Oleh dokter, kemudian dilakukan biopsi, atau pengambilan jaringan pada leher kanan istri saya. Ternyata hasilnya positif kanker. Tapi menurut pemeriksaan laboratrium Patologi Anatomi (PA) RS Persahabatan itu bukan kanker utama melainkan kanker yang sudah metastasis (menyebar). Diduga, sumber utamanya berasal dari payudara. Kesimpulan PA biopsi leher: metastase adenokarsinoma yang dapat berasal dari payudara (ditandatangani oleh ahli patologi dr. Romi Baginda, Sp.PA).
Untuk memastikan, dokter pun mengirim Hasil PA itu kembali ke bagian lab PA Rumah Sakit Persahabatan untuk diperiksa lebih teliti dengan pemeriksaan Imuno Histo Kimia atau IHK. Hasil IHK yg dilakukan laboratrium Kalgem: ER +, PR+, Her2+ dengan overexpressed, kategori 3+score, Ki67: expressed, moderate to strong intensity 60% to 70% (highly proliferative).
Dengan kata lain istri saya dinyatakan penderita kanker payudara HER2 positif yang sudah mengalami metastasis atau penyebaran. Hasil IHK itu keluar 10 Mei 2018.
Setelah operasi pengangkatan payudara sebelah kanan, hasil PA menunjukkan daging di payudara istri saya memang mengandung tumor ganas. Ia positif menderita kanker payudara HER2 positif. metastasis dan berada di stadium 3 B.
Paska operasi, istri saya disarankan menjalani kemoterapi. Pada 24 Juni 2018, dokter pun meresepkan tiga obat kemoterapi dan satu obat yang tergolong terapi target untuk pengobatan kanker payudara HER2 positif, yaitu herceptin atau nama lain trastuzumab.
Untuk diketahui, trastuzumab adalah obat yang aman, bermutu dan berkhasiat yang perlu dijamin aksesbilitasnya dalam rangka pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Formularium Nasional 2018 yang ditetapkan pada 28 Desember 2017. Di halaman 66 pada poin 43 keputusan itu menyebutkan secara tegas bahwa trastuzumab diberikan pada pasien kanker payudara metastatik dengan HER 2 positif (+++) dan wajib dijamin ketersedian obatnya oleh BPJS Kesehatan.
Obat trastuzumab memang sudah terbukti efektif memperpanjang usia penderita kanker HER2 positif. Contoh hidupnya adalah Aryanthi Baramuli Putri, Ketua Umum Cancer Information Support Center (CISC), seorang penderita kanker payudara HER2 positif yang sudah bertahap hidup 15 tahun lebih berkat trastuzumab atau herceptin. Kebetulan istri saya dan Aryanthi Baramuli sudah berteman lama.
Tapi masalah muncul ketika pihak apoteker Rumah Sakit Persahabatan menolak resep kami untuk herceptin atau trastuzumab. Alasannya karena sejak 1 April 2018 obat trastuzumab dihentikan penjaminannya oleh BPJS Kesehatan. Belakangan kami baru tahu penjaminan itu dihentikan BPJS atas dasar pertimbangan Dewan Pertimbangan Klinis BPJS yang menganggap obat itu tidak bermanfaat secara medis.
Tapi menurut kami BPJS menghentikan penjaminan trastuzumab karena obat itu terlalu mahal. Obat itu memang mahal. Harganya di pasaran Rp 25 juta. Sementara seorang penderita kanker HER2 positif minimal harus menjalani 8 sesi dari 16 sesi pengobatan dengan trastuzumab. Tapi, apakah karena mahalnya harga obat tersebut menyebabkan penderita kanker payudara HER2 positif mengalami diskriminasi untuk mendapat pengobatan terbaik?.
Sementara kita tahu BPJS Kesehatan terus-menerus merugi. Maka sejak November 2017 direksi BPJS sudah aktif mewacanakan “cost sharing” bagi penderita penyakit berat seperti kanker dan jantung. Tapi usulan itu kemudian ditolak oleh DPR dan pemerintah. Pemerintah selama ini lebih memilih menutup defisit keuangan BPJS. Nah, kini direksi BPJS Kesehatan agaknya kembali mencoba menerapkan efisiensi, tapi dengan cara melibas obat-obat mahal. Itu bisa dilihat kawan-kawan dengan cara meng-goggle dengan kata kunci: “trastuzumab bpjs.”
Apalagi dari pertemuan kami dengan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS, R. Maya Amiarny Rusady dan Ketua Dewan Pertimbangan Klinis BPJS, Prof Agus Poerwadianto, Selasa petang, tanggal 3 Juli 2018, di kantor pusat BPJS di Jakarta, alasan mereka menyetop penjaminan obat trastuzumab masih samar-samar dan mengambang.
Pada pertemuan itu kami juga baru memperoleh salinan surat Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS R. Maya Amiarny Rusady Nomer 2304/III.2/2018 tertanggal 16 Februari 2018 yang ditujukan ke Kepala Cabang BPJS di seluruh Indonesia untuk menghentikan penjaminan terhadap trastuzumab sejak 1 April 2018. Celakanya, istri saya justru baru terdeteksi sebagai penderita kanker payudara HER2 positif di bulan Mei 2018.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR