Intisari-Online.com – Tidak menikah bukan lagi hal tabu buat perempuan modern. Hidup sendiri terkesan lebih mudah bahkan lebih bahagia. Maka, ada istilah I'm single, I'm happy. Benarkah demikian?
Pada acara reuni fakultas komunikasi sebuah universitas negeri di Bandung, sekumpulan perempuan tampak ngerumpi di pojok ruangan. Mereka saling mengeluhkan bentuk badan masing-masing. Ada yang merasa lebih gendut, membesar, kempot, pokoknya serba menyesali konsekuensi usia yang beranjak tua.
Lalu, semua orang memandang iri pada Veronica Mumpuni (38), teman seangkatan yang tetap tampil chic dan segar. Bahkan ia tampak lebih modis dibandingkan belasan tahun lalu saat mereka lulus kuliah. Apa rahasianya? Veronica menjawab pelan sambil tersenyum, “Jangan mau diperdaya laki-laki.“
Veronica memang cantik. Wajahnya yang melankolis serta aksen Jawa Timur yang melekat gampang membuat orang merasa dekat. Veronica, pekerja di sebuah lembaga advokasi di Jakarta, mengutarakan dengan jelas alasannya mengucapkan kata-kata tadi. “Aku memang enggak punya target menikah. Aku apatis melihat lembaga pernikahan sekarang,” katanya.
Hidup Veronica memang terasa fulfilled. Saat ini ia sedang mencicil rumah impiannya. Selain bekerja, Veronica juga menjadi penulis lepas di beberapa media. Ia mengaku tak punya bayangan masa depannya membina rumah tangga dengan laki-laki impian. Sejak kecil ia tidak pernah bermimpi mempunyai suami, anak, bahkan sekadar pesta pernikahan. “Aku hanya ingin punya rumah dengan halaman luas dan anjing yang menemaniku,” imbuh Veronica.
Gadis kelahiran Trenggalek ini mengatakan, memang, sampai hari ini ia masih didatangi berbagai macam laki-laki. Banyak dari mereka yang sudah menikah. Ia bukannya senang, melainkan, “itu pula yang membuat aku sinis pada lembaga perkawinan, “ katanya.
Veronica mengatakan, kebahagiaan baginya adalah bisa bersyukur. Status single atau menikah bukanlah faktor kebahagiaan. Bisa bersyukur itu bahagia, apalagi kalau bisa berbagi. ”Bersyukur atas apa yang dimiliki dan tak bisa dimiliki, lalu mampu berbagi karenanya. Itu bahagia.”
Selain mempunyai rumah yang luas, seiring waktu mimpi Veronica pun bertambah. Perempuan yang sejak mahasiswa sudah menjadi aktivis sosial ini mengatakan ingin juga membaktikan hidupnya bagi dunia pendidikan dan kemanusiaan. Ia membayangkan, di rumahnya kelak akan banyak anak yang berkunjung dan belajar. Ia ingin membuat komunitas pendidikan alternatif di sana. Ia berharap, komunitas itu dapat mencetak orang yang percaya diri.
“Aku ingin orang dapat membuat pilihan bebas atas dirinya dengan bekal pengetahuan yang cukup,” tandas Veronica. Manusia bebas yang dia kehendaki adalah sebebas dirinya terhadap pilihan-pilihan hidup saat ini.
Lepas dari kungkungan perkawinan
Berbeda dengan Veronica, Yoshiko Hikariati (46) melihat kehidupan menyendiri melahirkan satu bentuk keikhlasan yang tak pernah ia dapatkan saat menikah 23 tahun lalu. Bercerai setelah delapan tahun menjalani pernikahan, perempuan yang akrab dipanggil Ati ini menjalani 15 tahun kehidupan single-nya dengan rasa syukur.
Ati besar dalam keluarga Jawa aristokrat yang jarang memberinya kesempatan untuk mengambil keputusan. Apalagi ia anak tunggal. Orangtua mengatur setiap langkahnya. Ketika menikah, ia mendapat suami yang juga dominan. Hampir semua aspek kehidupan Ati diatur. “Bahkan model rambutku, baju apa yang aku pakai, itu suami yang menentukan,” kenangnya.
Source | : | majalah intisari extra 2012 |
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | Hery Prasetyo |
KOMENTAR