Intisari-Online.com – Malam berdarah pembantaian beberapa perwira tinggi Angkatan Darat pada peralihan 30 September ke 1 Oktober 1965 itu menyisakan banyak sekali cerita.
Tak hanya dari para pelaku, kisah-kisah juga meluncur dari mulut para saksi, salah satunya dari Nugroho Notosusanto.
Bagi mahasiswa sejarah, nama ini tentu bukan asing lagi. Tapi bagi mahasiswa non-sejarah, tentu bertanya-tanya, siapa dia?
Nugroho adalah salah satu penulis film paling diperdebatkan di Indonesia: Penumpasan Penghianatan G30S/PKI.
Nugroho juga dikenal sebagai sejarawan juga sastrawan. H.B. Yassin menggolongkannya sebagai Sastrawan Angkatan 66. Selain tentu saja sebagai seorang sejarawan kawakan.
Baca Juga : Seharusnya Ada 8 Jenderal yang Akan Diculik G30S PKI, Kenapa Akhirnya Hanya 7?
Tak berhenti di situ, Nugroho Notosusanto juga pernah ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV.
Nah seperti apa kesaksiannya tentang Gerakan 30 September? Intisari menyajikannya untuk Anda semua
***
Tidak banyak di antara penduduk kota Jakarta, kecuali mereka yang ikut dalam percobaan kup Gestapu/PKI, yang berada dalam keadaan bangun pada peralihan tanggal 30 September menjelang tanggal 1 Oktober 1965, tiga tahun yang lalu.
Karena sesuatu kebetulan, pada saat-saat yang mengguncangkan seluruh tanah air itu, saya dalam keadaan bangun dan sempat mendengar tembakan-tembakan yang mengenai almarhum Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani serta kemudian menyaksikan jejak yang masih segar daripada hasil perbuatan para pembunuh Adik Irma Suryani Nasution dan penculik-penculik Kapten Anumerta Pierre Tendean.
Seskoad, Bandung, 29 – 30 September 1965
Pada sore hari tanggal 30 September 1965, saya mengemasi tas saya dalam salah satu rumah Kompleks Grha Wiyata Yuddha, Seskoad Bandung.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR