Advertorial

Gara-gara Pernah Diserang oleh Para Pilot CIA, Angkatan Udara RI Semakin Bersemangat untuk Memiliki Radar

Agustinus Winardi
Moh. Habib Asyhad
Agustinus Winardi
Moh. Habib Asyhad

Tim Redaksi

Dengan keberhasilan menangkap Allan Pope semangat AURI untuk menambah jumlah statsiun radar pun makin menyala-nyala.
Dengan keberhasilan menangkap Allan Pope semangat AURI untuk menambah jumlah statsiun radar pun makin menyala-nyala.

Intisari-Online.com -Indonesia sebenarnya telah mengupayakan perlunya suatu kekuatan untuk mempertahankan wilayah udara nasional menggunakan radar.

Keberadaan radar yang merupakan sistem peringatan dini itu sangat penting karena bisa mencegah adanya kemungkinan serangan udara musuh.

Pada pelaksanaan operasi melawan pemberontakan PRRI/Permesta tahun 1958, TNI AU (AURI) sudah membentuk SOC (Sector Operation Centre) untuk mengantisipasi serangan udara dari PRRI/Permesta menggunakan pesawat B-26 di daerah Jawa dan Sumatera yang diterbangkan oleh para tentara bayaran CIA.

Dalam pelaksanaan operasi tersebut, SOC didukung unit radar yang mampu secara efektif melaksanakan pertahanan udara terbatas di wilayah Indonesia bagian barat.

Keberadaan radar dan SOC saat itu dipandang sangat efektif.

Baca juga:Kacaunya Suasana Operasi Lintas Udara Pertama AURI 17 Oktober 1947: Ada yang Enggak Jadi Terjun karena Takut, Ada yang Nyangkut di Pohon

Hal tersebut ditunjukkan dengan dapat dilumpuhkannya kekuatan udara PRRI/Permesta dalam waktu singkat.

Pesawat salah satu tentara bayaran CIA yang berperan sebagai pilot pesawat pembom B-25 Permesta, Allan Pope, bahkan berhasil ditembak jatuh dan Pope sendiri bisa ditangkap hidup-hidup.

Dengan keberhasilan menangkap Allan Pope semangat AURI untuk menambah jumlah statsiun radar pun makin menyala-nyala.

Perkembangan selanjutnya, sistem pertahanan udara nasional Indonesia yang didukung pesawat tempur dan radar tersebut sangat disegani oleh musuh.

Namun pada awal pemerintahan Orde Baru, sedikit demi sedikit kekuatan Hanud mulai menurun seiring dengan putusnya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Uni Soviet (Rusia).

Baca juga:AS- 1 Kennel, Rudal Terhebat yang Pernah Dimiliki AURI dan Pernah Bikin Kapal Induk Belanda Kabur

Pengadaan radar mulai dirintis kembali tahun 1957 yang diberi nama proyek Sigma.

Proyeknya meliputi pembelian radar tiga dimensi Nysa B dan Nysa C buatan Poiandia.

Tahun 1959, tiga unit radar di antaranya telah datang di Indonesia dengan penempatan dua unit di daerah Cengkareng dan Gresik.

Pengadaan tahap I ini sekaligus dimanfaatkan untuk melatih para awak stasiun radar.

Kemudian tahun 1959 diadakan perencanaan pengadaan radar lagi dan proyek ini disebut Proyek Kresna, bertindak sebagai Kepala Proyek adalah Asisten Staf Udara I (Intelijen) Mayor Udara Soedarmono.

Dari hasil pengkajian diperoleh data bahwa radar yang dipilih adalah pertama radar tipe Decca Plessey High Finder 200 yang berfungsi mengetahui ketinggian sasaran.

Sedang kedua radar tipe Decca Plessey Hydra berfungsi untuk menentukan azimuth sasaran.

Dengan mengintergrasikan kedua unit radar ini, maka operator dapat mengetahui posisi sasaran dengan tiga dimensi.

Selain kedua tipe radar tersebut dipesan pula dua jenis radar tipe Decca Plessey Flight Recovery dan Decca Plessey LC. Keempat jenis radar tersebut seluruhnya buatan Inggris.

Tahun 1960, Proyek Kresna dapat direalisasikan, ditandai dengan datangnya beberapa radar Decca sesual yang dipesan.

Namun peralatan komunikasi yang diperlukan dalam sistem pertahanan udara tersebut baru sebagian.

Selanjutnya tahun 1960, 12 unit radar Nysa yang dimaksudkan sebagai uji coba penggunaan sistem yang dipesan indonesia tiba dan diterima Angkatan Udara.

Dengan dicanangkannya Operasi Trikora dalam rangka Pembebasan irian Jaya, maka radar-radar tersebut diarahkan untuk digelar di wilayah Indonesia Bagian Timur bertujuan agar dapat memantau pesawat Belanda dan membantu operasional pesawat AURI.

Baca juga:A-4 Skyhawk Jet Tempur Pembom Nuklir TNI AU Asal Israel yang Ternyata Berteknologi Seperti Motor Vespa. Kok Bisa?

Radar Nysa yang digelar di pulau Morotai, pulau Seram, pulau Kai Besar dan di pulau Saparua masing-masing dua unit radar untuk mendapatkan liputan tiga dimensi.

Agar mendapatkan liputan radar tiga dimensi yang mencakup posisi, ketinggian, dan jarak sasaran, maka radar Nysa diinstalasi dengan dua unit terdiri dari radar Nysa B untuk mengetahui posisi dan jarak sasaran.

Sedang radar Nysa C untuk mengetahui ketinggian sasaran.

Radar Nysa yang digunakan oleh AURI termasuk jenis mobile dimana seluruh kabin ditempatkan atas trailer.

Kemudian tahun 1961 selesai diinstalasi oleh Air Field Control radar dipangkalan udara dan di pelabuhan laut, di antaranya di Kemayoran, Halim Perdanakusuma, Husein Sastranegara, Iswahjudi, Tanjung Perak, dan Abdulrachman Saleh.

Sampai dengan tahun 1962, beberapa unit radar selesai diinstalasi dan siap digunakan sesuai fungsinya yaitu di Tanjung Pinang berfungsi sebagai Early Warning, di Cisalak dan Ploso sebagai fighter recovery serta di Pemalang, Congot, dan Ngliyep sebagai low cover.

Setelah membeli radar dari Polandia dan Inggris, kemudian AURI terus mengembangkan dan melengkapi sistem pertahanannya.

Selain tambahan berupa alat komunikasi juga didatangkan radar jenis P-30 buatan Rusia.

Dengan kedatangan radar P-30, maka secara kuantitas seluruh wilayah udara Indonesia yang melingkar sepanjang garis pantai dapat membentuk rantai pertahanan yang rapat dan efektif

Artikel Terkait