Intisari-Online.com - Gerakan 30 September 1965 memang benar-benar menjadi tragedi dan menjadi luka mendalam bagi negara Indonesia.
Kisah-kisah penyiksaan para jenderal di Lubang Buaya pun disuguhkan kepada masyarakat luas.
Narasi propaganda itu juga mewujud dalam institusi pendidikan melalui mata pelajaran sejarahnya.
Itulah yang termaktub dalam film Pengkhianatan G30S/PKI besutan sutradara Arifin C. Noer, yang dijadikan film wajib di masa Orde Baru yang tayang tiap malam 30 September.
Baca Juga : Jadi, Di Manakah Jenderal Soeharto saat Peristiwa G30S Terjadi?
Harian Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha menulis dengan sedikit hiperbolik mengenai kejadian itu.
Misalnya, Ahmad Yani dicungkil matanya, juga yang lebih sadis lagi, kemaluan para korban tersebut diiris-iris menggunakan silet, lalu dipermainkan oleh para pelaku yang kebanyakan perempuan.
Berita yang ditulis oleh dua corong militer tersebut berefek domino, koran-koran lain di luar dua koran itu, terutama yang memiliki sentimen besar terhadap komunisme Indonesia, turut mengutip berita-berita tersebut.
Lantas menyebar ke masyarakat luas.
Baca Juga : Begini Kesaksian Penulis Film G30S/PKI yang ‘Menyaksikan’ Penembakan di Rumah Jenderal Ahmad Yani
Lalu benarkah “pencukilan” itu benar adanya? Tim forensik secara bernas memang mengatakan para korban mendapat perlakuan cukup kejam di luar batas kemanusiaan.
Tapi ada fakta lain yang mengejutkan, tidak ada pencukilan mata dan pemotongan penis para korban.
Tidak ada pencukilan mata
Penulis | : | Muflika Nur Fuaddah |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR