Rasa hormat ini seperti mewakili tuntutan aktualisasi diri. Sehingga, terkadang orang tak berpikir panjang mem-posting sesuatu hanya demi motivasi-motivasi ini, meski info yang diunggah hoax.
Tingkat Literasi
Sayangnya, tingkat literasi masyarakat Indonesia termasuk buruk. Dari survei UNESCO, tingkat literasi Indonesia di posisi 60 dari 61 negara, urutan kedua dari bawah. Minat baca orang Indonesia baru 0,001 persen, artinya hanya ada 1 orang yang punya minat baca dari 1000 orang.
Tingkat literasi rendah sudah barang tentu menunjukkan tingkat kemauan memverifikasi sebuah informasi. Apalagi, budaya instan begitu kuatnya di era sekarang. Sehingga, seolah dalam banyak aktivitas orang cenderung cari mudah dan murah termasuk dalam mengejar akualisasi diri, kehormatan dan keuntungan, meski isi dan nilainya rendah.
Sementara, masyarakat memiliki budaya sosialisasi yang sangat kuat. Saling berkomunikasi dan berinteraksi sudah menjadi budaya dan tradisi yang mengakar. Sehingga, begitu mudah masyarakat mengumbar informasi demi keramaian dan intensitas sosialisasi yang terkadang tanpa verifikasi. Yang penting tersebar dan memunculkan respons sosial.
Ditambah budaya lisan yang sangat kuat, bias informasi jadi semakin tinggi. Arus informasi dalam budaya lisan jelas rawan penambahan, pengurangan, atau bahkan rekayasa. Ketika perilaku dan gaya budaya lisan diterapkan dalam dunia teks atau visual, kadar dan sifat biasnya terkadang masih tinggi.
Naluri pada kebenaran
Meski begitu, pada dasarnya setiap manusia memiliki naluri untuk mendapatkan informasi yang benar. Sayangnya, untuk mendapatkan atau menyampaikan kebenaran butuh banyak syarat dan prosedur, juga ongkos yang mahal. Sementara, budaya instan dan tingkat literasi yang rendah cenderung mencari yang mudah dan murah.
Pada akhirnya, menjadi sebuah pilihan bagi setiap orang. Mau tetap instan, murah dan mudah tapi kebanyakan hoax, atau sedikit usaha dan biaya lebih tapi mendapatkan kebenaran.
Memproduksi hoax memang mudah dan murah, demikian juga mencari dan mengonsumsinya. Mudah dan murah memang menyenangkan, tapi tentu yang didapatkan kebanyakan “telolet”. Sesuatu yang bernilai, seperti sebuah informasi kebenaran, tentu butuh upaya dan biaya lebih.
Segala macam kabar telah berada dalam genggaman. Antara hoax dan berita kredibel campur aduk. Saatnya setiap orang dituntut memiliki sikap bijak kala mencernanya.
Penulis | : | Hery Prasetyo |
Editor | : | Hery Prasetyo |
KOMENTAR