dia dapat mengajarkan agama menurut caranya.
Baca Juga : Pesantren Konservasi Versi Buya Basith
Tempat yang dipilihnya ialah desa Cukir, kecamatan Diwok, Jombang dengan nama Tebuireng.
"Menyiarkan agama Islam berarti memperbaiki manusia. Pelaksanaannya harus dengan berjihad, yakni sanggup menempuh kesukaran dan bersedia berkorban."
Dia sengaja mendirikan pesantren di Tebuireng.
Pesantren itu sendiri harus bebas dari kejahatan. Tantangan ke arah sana dihadapi dengan tabah, apalagi mengingat daerah Tebuireng banyak 'jagoan'nya.
Baca Juga : Kisah Santri dari Madura yang Tewaskan Begal yang Merampoknya
Beberapa cara digunakan untuk menaklukan para jagoan ini. Salah satunya mengawinkan anaknya kepada sang jagoan. Cara yang unik ini mendirikan pesantren Tebuireng menyebabnya pesantren Tebuireng aman dan mempunyai pelindung.
Nama Tebuireng kemudian menjadi terkenal. Kemasyurannya hampir sama dengan kemasyuran namanya. Murid-murid berdatangan dari luar daerah.
Dia tekun, dan bekerja dengan jadwal yang tepat. Kalau biasanya pesantren yang lain sepi di bulan puasa, tidak demikian dengan pesantren milik Hasyim.
Di pesantren ini justru ada pelajaran khusus di bulan puasa. Merupakan suatu kemajuan yang pesat, hingga diakui secara resmi oleh pemerintah.
Baca Juga : Tragis! Atraksi Santri Dilindas Mobil Berakhir Maut, Seorang Peserta Tewas
"Menangkap" pencuri
Cara-cara baru diperaktekan dalam pesantren ini. Tidak melulu pengetahuan agama, tapi juga pengetahuan umum. Semula orangtua murid mengancam akan menarik anak-anak mereka, sebab pengetahuan umum pada waktu itu dianggap bid'ah dan haram.
Tantangan bukan saja dari para orangtua murid tapi kaum tua pada umumnya.
Tapi Hasyim tak dapat digertak, dia tetap jalan dengan kemauannya yang dianggapnya benar. Dia tetap meneruskan rencananya yang dirasa sangat berguna bagi generasi muda.
Suratkabar dan majalah dimasukan ke pesantren. Satu hal yang baru dan aneh dirasa. Para santri bahkan diharuskan menguasai bahasa asing disamping bahasa wajibnya, Arab.
Baca Juga : Demi Sungkem Ke Orangtua, Tiga Santri Ini Rela Mudik Bersepeda Ontel Ratusan Kilometer
Biar ia keras kemauannya, Hasyim tetap rendah hati, tidak pernah menonjolkan diri atau takabur. Sikapnya ramah terhadap setiap orang. la selalu memberikan nasehat dan petunjuk kepada siapapun.
Murid-muridnya bila berbuat salah ditegur dengan halus. Pernah suatu hari, Kyai Hasyim dapat laporan bahwa ada seorang santri yang suka mencuri merpati milik pesantren.
Oleh Kyai santri itu dipanggil dan diberi 5 ekor burung goreng. Selesai makan santri itu diberi nasehat agar jangan mencuri lagi. Santri tunduk tersipu.
Peraturan dalam pesantren ditegakkan. Umpamanya peraturan pada orang yang shalat tidak berjamaah. Setiap orang yang sembahyang di mesjid dalam pesantren harus berjamaah.
Baca Juga : Guru Berusia 100 Tahun Ini Tetap Mengajar Santrinya Meski dengan Berbaring di Tempat Tidur
Kalau ada yang tidak berjamaah akan kena hukuman, mengisi bak mandi sebanyak 50 timba.
Sekali waktu pernah Kyai Hasyim sendiri yang terlambat sembahyang dan tidak berjamaah. Dengan cepat ia sembahyang. Selesai sembahyang, pembantunya dikumpulkan dan ia menyerahkan diri untuk dihukum.
Setelah dipertimbangkan malah pembantunya yang tidak mengizinkan sang kyai dihukum.
Sejak diangkat sebagai pemimpin tertinggi NU dengan gelar Raisul Akbar, namanyapun makin luas dikenal. Dia mulai masuk dalam percaturan politik nasional. Namun begitu dia tetap terbuka pada modernisasi.
Baca Juga : Tunjukkan Kemampuan Kekebalan Tubuh, para Santri di Semarang Mengaku Siap Bela Negara
Dia paling benci pada perpecahan. Pengaruhnya di kalangan orang Islam sangat besar sehingga mengkhawatirkan pemerintah Belanda. Mereka khawatir kalau Hasyim menggerakkan massa untuk menentang pemerintah Belanda.
Untuk mengambil hatinya, Belanda memberinya bintang jasa sebuah penghargaan. Hasyim Asyari yang menyadari apa yang tersirat di balik pemberian penghargaan itu, menolak dengan halus.
Ia pun dengan halus menolak penawaran Belanda untuk suatu jabatan dalam pemerintahan. Ia juga menyiapkan kader-kader muda dalam pembinaan NU.
Dipenjara
Perhatian Hasyim tidak hanya pada kemajuan agama Islam. Sebagai orang yang berpengetahuan luas, tahu betul akan keburukan penjajahan. la ikut berjuang dan membantu membawa NU ke dalam gelanggang pergerakan nasional.
Baca Juga : Profil Lengkap Hasyim Muzadi: Mulai dari Ketua Umum PB NU Hingga Calon Wakil Presiden
Ketika partai-partai politik Indonesia melancarkan aksi Indonesia berparlemen NU pun mengambil bagian di dalamnya.
Betanda menyerah pada Jepang. Jepang kemudian berkuasa di Indonesia. Karena itu pada semua penduduk Indonesia diharuskan melakukan seikeirei, membungkukkan badan ke arah matahari terbit sebagai lambang menyembah.
Hasyim tidak menyetujui peraturan itu. Karena dianggap anti Jepang, maka dia ditangkap. Pesantren Tebuireng ditutup oleh Jepang. Anaknya, Wachid Hasyim ke Jakarta berusaha membebaskan ayahnya dan berhasil. Asyari dibebaskan setelah mendekam di penjara 4 bulan.
Jepang kemudian berusaha mengambil hati rakyat dengan mengangkat Asyari sebagai kepala urusan agama. la tertekan karena hati kecilnya menolak tawaran Jepang ini seperti halnya dia pernah menolak tawaran Belanda dengan kedudukan tinggi.
Baca Juga : Harlah NU: Kecewa terhadap Masyumi, Nahdlatul Ulama pun Sempat Menjadi Partai Politik
Untunglah masa itu tidak terialu lama, dan Kyai Hasyim masih sempat menyaksikan kehidupan di alam kemerdekaan, ia ikut pula menganjurkan kepada pemuda-pemuda agar berjuang terus melawan penjajah.
Bahkan sering juga nasehatnya diminta oleh pemimpin perjuangan. Sayang, pahlawan kita yang satu ini tidak hidup lama di alam kemerdekaan. Tepatnya tanggal 25 Juli 1947, ia meninggal dunia karena pendarahan otak.
Kata-katanya yang selalu terukir di benak adalah kesungguhannya membasmi kejahatan dan kefanatikan.
"Tingallah fanatik itu dan lepaskan diri dari hawa nafsu yang merusak. Berjuanglah menolak orang yang mendakwahkan ilmu yang sesat dan kepercayaan yang merusak. Dan berkorban menghadapi orang-orang yang demikian adalah wajib. Alangkah baiknya jika tenagamu sediakan untuk itu."
Baca Juga : Menurut Gus Dur, Tuhan Tidak Perlu Dibela, Walaupun…