Advertorial
Intisari-Online.com – Wajah Tukiyo (62), warga Dusun Kedungpoh Kulon, Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tampak berseri ketika menerima petugas dari Dinas Sosial Gunungkidul dan DIY.
Di halaman rumahnya sudah bersiap sebuah mobil niaga yang sengaja dia sewa untuk ikut mengantarkan anaknya ke RS Grasia, Sleman.
Tikar pun sudah digelar. Sejumlah makanan kecil dan teh hangat sudah tersedia di ruang tamu rumah sederhana beranyamkan bambu.
Tugiyo lantas mempersilakan masuk sejumlah petugas di kamar paling pojok belakang.
Baca juga:Inilah Kisah Kolinda Grabar-Kitarovic, Presiden Kroasia yang Curi Perhatian pada Piala Dunia 2018
Bau pesing menyeruak ketika petugas masuk ke kamar yang hanya ditutup kain itu. Di dalam kamar gelap duduk seorang diri Maryani (32), dengan rambut panjang terurai.
"Sudah 15 tahun terakhir dia (Maryani) begitu, dia hanya berdiam diri di kamar. Keluar hanya untuk mandi dan sikat gigi. Kalau kencing hanya di depan kamar," kata Tugiyo saat ditemui sebelum evakuasi, Senin (16/7/2018).
Maryani merupakan anak yang pintar di sekolahnya. Dari SD hingga SMK, dia selalu mendapatkan peringkat yang bagus.
Namun sejak ibunya meninggal saat melahirkan adiknya yang kedua, perilaku Maryani tiba-tiba berubah.
"SMK kelas 2 dia ingin keluar sekolah, dan kerja di Jakarta di sebuah pabrik konveksi. Lalu pulang ke rumah dan lama-lama mengurung diri di rumah," ucapnya.
Lalu Tugiyo menikah lagi dan anak-anaknya tinggal bersama ibu tiri saat ia bekerja sebagai penjual lotis di Bantul.
Maryani berubah jadi lebih pendiam. Maryani diduga mengalami depresi setelah ibunya meninggal.
"Sampai saat ini dia mengubah rok dan bajunya dengan jahitan tangan sendiri," katanya.
Baca juga:Biar Enggak Kelimpungan ke Depannya, Yuk Mulai Menghitung Biaya Pendidikan Anak dari Sekarang
Dikatakan Tukiyo, Maryani sudah beberapa kali melakukan pengobatan baik secara medis maupun alternatif.
Mulai dari klinik di Yogyakarta hingga pengobatan alternatif di Solo hingga Sukabumi, Jawa Barat. Namun tidak berhasil.
"Sudah tidak berhasil, semuanya sudah dicoba, dari alternatif sampai medis. Apalagi tidak punya jaminan kesehatan," imbuhnya Asa kesembuhan Maryani terbuka ketika Tugiyo diberitahu Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) bahwa putrinya akan diberi pengobatan gratis.
Pekerjaan Tugiyo yang hanya sebagai penjual lotis di Bantul tidak mencukupi lagi untuk biaya pengobatan.
Kasi Rehabilitasi Sosial Dinsos Gunungkidul yang juga menjadi bagian dari tim anti-pasung DIY, Winarto mengatakan, tujuan dari evakuasi ini adalah untuk memberi pelayanan rehabilitasi bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
"Tidak mudah untuk mengajak keluarga penderita OGDJ, karena kami sering ditolak," katanya.
Saat ini, ada 15-an orang yang masih dipasung. Padahal jika pihak keluarga setuju, orang dengan gangguan jiwa akan dibawa ke Balai Rehabilitasi Sosial Bina Karya dan Bina Laras (RSBKL) Yogyakarta untuk diberi terapi.
Jika sudah membaik baru akan dikembalikan ke keluarga.
"Untuk yang ini keluarga menerima dan memberikan keluarganya untuk diobati. Saya yakin sembuh, dan bisa kembali beraktivitas," katanya. (Markus Yuwono)
(Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judul "Gadis Berprestasi Ini Mengurung Diri di Kamar Selama 15 Tahun")