Advertorial

Sri Mulyani: Guncangan Kondisi Perekonomian Global Akibat Kebijakan Perdagangan di Amerika

Adrie Saputra
Adrie Saputra
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, AS terus membebani tarif terhadap impor dari China yang membuat perang dagang kian memanas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, AS terus membebani tarif terhadap impor dari China yang membuat perang dagang kian memanas.

Intisari-Online.com - Guncangan kondisi perekonomian global akibat kebijakan perdagangan di AS diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, AS terus membebani tarif terhadap impor dari China yang membuat perang dagang kian memanas.

Dampaknya tak hanya ke dua negara tersebut, tapi juga secara global.

Padahal, kata Sri Mulyani, kalangan pebisnis telah memperingatkan Presiden AS Donald Trump mengenai risiko atas kebijakan itu.

Baca Juga : Sri Mulyani: Tiap Rupiah Melemah Rp100, Penerimaan Negara Naik Rp4,7 Triliun

"Namun nampaknya arah kebijakan AS adalah meminta manufaktur untuk kembali ke AS. Ini adalah risiko yang sangat nyata," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja di komplels DPR RI, Jakarta, Senin (10/9).

Perang dagang AS tak hanya dilancarkan ke China, tapi juga ke Kanada, Eropa, dan Jepang pun berpotensi terkena kebijakan tersebut.

Kondisi itu menimbulkan dinamika yang sangat tersasa sepanjang 2018.

"Ini tentu akan memberikan pengaruh risiko terhadap outlook dari perekonomian 2018 dan diperkirakan akan terus di 2019," tambah dia.

Baca Juga : Merdeka! Gaji PNS Akhirnya Naik Lagi, Berikut Penjelasan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani

Faktor kedua yang akan memengaruhi kondisi perekonomian global yakni proses normalisasi kebijakan moneter AS.

Sri Mulyani mengatakan, proses pemulihan telah berlangsung sejak 2017 di semua negara, semua wilayah, dan semua tingkat pendapatan.

Namun, kata dia, narasi tersebut akan ditinjau kembali karena pemulihan ekonomi dunia semakin menunjukkan adanya risiko yang meningkat.

Ada dua hal yang dinormalisasi atas kebijakan moneter AS, yakni tingkat suku bunga dan tingkat likuiditas.

Baca Juga : Disebut akan Menjual Pulau Bali untuk Bayar Utang Negara, Sri Mulyani: Hoax!

"Normalisasi artinya mereka menyesuaikan kembali dua tindakan extraordinary yang dilakukan bank sentral AS saat menghadapi krisis 2008," sambung dia.

Saat itu, kebijakan luar biasa yang diambil adalah menurunkan suku bunga serendah mungkin hingga mendekati nol dan mencetak dollar AS cukup banyak.

Hal tersebut berimplikasi pada masa sekarang, salah satunya dengan menaikkan suku bunga sesuai pemulihan ekonomi AS.

Ada pula ancaman inflasi sesuai target inflasi yang diterapkan bank sentral AS Federal Reserve pada level 2 persen.

Baca Juga : Hebat, Sri Mulyani Berhasil Selamatkan Uang Negara Rp1,2 Triliun dari Tommy Soeharto

Kemudian, likuiditas akan secara bertahap dikurangi. Implikasi tersebut akan terasa secara global, sebab dollar AS merupakan mata uang yang digunakan di seluruh dunia.

"Kita lihat kenaikan suku bunga AS selama beberapa kuartal trrakhir kenaikannya cukup besar. Dari 2017-2018 kenaikannya sudah 175 bps (basis poin)," ucapnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Sri Mulyani Ramalkan Perang Dagang Masih Berlanjut di 2019

Artikel Terkait