Intisari-Online.com - Tanggal 24 Oktober 1945 Pasukan Sekutu yang menduduki Kalimantan menyerahkan wilayah itu pada NICA.
Hal ini tentu memancing kemarahan rakyat Kalimantan Selatan yang berikrar setiap kepada Republik yang masih sangat muda itu, yang 14 hari sebelumnya baru saja membentuk Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Republik Indonesia.
Rakyat pun membentuk barisan untuk menentang keberadaan NICA. Tapi sial, bantuan yang diharapkan datang dari Jawa urung datang karena Belanda menjalankan blokade di laut.
Dus, satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah jalur udara.
Tak mau menunda-nunda, Gubernu Kalimantan saat itu, Ir. Pangeran Mohammad Noor, lansung mengirim surat kepada KSAU Komodor Udara Surayadarma.
Surat itu berisi permintaan bantuan agar AURI bersedia melatih pemuda-pemuda Kalimatan sehingga mereka bisa berjuang membantu saudara-saudaranya.
Sebagai respon, Suryadarma langsung mengadakan perundingan dengan Markas Besar Tentara dan sepakat membentu staf khusus yang bertugas menghimpun pasukan payung.
Untuk memudahkan tugas, Suryadarma dibantu oleh Mayor Tjilik Riwut yang asli Kalimantan. Saat ituTjilik merupakan perwira operasi yang ditempatkan pada staf Sekretaris KSAU Bagian Siasat Perang.
Tak butuh waktu lama, terpilihkan sekitar 60 pejuang dari Kalimanta, Jawa, Sulawesi, juga dari Madura. Yang jelas, mereka semua bersedia diterjunkan di Kalimantan.
Untuk penggemblengan, mereka ditampung di Asrama Padasan, Warungboto, di dekat lapangan udara Maguwo, Yogyakarta.
Sementara para pelatih dari AURI adalah Opsir Udara I SUdjono, dibantu Opsir Muda Udara II Amir Hamzah, Opsir Muda Udara II Soerojo, Sersar Udara Mispar dan Kopral Muda Udara Matjasir.
Lantara waktu yang amat mepet, para sukarelawan itu hanya mendapat latihan darat, meliputi latihan teori terjun dan cara melipat payung—dan tidak sempat dilatih terjun payung dari pesawat. Waduh!
Source | : | tni-au.mil.id |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Moh. Habib Asyhad |
KOMENTAR